[28]

7.4K 709 313
                                    

WARNING!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

WARNING!

EXPLICIT SEX SCENE

___

Kehidupan Namjoon sangat monoton. Terlahir di dalam keluarga bangsawan yang berpengaruh besar terhadap keluarga lainnya tentu saja semua langkah hidupnya sudah terarah bahkan sejak ia bisa mengeja nama sendiri. Pagi hari, siang hari, malam dan bahkan keesokan paginya lagi, apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan sudah tertera di dalam daftar 'hal-hal yang sudah sepantasnya seorang bangsawan lakukan'.

Apakah Namjoon benci kehidupannya? Tidak.

Ia menjalani semuanya dengan baik. Mengikuti semua apa yang ayahandanya inginkan. Menjadi anak laki-laki yang patut dibanggakan kemanapun ayahnya melangkah. Menjadi sepupu sekaligus teman terbaik putra mahkota, menjadi laki-laki yang paling diincar sebagai calon suami potensial, dan menjadi musuh yang paling ditakuti.

Namjoon bisa menjadi apa saja. Tapi ia tidak bisa menjadi pembaca pikiran seseorang, terkhususkan suaminya, Kim Seokjin.

"Namjoon, aku mau kita berpisah."

Apa?

Rasa manis kudapan di dalam mulut seketika menjadi hambar. Gerakan rahangnya sontak berhenti. Jantungnya—dalam sekon yang cepat—berhenti berdetak untuk sesaat, lalu otaknya mulai bekerja.

Seokjin kecewa padanya.

Kecewa pada dirinya yang tak bisa melindungi Seokjin.

Seokjin membencinya.

Seokjin akan meninggalkannya.

Hantaman rasa sakit menusuk ke dalam dada Namjoon begitu kuat. Lidah Namjoon kelu, dan ia kehilangan kemampuan untuk mengucapkan sesuatu—atau setidaknya, bertanya "kenapa?" saja tak bisa ia lakukan.

Waktu telah terhenti untuknya.

"Namjoon?"

Tangan Seokjin melambai di depan wajah Namjoon yang mematung. Alis Seokjin tertaut, lalu bibirnya membuka kala menyadari sesuatu.

"Hei, Namjoon, kau dengar aku?"

Namjoon mengerjap dan menggerakkan bola matanya menatap Seokjin dengan pandangan menyedihkan. Ia telan kunyahan tidak sempurna di dalam mulut, mulai menyusun kalimat di dalam kepala.

Sia-sia saja, karena yang keluar dari mulut Namjoon justru, "Kenapa? Kenapa kau meminta berpisah denganku?" Suara parau yang kentara, kepalan tangan di atas meja yang mengeras, Namjoon tahu ia tidak siap untuk ini.

"Apa kau kecewa padaku, Seokjin? Karena aku tidak bisa melindungimu? Aku... aku tidak akan membela diriku sendiri atas kebodohan itu. Aku sungguh menyesalinya, Seokjin. Tapi, kumohon, berikan aku kesempatan untuk memperbaikinya. Biarkan aku meminta maaf padamu, Seokjin. Aku—"

RED TATTOO | NamJinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang