Perasaan angkasa benar-benar kalut saat ia mendengar dari orang suruhannya, bahwa mayang tidak berada di kontrakannya. Bahkan, menurut informasi, mayang sudah lebih 3 minggu tak terlihat. Bahkan ke kampus pun tidak datang.
Rasa kalut angkasa semakin menjadi, kala ia menyuruh orang suruhannya untuk melihat mayang di kampung halamannya. Beruntung memang, bahwa mayang ada di sana. Tetapi, informasi tambahan membuat angkasa jadi tak tenang.
Mayang, jadi bahan pembicaraan seluruh desa. Semua orang bertanya-tanya, mengapa ia pulang dan tak lagi kembali melanjutkan pendidikan. Bahkan, ada rumor yang merebak bahwa dirinya telah di perkosa oleh orang di kota. Ada juga rumor yang mengatakan bahwa tejo tak lagi sanggup untuk membiayai pendidikan mayang, yang menyebabkan mayang harus putus sekolah dan putus harapan.
Tingkah mayang yang tak biasa pun, memunculkan spekulasi bahwa mayang sudah di landa penyakit gangguan jiwa. Ia suka jalan sambil melamun, di sapa pun tak menjawab, bahkan ia dapat duduk sepanjang hari di atas bukit. Membuat banyak orang khawatir bahwa dia akan bunuh diri disana.
Untuk memastikan segalanya, tidak ada pilihan lain bagi angkasa. Mau tidak mau, ia harus kembali mengambil cuti dan segera kembali.
Setelah melakukan perjalanan panjang, akhirnya, angkasa pun tiba di tempat yang ia tuju. Desa mekar jaya. Dimana, angkasa langsung bergegas menuju rumah mayang.
"Nak angkasa," tejo langsung menyambutnya dengan tangis. Membuat angkasa benar-benar semakin gusar.
"Ada apa dengan mayang, pak? Dimana dia?" Tanya angkasa tanpa basa-basi.
"Itulah nak, kami pun tidak tahu mayang kenapa." Jawab tejo. "Dia datang kembali ke desa. Wajahnya lembam. Kami tanya kenapa, dia ndak mau jawab. Justru, dia bilang dia ndak mau lagi sekolah." Jelas tejo menangis sedih. Memikirkan ada apa dengan putri tercintanya.
Dari penuturan tejo, angkasa dapat menyimpulkan telah terjadi sesuatu pada mayang. Yang menyebabkan mayang tak lagi mau sekolah dan memilih untuk kembali ke kampung.
"Tiap hari, dia cuma duduk di atas bukit yang di dekat kejadian longsor dulu. Saya sedih, sampai warga banyak yang ngomong yang ndak-ndak tentang mayang." Jelas tejo menyampaikan isi hatinya.
Angkasa menghelakan nafasnya dalam. "Saya akan temui mayang, pak tejo. Jangan khawatir. Saya akan cari tahu semuanya." Ucap angkasa.
Tejo menganggukkan kepalanya. "Saya harap, mayang mau bicara sama komandan," ucap tejo penuh harap.
Angkasa lantas pergi ke tempat yang di tuju. Di bukit, dimana angkasa dulu pernah menolak mayang di sana.
Angkasa melangkahkan kakinya perlahan, sampai dimana ia melihat sosok itu tengah duduk melamun beralaskan tanah. Angkasa, benar-benar tak habis pikir, bagaimana bisa orang yang selalu ia kenal ceria itu jadi terpuruk seperti ini.
"Mayang," satu kata itu, langsung menggetarkan hati seorang mayang. Ia refleks menoleh, mencari sumber suara itu. Dan saat netranya mendapati sosok angkasa, disitu pandangan mayang langsung memburam karena desakan air mata.
"Komandan angkasa," gumamnya dengan lirih. Dengan refleks, mayang lantas berdiri dan berlari ke pelukan angkasa. Ia memeluk tubuh angkasa dengan erat dan menangis begitu pilu di pelukan pria itu.
Angkasa dapat merasakan bagaimana sedihnya seorang mayang. Kesedihan ini, berbeda dari tangis kesedihannya saat mengantar angkasa ke bandara.
Jika saat itu, angkasa melihat tangis sedih karena tidak rela di tinggal, berbeda dengan yang saat ini. Ada perasaan hancur dan keputus asaan di dalam tangis itu. Ada rasa butuh akan sebuah tameng dan ketakutan di dalam tangis itu.
Angkasa kenal betul dengan tangisan itu. Tangis saat ia harus merelakan kedua orang tuanya yang pergi di hadapannya. Tangis saat ia butuh pelukan perlindungan, tetapi tak ada yang bisa berikan. Angkasa tahu betul itu.
......
Angkasa mengusap kepala mayang yang bersandar di bahunya. Dimana, wanita itu masih menumpahkan rasa sedihnya bersama angkasa.
"Jadi, setelah di bawa ke kamar mandi, mereka apakan kamu?" Tanya angkasa pada mayang yang angkat suara prihal masalahnya.
Dengan nafas yang tersengal-sengal, mayang masih menangis. Tangannya juga meremas kuat baju kaos yang angkasa kenankan. "Aku.. hikss.. aku di pukul. Aku di jambak dan dipukul bergantian sama mereka. Mereka buka paksa bajuku, dan di foto pakai tustel, hiks..hikss.."
Angkasa menggertakkan giginya mendengar cerita mayang. Pantas saja wanitanya itu jadi menderita seperti ini, jadi nyatanya bahwa mayang di perlakukan seperti itu. Tentu saja, ia takut jika hal itu terulang kembali.
"Mereka.. hiks.. ancam aku. Aku takut.. aku takut fotoku di kasih ke orang lain."
Angkasa menghelakan nafasnya dalam. "Kenapa kamu nggak bilang sama orang tuamu?" Tanya angkasa tak habis pikir.
Mayang menggelengkan kepalanya. "Ndak.. aku takut. Aku ndak mau bapak tahu kalau aku di perlakukan begitu." Ucap mayang dengan sedih.
Angkasa menepuk lembut pipi mayang dengan telapak tangannya yang lebar. "Sudah," ucapnya. "..saya ada sama kamu. Sudah, jangan takut." Ucap angkasa.
Mungkin, kata seperti itulah yang dulu angkasa harapkan saat dirinya kehilangan orang tua. Tetapi sayang, tak ia dapatkan. Dan ia tak ingin mayang mengalami hal yang sama seperti dirinya.
Angkasa mengusap rambut mayang. Mengawaskan rambut yang menutupi wajah sembab wanita itu. Kemudian angkasa mendaratkan bibirnya di atas ubun-ubun mayang.
"Sudah, jangan menangis lagi. Sekarang, lebih baik kita kembali dan kemasi barang-barang kamu. Supaya besok, kamu bisa berkuliah kembali." Ucap angkasa.
Mayang lantas mengangkat kepalanya dari bahu angkasa. Ia menatap angkasa, kemudian menggelengkan kepalanya. Air matanya pun kembali jatuh membasahi pipi.
"Ndak, aku ndak mau. Aku takut," ucap mayang dengan lirih.
"Jangan takut!" Tegas angkasa. "Saya ada sama kamu! Siapa yang berani ganggu kamu kalau ada saya?! Saya pasti tuntaskan masalahmu! Saya pasti hajar semua yang sudah hajar kamu!" Tegas angkasa.
......
Hajar komandan!! 😈😤
Berani-beraninya itu orang nyentuh wanitanya komandan 😂Jangan lupa vote dan komen yaa..
Makasih 💜
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa
RomanceAngkasa. Dari namanya saja, tempatnya begitu tinggi. Tak mampu tangan ini meraihnya. Walau ke bukit manapun ku daki, tetap dia begitu tinggi tak terjamah. Dirinya penguasa, dirinya pelindung, hanya saja.. aku menaruh rasa. Angkasa. Ingin ku gapai...