[12]

8.1K 958 283
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

"Bedebah!"

"Anak kurang ajar!"

"Wajahmu saja membuatku kesal!"

"Kau tidak boleh makan selama tiga hari!"

Luka lebam di sekujur tubuh. Perut yang lapar. Leher yang tercekik. Air mata yang kering. Seokjin kecil tidak tahu kalau dunia bisa sekejam ini padanya. Seokjin kecil tidak mengerti apa yang menyebabkan ibunya selalu berusaha menganiaya dirinya. Seokjin kecil benar-benar tidak mengerti. Ia hanya bisa meringkuk di sudut dapur yang dingin, memakan sisa-sisa makanan ibu kandungnya, dan terlelap di sana.

Kata orang, darah lebih kental dari pada air. Ada ikatan yang tak terputus di dalam darah tersebut. Tapi apakah mungkin, orang yang menyebut dirinya sebagai "ibu" itu tega menjual anaknya? Kemudian anak tersebut dipekerjakan paksa padahal umurnya masih belia? Wanita itu memperlakukan anak yang ia kandung seperti samsak saat ia marah dan meluapkan emosinya, dan juga seperti barang saat uangnya untuk mabuk-mabukan habis.

Seokjin kecil butuh diselamatkan. Ia tidak ingin terus dipaksa bekerja di penambangan ilegal dan berakhir tak bernyawa seperti teman-temannya. Atau jatuh ke dalam lubah tak berdasar saat tak hati-hati. Atau bahkan terjebak di dalam tanah tanpa perlu diselamatkan.

Menggunakan sisa-sisa tenaganya yang tak berarti, Seokjin kecil pergi berlari menyelamatkan dirinya. Ia meninggalkan teman-teman seumurannya di sana. Ia meninggalkan kenangan pahitnya di sana. Melupakan, dan tak akan pernah sudi untuk mengingat kembali. Kaki kecilnya jauh melangkah menapaki jalan, hingga saat ia berada di titik lelahnya, Seokjin tiba di kota sebelah.

Sekujur tubuhnya ngilu. Tangan kecil yang tak bertenaga itu kian lebam karena selalu dipaksa membawa barang-barang berat. Perutnya yang selalu lapar tak pernah tersentuh sup hangat. Menyeret kaki ke sana ke mari, kehidupan di luar sana ternyata tak semenyenangkan yang Seokjin kira.

Orang-orang menatapnya iba, tapi hanya sekadar iba. Kalau Seokjin berani mendekat dan meminta sisa makanan, mereka akan berteriak. Kalau ia mencuri satu roti kering yang hampir basi, ia bisa digebuki.

Di detik-detik kepalanya seperti akan menghantam tanah, Seokjin berharap agar ia tak pernah dilahirkan saja.

___

"Kondisinya benar-benar menyedihkan, Tuan. Sepertinya ia dipaksa bekerja sepanjang waktu dengan perut lapar. Dan melihat lebam di punggungnya, ia pasti juga dipukuli."

Sayup-sayup telinga Seokjin mendengar suara orang berbicara. Disusul oleh pertanyaan oleh seorang wanita. Susah payah Seokjin membuka kelopak matanya yang berat, dan menggerakkan tangannya yang terasa kebas.

"Ah, dia sudah sadar."

Saat membuka matanya, Seokjin menemukan tiga orang yang menatapnya penuh harap. Satunya seorang dokter yang memeriksa keadaan Seokjin dan dua lainnya adalah sepasang suami istri yang kemudian Seokjin sebut sebagai Ibu dan Ayah. Meski mereka tak berikatan darah, kasih sayang mereka terlihat lebih nyata dari yang pernah Seokjin terima.

RED TATTOO | NamJinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang