[20]

5.5K 760 166
                                    

Namjoon berpapasan dengan Banryu yang mendorong troli dari arah kamar Seokjin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Namjoon berpapasan dengan Banryu yang mendorong troli dari arah kamar Seokjin. Ia perlu mengambil beberapa berkas penting di ruang kerjanya yang berada tak jauh dari kamar mereka. Karena itulah Namjoon saat ini berada di koridor, beberapa langkah lagi mendekati daun pintu kamarnya dengan Seokjin.

Langkah kaki Namjoon terhenti, begitu juga dengan Banryu yang menunduk ke arahnya. Namjoon melirik isi troli yang masih penuh. Bahkan sup daging dan nasi hangat yang juga ia santap seorang diri di meja makan tadi pagi terlihat tidak berkurang sesendok pun. Rahangnya mengeras, tahu kalau Seokjin di dalam kamar sana menolak untuk mengisi perut.

"Sejak kapan ia tidak mau makan?"

Banryu menjawab dengan nada ragu, "Sejak tiga hari yang lalu, Tuan Seokjin nyaris tidak memakan apapun, Tuan. Beliau hanya meminum sedikit air putih, selebihnya yang ia lakukan hanya bergelung di balik selimut. Menolak untuk berbicara dengan pelayan yang datang."

Rahang Namjoon bergerak pelan, berucap dengan tenang, "Ganti dengan bubur hangat, biarkan aku yang mengantarkannya ke dalam."

Banryu mengangguk, lalu bergegas berlalu untuk segera melaksanakan perintah Namjoon. Ia sendiri juga merasa sangat kasihan pada kondisi Seokjin yang terlihat lemah. Terlepas apapun yang sedang terjadi di antara keduanya, Banryu pikir alangkah baiknya agar Seokjin mengisi perut.

Saat ia kembali dengan troli yang telah diganti dengan bubur hangat, Namjoon ada di dekat pintu, bersandar di dinding dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Ia menegakkan tubuhnya dan mengangguk kecil, mengambil alih troli dari tangan Banryu dan mengusir kepala pelayannya itu secara halus—yang segera pergi setelah membungkuk hormat.

Namjoon perlahan membuka pintu kamar dan mendorong troli masuk, setelahnya ia tutup pintu dengan perlahan agar tidak menimbulkan suara.

Sudah tiga hari.

Tiga hari tanpa sapaan, tanpa senyuman, dan tanpa sentuhan. Namjoon menggila di ruang kerjanya karena mendapat gelar Duke tidaklah semudah yang ia bayangkan. Kendati ia sudah dipersiapkan sejak kecil untuk memikul beban ini, ternyata pekerjaan yang menumpuk sejak Duke terdahulu meninggal seolah tak habis-habis.

Bukan Namjoon tak ingin bertemu Seokjin. Ia ingin, teramat ingin. Namun mengingat pembicaraan terakhir mereka dan juga air mata Seokjin, Namjoon yakin kalau mereka bertemu dan memaksakan sebuah percakapan, yang terjadi hanyalah sama. Seokjin butuh waktu untuk menyendiri—begitu yang Namjoon pikir. Tak pernah ia bayangkan Seokjin akan mogok makan selama tiga hari.

Namjoon menghela napas. Dipandanginya keadaan kamar yang gelap karena semua tirai jendela tertutup rapat. Seokjin, suaminya, ada di sana. Menutup seluruh tubuh hingga batas leher dengan selimut dan berbaring menyamping membelakangi daun pintu. Saat Namjoon mendekat sambil mendorong troli, kaki Seokjin di balik selimut bergerak menekuk ke perut, lalu ia bergumam pelan, "Aku tidak mau makan, Banryu. Sudah kukatakan berulang kali."

RED TATTOO | NamJinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang