[2]

8.7K 1.2K 189
                                    

Seokjin menahan diri sekuat tenaga untuk tidak memutar bola mata saat menatap putra Duke Kim, Namjoon namanya. Laki-laki yang duduk di hadapannya ini benar-benar seperti yang ada dalam bayangan Seokjin—kaku, kaku, dan sangat kaku. Seokjin sudah melempar senyum dua kali tapi laki-laki itu hanya menatapnya dengan pandangan datar. Sialan.

Untung saja pramusaji datang memecah keheningan—demi tuhan, sejak duduk di kursi ini Seokjin hanya tersenyum dan tersenyum. Laki-laki itu hanya mempersilahkan Seokjin untuk memilih kudapan. Sisanya, mereka saling berlomba sunyi.

Saat pramusaji itu pergi, Seokjin-lah yang lebih dulu membuka pembicaraan. "Katakan kenapa dari sekian banyak keluarga terpandang di ibukota, kau memilihku?"

Seokjin tahu tengkuknya terasa dingin saat Namjoon menatapnya lekat. Aura dominan laki-laki ini begitu kuat—Seokjin sampai merasa terintimidasi olehnya. Seokjin tentu saja tak mengalihkan pandangannya, menunggu jawaban.

"Justru karena terlalu banyak keluarga terpandanglah, aku memilihmu."

Seokjin mendengus, merasa terhina oleh ucapan Namjoon barusan yang seolah-olah secara tidak langsung mengatakan kalau status keluarga Baron Kim tidak termasuk ke dalam kategori 'terpandang'. Benar sih, tapi rasanya menjengkelkan kalau didengar dari mulut orang yang baru pertama kali kau temui.

"Mereka semua sama. Mengincar kedudukan sebagai duchess Kim. Menempel seperti lintah. Menghisap apa yang ada. Dan aku tidak suka itu."

Seokjin mengernyit. "Lalu apa bedanya aku dengan mereka? Bukankah keluargaku juga akan mendapatkan keuntungan dari pertunangan ini?"

Laki-laki yang sama sekali tidak menyentuh apa yang ia pesan itu tersenyum miring. "Tidak. Kau berbeda dari mereka."

Namjoon yang sedari tadi menyandarkan punggungnya di sandaran kursi kini mencondongkan tubuh dengan kedua tangan terjalin di bawah dagu.

"Aku tidak bisa sembarangan membuang mereka, karena keluarga mereka punya koneksi yang kuat. Sedangkan kau, sedikit saja membangkang dariku... yah, kau tahu apa akibatnya."

Tangan Seokjin yang berada di bawah meja terkepal kuat. Laki-laki gila di hadapannya ini... wah, benar-benar. Dan dia pikir Seokjin akan diam saja setelah mendapatkan penghinaan ini? Tidak. Tentu saja.

Bahkan sebelum Namjoon sempat menyandarkan kembali punggungnya, isi gelas Seokjin yang belum tersesap melayang dan mendarat di wajah dan sebagian pakaian Namjoon. Terdengar suara orang-orang tersikap, lalu hening dengan semua mata tertuju pada keduanya.

Seokjin meletakkan kembali gelasnya dengan sedikit hentakan—membuat suara gaduh hasil tabrakan gelas keramik dengan meja kayu. Untung saja minuman yang Seokjin pesan bukanlah teh atau kopi panas. Kalau tidak, mungkin sebagian wajah Namjoon akan memerah besok hari.

Harusnya kau bersyukur karena aku hanya memesan minuman manis dingin.

"Apa ini pertama kalinya seseorang menyirammu dengan minuman di hari pertama bertemu? Kalau begitu aku merasa tersanjung, Kim Namjoon-ssi."

Seokjin memberikan gestur hormat dengan membungkukkan sedikit tubuhnya. Tapi tentu orang yang melihat tahu kalau yang barusan adalah ejekan. Seokjin melangkahkan kaki hendak meninggalkan meja saat Namjoon dengan suara tenang kembali berujar.

"Kau pikir keluargamu akan baik-baik saja setelah ini?"

___

___

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
RED TATTOO | NamJinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang