[5]

7.9K 1.1K 90
                                    

Ruangan kamar itu... temaram. Gordennya menghalangi bias cahaya matahari yang masuk. Seokjin menarik napas dalam-dalam. Aroma ini... lavender. Ah, Seokjin pernah membaca kalau aroma lavender bisa membantu merileksnya pikiran setelah hari yang panjang. Menjadi seorang pemimpin keluarga besar tentu saja memiliki beban pikiran yang berat. Dan lavender akan membantu di penghujung hari dengan aroma yang menenangkan.

Kaki Seokjin bergerak pelan mendekati ranjang yang tirainya sedikit tersibak. Dari sini ia bisa melihat siluet orang yang terbaring di sana, tampak sangat damai.

"Namjoon, kau kah itu?"

Seokjin tersentak, hampir-hampir memundurkan langkah kakinya. Suara yang berat dan serak itu terdengar sangat lemah dan juga serak, "Namjoon?" Seokjin masih tidak menjawab, hanya tetap berdiri di pijakannya bingung harus melakukan apa.

"Siapa disitu?"

Berusaha mengumpulkan keberanian, Seokjin melangkah mendekati ranjang. Sepasang mata persis seperti milik Namjoon menatapnya lemah—Seokjin yakin ia seperti melihat Namjoon di dalam laki-laki yang terbaring itu. Gurat wajah lelah tak dapat ia sembunyikan. Seokjin belum pernah bertemu dengan Duke Kim sebelumnya, tapi ia bisa melihat kewibawaan yang terkikis penyakit disana. Agung dan terhormat.

Seokjin menundukkan kepalanya—juga membungkuk dalam-dalam. Saat mengangkat kembali tubuhnya pun, Seokjin tak langsung mengangkat kepala—tidak berani, tepatnya.

"Ah, apa kau yang bernama Kim Seokjin?"

Seokjin mengangguk, "Ya, benar Tuan."

Duke Kim terbatuk kuat. Ia menutup mulutnya dengan sepotong kain yang sedari tadi ia genggam. Saat batuk itu mereda dan ia menurunkan tangannya, mata Seokjin membelalak saat melihat sepercik darah di sapu tangan itu.

"Ini sudah biasa. Tidak perlu khawatir."

Seakan bisa membaca raut dan kekhawatiran Seokjin, Duke Kim berujar demikian.

"Bagaimana perkembangan hubunganmu dengan Namjoon?"

Tanpa sadar Seokjin mengepalkan tangannya. "K-kami hanya saling membantu."

Tak pernah Seokjin sangka kalau Duke Kim akan tertawa mendengar jawabannya. Muncul kerutan samar di dahi Seokjin, mempertanyakan kenapa Duke malah tertawa.

"Anak itu... benar benar. Pandai sekali menyembunyikan rahasia."

Rahasia? Rahasia apa?

"Hei, Seokjin-ssi. Bisakah aku mempercayaimu, Nak?"

"Y-ya Tuan?"

Duke Kim menatap langit-langit kamar, seolah menerawang sangat jauh. "Namjoon itu anak yang malang. Dia harus kehilangan ibunya saat masih kecil dan tidak mendapatkan kasih sayang yang cukup dari ayahnya yang sibuk mengurus negara. Mungkin itu sebabnya ia menutup diri dari orang-orang."

"Melihatnya yang tanpa ragu menarikmu kemari, aku yakin Namjoon sangat mempercayaimu, Seokjin-ssi."

Seokjin terdiam, meragukan sedikit kalimat Duke Kim barusan. Namjoon "mengetesnya" di pertemuan pertama mereka. Bukankah itu artinya Namjoon meragukan Seokjin? Jadi dimana letak kepercayaan yang Duke Kim katakan ini?

"Boleh aku genggam tanganmu, Nak?"

Seokjin mengangguk, meraih tangan Duke Kim dan memegangnya lembut. Sehebat apapun Duke Kim, yang ada di hadapannya adalah orang tua lemah. Dari tatapan matanya, Seokjin tahu bukan hanya Namjoon yang kesepian. Duke Kim pun sama, hanya saja dia menutupi rasa sepi itu dengan bekerja lebih keras hingga tanpa sadar mengabaikan anak laki-lakinya.

RED TATTOO | NamJinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang