[TAMAT]
"Kita memang bangsawan miskin yang hampir hancur. Tapi jangan membuat harga diri kita terinjak dengan menjodohkanku dengan keluarga mereka, Ibu."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Apa yang kau lakukan selama dua hari ini?"
Namjoon dan Seokjin berjalan beriringan di taman belakang mansion. Sebenarnya Seokjin ragu ini satu-satunya "taman belakang" sebab ada banyak sekali taman di halaman belakang yang sangat luas ini. Sungguh, sangat menakjubkan. Seokjin sudah melihat hamparan taman dari jendela kamar dan sangat ingin berjalan-jalan di sana tapi urung untuk turun karena ia masih segan berada di rumah orang lain.
"Aku? Tidak ada bedanya dengan kuda-kuda yang kau simpan di kandang. Makan, tidur, melongo."
Namjoon tertawa mendengar jawaban Seokjin. "Aku tidak pernah menganggapmu seperti kuda."
Seokjin menghentikan langkah, menatap Namjoon tajam, "Kau memang tidak. Aku yang mengatakannya sendiri, jadi aku tidak sakit hati."
"Oke, baiklah."
Mereka berjalan lagi dengan senyum terpatri di wajah masing-masing—menahan tawa akan kebodohan yang barusan terjadi. Seokjin memandangi hamparan bunga yang berwarna warni di depannya, merasa sangat senang karena sudah dua hari benar-benar seperti dikurung—padahal Namjoon tidak melakukannya.
"Kau tahu? Aku tidak akan melarangmu menggunakan kuda yang ada di kandang. Atau kalau kau mau kendaraan yang lebih nyaman, kereta kuda juga boleh kau gunakan sesuka hatimu. Aku tidak akan melarang."
Itu adalah kalimat tidak langsung yang artinya kira-kira seperti ini; "Aku tidak melarangmu berpergian kemanapun, bahkan walau itu kendaraan milikku."
Seokjin sampai tersenyum dibuatnya. "Aku ingin kau merasa diterima di rumah ini, jangan mengasingkan dirimu sendiri, oke?"
Seokjin mengulum senyum, mengangguk kecil. Tak lama, mereka sampai di tengah-tengah taman—dan yang mengejutkan Seokjin, ada satu set meja untuk pesta teh. Di atas meja itu, sudah tersedia kudapan manis dan juga aroma teh yang kental.
Seokjin memalingkan wajahnya menatap Namjoon, "Kau yang menyiapkannya?"
Namjoon mengangguk dengan senyum tipis, merasa sangat senang karena binar mata Seokjin terlihat antusias. Tak ada ruginya ia memanggil kepala pelayan yang menyuruh mereka menyiapkan pesta teh yang hangat di tengah taman bunga. Lagipula cuaca sedang bagus-bagusnya sore hari ini. Bukan hanya dirinya, Seokjin yang tidak melakukan apa-apa juga butuh udara segar, bukan?
"Untung saja kudapan yang disediakan oleh pelayan cocok untuk tenggorokan yang sedang sakit. Hanya saja, mungkin teh nya yang tidak cocok untukmu. Sebentar, biar kupanggilkan pelayan untuk menggantinya."
Namjoon langsung berbalik, berbicara dengan seorang pelayan yang sebenarnya sejak mereka berjalan di taman, pelayan itu mengikuti di belakang dengan jarak yang cukup jauh. Setelahnya, Namjoon kembali dan langsung meraih tangan Seokjin.
"Ayo, sembari menunggu teh herbalnya datang, kita menikmati kudapan manis dulu."
Seokjin memandangi tangannya yang digenggam erat oleh Namjoon. Rasa hangat dari telapak tangan Namjoon bahkan sampai terasa ke permukaan wajahnya yang kini merona.