Seokjin adalah anak tunggal yang dibesarkan di sebuah keluarga bangsawan kecil di pinggir ibukota. Hidupnya sederhana—membantu mengelola bisnis kecil keluarga di sebuah toko pakaian. Bergaul dengan teman sebaya seadanya, dan tidak pernah melakukan debutante—yang mana hanya dilakukan oleh bangsawan kalangan atas.
Tujuannya masih sama sejak ia remaja—membantu perekonomian keluarga, menikah dengan seorang gadis manis baik hati, dan menjaga nama baik keluarga. Tak pernah ada dalam benaknya kalau ia akan berkecimpung ke dalam kehidupan percintaan yang pelik—dan juga aroma politik yang pekat.
Sebuah surat dengan perekat lilin berstempel lambang keluarga Duke Kim datang ke rumah sederhana mereka. Pasangan Baron Kim yang menerima surat itu tentu saja kalang kabut dibuatnya. Mereka ketakutan, lantaran takut kalau telah melakukan sesuatu yang salah di mata keluarga Duke Kim yang terhormat, tapi apa kesalahan mereka?
Keluarga bangsawan kecil seperti mereka—yang hanya berstatus Baron—akan sangat mudah lenyap kalau ada keluarga lain yang berkuasa berusaha menjegal. Terlebih, ini Duke Kim. Siapa yang tidak kenal keluarga termasyhur di negeri ini, setelah keluarga kerajaan? Seejin—ibu Seokjin—bahkan membuka surat itu dengan jemari yang bergetar, sedang Seohan meremas bahu sang istri dengan gugup.
Benar-benar di luar dugaan, surat mewah yang datang adalah lamaran untuk putra tunggal mereka, Kim Seokjin.
___
"Kita tidak pernah berhubungan dengan keluarga bangsawan kalangan atas, jadi kenapa harus kita menyetujui perjodohan ini? Kita tidak berhutang apapun pada mereka!"
Sudah dua hari ini pasangan Barom Kim itu membujuk anaknya untuk mengiyakan surat perjodohan yang datang ke kediaman mereka. Tentu saja Seokjin menolak keras. Baginya, bangsawan kalangan atas tidak lebih dari sekumpulan manusia yang hanya tahu cara bersenang-senang dan menginjak rakyat kalangan bawah. Meski Seokjin juga bangsawan, tapi ia menolak untuk diakui sama seperti bangsawan yang tamak itu.
Seejin dan Seohan saling berpandangan untuk sesaat. Entah apa yang mereka bicarakan melalui tatapan mata, pada akhirnya Seohan mengangguk.
"Ada sesuatu yang harus kau ketahui, Seokjin-ah."
Seokjin mengeraskan rahangnya, bersiap untuk kembali menolak—dan berusaha untuk tidak menyinggung perasaan mereka.
"Toko pakaian kita... akan bangkrut." Seokjin mengerutkan dahinya, "Apa maksudmu, ibu? Toko pakaian kita baik-baik saja. Pelanggannya masih tetap ada walau tidak banyak."
Seejin menggeleng, "Pakaian yang baru kita pesan bulan lalu... semuanya habis terbakar saat pengiriman melalui kapal barang. Untungnya tidak ada awak kapal dan karyawan kita yang menjadi korban. Tapi Seokjin-ah, kita menjadi berhutang pada penyuplai. Dan hutang itu tidak akan tertutupi meski kita menjual toko dan rumah kita ini."
Dalam duduknya, Seokjin mematung. Padahal bisnis kecil keluarganya baik-baik saja. Meski pelanggan mereka banyak yang pergi karena ada butik lain yang baru di buka di ibukota, tapi tetap saja pelanggan mereka lebih dari cukup untuk bisa membiayai hidup mereka sehari-hari.
"Karena itu, Ibu mohon Seokjin-ah. Bertunanganlah dengan Putra Duke Kim. Mereka berjanji akan membantu bisnis kita jika kau setuju untuk menjadi tunangannya."
___
Ada banyak alasan kenapa Seokjin menentang pertunangan sepihak dengan putra tunggal keluarga Duke Kim ini. Pertama, dia hampir tidak pernah melihat wajah tunggal putra Duke Kim yang terkenal suka menyendiri—pun Seokjin tidak berada di pergaulan bangsawan kelas atas.
Kedua, keluarga Duke Kim terkenal sangat ketat dalam menjalani bisnis. Tidak sembarang orang bisa bekerja sama dengan keluarga mereka, yang membuat Seokjin mengerutkan dahi kenapa mereka malah menawarkan kerjasama dengan keluarga Baron yang miskin ini?
Ketiga yang tak kalah penting, meski Seokjin tidak melakukan debutante, tapi hampir semua orang di ibukota tahu kalau Putra Duke Kim itu tidak pernah menjalin hubungan khusus dengan siapapun. Selain penyendiri, kuno pula. Seokjin bergidik kalau harus membayangkan akan bertunangan dengan pria kaku yang hanya tahu memakan dokumen bisnis itu.
Ada alasan remeh lain yang membuat Seokjin menentang keras, tapi saat ini melihat wajah Ibunya hampir menangis karena putus asa, Seokjin jadi terenyuh. Ibunya bilang, ia adalah harapan terakhir untuk menolong bisnis keluarga. Bagaimana mungkin Seokjin bisa menyakiti hati ibunya?
"Mereka hanya mengajukan pertunangan, Seokjin-ah. Kau hanya perlu bertahan beberapa bulan sampai kita bisa berdiri di kaki sendiri lagi. Setelah itu, aku sendiri yang melakukan negosiasi untuk membatalkan pertunanganmu." Kalimat ayahnya terdengar sangat meyakinkan, pun ibunya yang menggenggam tangan Seokjin hangat. Mana bisa Seokjin menolak?
Pada akhirnya Seokjin setuju. Dan pertemuan pertama mereka di sebuah toko kudapan terkenal di alun-alun ibukota. Sebelum memasuki toko beraroma manis itu, Seokjin berulang kali meremas ujung pakaiannya—gugup tiba-tiba melanda. Barulah ia melangkahkan kaki—membunyikan lonceng kecil yang terpasang di atas daun pintu—dan mengedarkan pandangan ke dalam ruangan.
Dari surat lanjutan yang datang ke rumah mereka, putra Duke Kim bilang ia sudah memesan tempat duduk di sudut, dekat vas bunga besar, tepat di sebelah dinding kaca. Seokjin menemukannya. Seorang laki-laki bertubuh tegap duduk membelakangi pintu masuk—Seokjin jadi tidak bisa melihat wajahnya.
Sebelum benar-benar melangkahkan kaki, Seokjin mengeluarkan arloji saku—melirik sekilas di dalam kaca angka romawi. Ia datang lima menit lebih awal. Artinya, putra Duke Kim itu mungkin telah menunggu lebih lama dari Seokjin.
Pria yang lebih suka menunggu, gumam Seokjin sambil memasukkan kembali arloji saku dan melangkah mantap ke arah meja yang sudah dipesan.
A/n:
Welkam, Namjinist!
KAMU SEDANG MEMBACA
RED TATTOO | NamJin
Fanfiction[TAMAT] "Kita memang bangsawan miskin yang hampir hancur. Tapi jangan membuat harga diri kita terinjak dengan menjodohkanku dengan keluarga mereka, Ibu."