[25]

5.2K 771 110
                                    

Nah gitu dong, nge-gas vote nya :D

(Semoga awet nge-gasnya sampe ending, hihi)

Anyway, terima kasih dan selamat membaca ^^

.

Seokjin mengira setelah Namjoon tahu kalau ia bukanlah anak kandung pasangan Baron Kim, maka suaminya itu akan menjauh dari bersikap dingin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seokjin mengira setelah Namjoon tahu kalau ia bukanlah anak kandung pasangan Baron Kim, maka suaminya itu akan menjauh dari bersikap dingin. Terlahir dari garis keturunan keluarga kerajaan yang begitu dekat, dengan segala kemuliaan, kemakmuran dan kedudukan tinggi sudah tentu harusnya Namjoon mendapatkan pasangan yang setara dengannya, bukan seorang rakyat jelata yang diasuh oleh pasangan bangsawan miskin yang hanya tinggal gelar seperti dirinya, pikir Seokjin.

Namun di sinilah mereka berada, di dalam kereta kuda yang belum berhenti bergerak sejak setengah hari yang lalu. Pagi hari saat Seokjin terbangun dalam balutan selimut tanpa pakaian, Namjoon duduk di tepi ranjang. Ia sudah berpakaian rapi dan senyum cerah di wajah, "Bangun, sayang. Kita akan pergi ke suatu tempat yang jauh hari ini."

Bagai orang linglung, Seokjin mengikuti semua arahan pelayan mulai dimandikan dengan wewangian paling segar, dipakaikan pakaian yang nyaman untuk berpergian, bahkan saat naik ke kereta kuda yang telah disiapkan pun, tak ada yang perlu Seokjin bawa sebab semuanya telah tertata rapi di kereta barang.

Berkali-kali pun Seokjin bertanya pada Namjoon, "Kita akan kemana? Kau tidak bekerja? Lustre bagaimana?" Namjoon hanya menjawab, "Ke suatu tempat yang indah, Seokjin. Kau tidak perlu mengkhawatirkan apapun, karena semua dalam keadaan aman."

Diberikan jawaban seperti itu, Seokjin semakin dibuat penasaran. Ia berulang kali mengintip dari jendela kereta dan hanya menemukan pepohonan lebat sejauh apapun matanya memandang. Segera setelah kereta kuda meninggalkan perbatasan ibu kota, mereka berbelok ke jalan yang tidak pernah Seokjin ketahui, dan mungkin memang bukan jalanan yang umum untuk dilewati orang-orang.

"Apa kau lapar?"

Seokjin menoleh dari hamparan padang rumput yang sedang mereka lewati. Ia menggeleng, menyentuh perut, lalu mengangguk. Namjoon tertawa dibuatnya. "Sebentar lagi kita akan sampai, dan akan ada banyak makanan enak di sana menantimu."

Seokjin mengerucutkan bibir, "Aku bahkan tidak tahu kau sedang menculikku kemana, Namjoon. Oh, atau ini permainan culik-menculikmu setelah dulu kau memasukkan obat tidur ke dalam teh yang aku minum?"

Kereta kuda bergoyang agak kuat ketika salah satu ban-nya menginjak bebatuan besar. Oleh karena itu, Seokjin hampir tersungkur ke depan—ke pangkuan Namjoon, kalau saja Namjoon tidak cepat menahan bahu Seokjin. Seokjin menghela napas, memindahkan duduknya yang sedari tadi berhadapan dengan Namjoon kini berada di samping lelaki itu, menyandarkan kepalanya di bahu sang suami.

"Aku tidak sedang menculikmu, Seokjin. Kau sendiri yang bersiap-siap secara sukarela untuk naik ke kereta kuda ini."

Berdecak, Seokjin menegakkan kepala menatap kedua mata Namjoon. "Sekarang cepat katakan kita akan pergi ke mana," desaknya dengan wajah kesal bercampur penasaran. Dan Namjoon lebih senang untuk membuat Seokjin jauh merasa kesal dengan jawaban singkat, "Rahasia."

RED TATTOO | NamJinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang