1. Pulang

47.3K 1.3K 127
                                    

Mohon kesediaannya untuk meralat kata yang salah dalam penggunaan bahasa jawa yang saya muat 🙏

Aku ndak tahu bahasa jawa. Tapi nekat bikin story yang begini 😂 sekalin belajar sama-sama ya say..

......

Kala itu angin berhembus begitu sejuk, saat seorang wanita muda melangkahkan kaki turun dari sebuah bus yang tampak usang. Dengan perangaian senyum penuh haru, wanita bernama Mayang Sari ini, melangkahkan kaki di tanah kelahirannya.

Sudah kurang lebih 1 tahun Mayang pergi dari kampung, untuk melanjutkan pendidikan di luar kota. Rasa rindu dan haru, menyelimuti mahasiswi jurusan Tata Boga ini, karena untuk pertama kalinya ia kembali setelah merantau.

Mayang menenteng tas besar miliknya, melangkahkan kaki di jalanan menuju desanya. Hawa sejuk, hamparan persawahan berundak-undak, dan kicauan burung menyambut kedatangannya.

Saat netranya telah menangkap letak kediaman orang tuanya dari jauh, disitu langkah Mayang terasa cepat kurang cepat untuk berjalan. Dan saat ia semakin mendekat, sosok kakak laki-lakinya yang terlihat sedang memperbaiki mobil di depan rumah mulai terlihat, disitu pandangan Mayang mulai mengabur karena desakan air mata.

"Mas!" Pekik Mayang lantas berlari cepat menuju kakaknya, Lakso. Dimana sang kakak yang begitu terkejut, langsung di hantam dengan pelukan dari Mayang.

"Mayang, ya Gusti, kowe mulih," ucap sang kakak yang juga amat sangat merindukan adik tercintanya itu. ("mayang, Ya Tuhan, Kamu pulang,")

Sore itu, adalah sore yang begitu membahagiakan bagi Mayang. Anak bungsu dari dua bersaudara itu, berkunjung kembali ke kampung halaman yang sangat di rindukan.

......

Kampus tempat Mayang kuliah, libur semester sekitar kurang lebih 1 bulan lamanya. Selama liburan, Mayang memutuskan untuk berada di kampung saja. Karena, bisa jadi hanya akan sekali saja dalam setahun ia bisa kembali ke kampung halaman.

Hal ini di karenakan, bukan hanya karena jarak dari kota tempat Mayang melanjutkan pendidikan ke kampung halaman yang sangat jauh, tetapi juga karena kondisi daerah yang di lalui tidak terbilang aman.

Jalanan yang harus di lewati, menembus hutan nan sepi. Terkadang, terjadi penjarahan di tengah jalan. Ancaman lainnya, bentrok dari antar desa yang di lalui, bisa mengancam keselamatan. Begitu juga perang dari organisasi masyarakat yang tak bisa di duga-duga kapan datangnya.

Mayang, hanya seorang gadis biasa. Tidak bisa di jamin keselamatannya, jika ia pulang ke desa seorang diri. Karena itu, pulang pun ke desa, cukup sulit baginya.

Kali ini pun, ia bisa kembali ke desa karena ikut bersama bude (kakak dari ibu) nya. Hal ini dikarenakan sepupu mayang akan melepas masa lajang. Sehingga bude Fatimah datang ke kampung sebelah, tempat acara akan berlangsung. Dan Mayang memiliki teman untuk pulang.

Siang itu, saat tengah menyibukkan diri dengan membersihkan rumah, terdengar suara mobil pick up milik sang kakak telah tiba dari pasar mingguan. "Aargghh! Kesal aku!" Seru Lakso menghampiri sang ayah yang tengah duduk di kursi teras.

Lakso melempar dengan kesal handuk yang tadinya bertengger di lehernya, ke kursi, kemudian duduk dan berdecak lidah.

"Ono opo?" Tanya Tejo, sang ayah, mengernyitkan dahinya menatap heran sang putra yang tampak kesal.

Sementara itu, mayang memberhentikan sapuannya sejenak, ikut duduk sambil memakan pisang goreng, dan menatap kakaknya heran.

"kulo dicegat kalih preman-preman ingkang mboten sopan, pak! (aku dicegat sama preman-preman yang tidak sopan itu,pak!)" Serunya dengan logat jawa yang begitu kental. "niki pak, di persani mawon, untungipun le sade beras dados sudo (ini pak, keuntungan jual beras kita jadi berkurang. mereka mengancamku, agar aku memberi mereka uang)" Ucap Lakso marah-marah akan keadaan yang ia hadapi.

"terus, kowe piye? (lalu, Apa yang kau lakukan?)" Tanya Tejo, ayah Mayang. Kaki tejo yang semula terlipat di atas kursi, kini turun menyentuh lantai.

"Ya, tak ke'i. Ketimbang sirahku di gorok, (ya, aku berikan. dari pada kepalaku di penggal,)" balas Lakso pasrah.

Tejo menggelengkan kepalanya jengah. Ia benar-benar tak suka dengan berita ini. "napo kowe ora nyebut jenenge komandan Angkasa? ngomong ae, kowe sedulure Angkasa, iku preman-preman mesti mlayu kabeh! (kenapa kau tidak menyebut nama komandan angkasa? katakan saja, kau saudaranya angkasa, itu preman-preman pasti takut semua!)" Ucap Tejo.

Lakso lantas melengos sembari mengacak rambutnya frustasi. "Aku ora kelingan, pak. aku wes wedi banget. ora sempat mikir. (aku tidak ingat, pak. aku sangat takut. tidak sempat berpikir.)" Balas lakso.

Mayang yang mendengar di buat bertanya-tanya. "Ngendi, mas, ketemu karo preman?" Tanya Mayang penasaran.

"Iku," potong sang ayah. "..di simpang perteloan (pertigaan) mau ke desa, iku anak kampung sebelah suka malak. Minta-minta duit orang, mau beli narkoba. Kalau otak sudah ndak waras begitu, memang susah. ora nduweni wedi (tidak ada lagi takutnya.)" Jelas sang ayah yang cukup jengah dengan hal tersebut.

Mayang mengangguk paham. Ia pun sepemikiran dengan sang ayah. Jika barang haram itu sudah menguasai, memang, membuat pikiran jadi kacau. Ketakutan dan keseganan pun tidak ada lagi.

"Terus, Angkasa iku sopo?" Tanya mayang penasaran. "..aku ndak ingat kita punya saudara jenenge Angkasa."

Tejo langsung mengangkat telunjuknya dengan mantap. "krungu, komandan Angkasa iku wong hebat. Deweke komandan nang markas. ming krungu jenenge we kabeh uwong sak kecamatan we wedi. (dengar, komandan angkasa itu orang hebat. dia komandan di markas. hanya mendengar namanya saja, semua orang di kecamatan ini takut semua.)" Jelas sang ayah.

"Iku, preman-preman mental tempe di simpang sana, dengar jenenge saja langsung pada kabur. Wedi iku semua di tendang karo dewe, masuk ke mobilnya. Karo wis masuk, besok iku wong udah lenyap. Ora ketok maneh (tidak kelihatan lagi)." Tambah tejo membuat Mayang dan Lakso mendengar dengan serius cerita sang ayah.

"Iki, anak kampung sebelah, sing sering nyolong ke kebun-kebun penduduk, bapak lihat sendiri, di tarik karo komandan Angkasa. Sampai detik iki, bapak ndak pernah lagi lihat wujude iku anak." Cerita Lakso dengan mantap. Menceritakan pengalamannya yang melihat langsung bagaimana kehebatan dan kekuasaan seorang Angkasa.

"Makane, nek ono sek ganggu kowe, sebut wae jenenge komandan Angkasa. (makanya, jika ada yang mengganggumu, langsung saja sebut nama komandan Angkasa.) Iku, dari preman cilik sampai preman paling tengik, pasti langsung wess."

Dengan polos, mayang menganggukkan kepalanya. Nama orang besar seperti itu, pasti langsung cepat tersiar ke seluruh desa. Dan pasti, semua preman sudah gentar jika hanya mendengar namanya.

Mayang mulai membayangkan bagaimana sosok Angkasa itu. Pria paruh baya yang tegas, tegap, tinggi, menggunakan seragam loreng, berkumis tipis, dengan kulit kriput halus yang samar.

Mungkin, suatu saat nanti, Mayang bisa melihat sosok hebat itu. Tapi... seketika mayang menggelengkan kepalanya. Mayang bergidik ngeri membayangkan, jika ia bertemu dengan komandan Angkasa, lalu kerah bajunya ditarik dan diseret, dan ia dimasukkan ke dalam mobil.

Lalu.. lalu.. Mayang akan hilang selamanya?

Tidak! Sehebat apapun orang itu, cukup Mayang hanya mengenal namanya. Mayang tak apa tak mengenal sosoknya. Yang penting, tak ikut di paksa masuk ke dalam mobilnya. Itu mengerikan. Itu, seperti jalan masuk ke neraka yang menyeramkan.

......
Tolong jangan tertawakan akuuu 😭😭 lebih baik kasih komentar di kata yang NGGAK NYAMBUNG 😂😂

Btw, beda ora karo ndak iku opo?

Ora : tidak/jangan
Ndak : tidak

Bener ndak?

Ojo lali vote dan komen yoo..
Please.. kasih masukan..
Matur suwun

AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang