[15]

7.3K 854 229
                                    

Sejauh yang Seokjin ingat, pinggangnya sudah cukup baik-baik saja untuk bisa menghadiri pembukaan Lustre dengan damai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejauh yang Seokjin ingat, pinggangnya sudah cukup baik-baik saja untuk bisa menghadiri pembukaan Lustre dengan damai. Hanya saja... kalau salah gerak ia bisa mengaduh-aduh sendirian. Seperti sekarang ini.

"Adududuh..."

Seokjin menyentuh sisi kanan pinggangnya, bergumam entah apa sambil membungkuk untuk meraih dokumen yang terjatuh dari meja. Saat ia berhasil meraih dokumen itu dan mengangkat kepala, pandangannya bertemu dengan Namjoon yang berdiri di sisi pintu, ternyata sudah memperhatikannya sedari tadi namun Seokjin tak sadar.

Seokjin tahu dari bibir Namjoon yang sedikit terlipat ke dalam, dan juga bayangan samar di pipinya, laki-laki itu menahan tawa. Sontak saja pikiran itu membuatnya kesal setengah mati. Raut wajahnya langsung berubah—merengut dan menganggap Namjoon tak ada di sana.

Namjoon berdeham, melangkah masuk melewati tengah ruang kerja Seokjin dengan langkah pelan. Tapi Seokjin masih berpura-pura sibuk membaca dokumen. "Apa kita tunda saja pembukaan Lustre?"

Mendengar hal itu, Seokjin langsung menoleh dengan kedua alis yang nyaris menyatu. "Apa? Tidak!"

"Tapi kelihatannya pinggangmu masih sakit?"

Perlahan wajah Seokjin dihiasi warna merah. Kedutan di sudut bibirnya bisa Namjoon lihat—ekspresi khas Seokjin kalau ia sedang menahan malu.

"Memangnya salah siapa sampai aku seperti ini?" Namjoon terkekeh pelan, berhasil menyulut kemarahan lagi dalam dada Seokjin. Dengan santai ia menjawab, "Salahmu sendiri yang minta berulang kali."

"Namjoon!"

Kali ini Namjoon tak dapat menahan gelak tawa. Ia memegangi perutnya yang terasa sakit sementara suara tawa memecah gema di dalam ruangan, bahkan Banryu yang melewati ruang kerja Seokjin sempat berhenti sebentar sebelum kemudian pergi dengan tanda tanya yang tercetak jelas di wajahnya.

"Hei, hei, aku bercanda. Jangan marah."

Seokjin memajukan bibir bawahnya sebagai bentuk protes, masih dengan dahi yang berkerut dan alis yang menukik. Bagi Seokjin, itu adalah marah. Tapi bagi Namjoon, itu adalah hiburan. Lagipula wajah Seokjin itu sama sekali tidak menakutkan di matanya.

"Aku hanya bercanda. Sudah siap semua dokumen yang diperlukan?"

Seokjin mengangguk, masih berusaha mempertahankan wajah marahnya itu sambil menunjuk sebuah dokumen dengan lambang resmi lustre di atas meja. Namjoon meraih dokumen itu dan memegangnya dengan tangan kiri, sementara tangan kanannya terulur pada Seokjin.

"Ayo. Kereta kudanya sudah menunggu di bawah."

Seokjin menghela napas. Tidak ada gunanya juga mendumel pada Namjoon karena kejadian itu. Lagi pula Seokjin hanya uring-uringan karena pinggangnya terasa remuk dan menghambat pekerjaannya—tidak tahu harus melampiaskan rasa sakit ini kepada siapa kalau bukan Namjoon.

RED TATTOO | NamJinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang