Epilog

6.6K 567 62
                                        

"Kau yakin ingin menghapus tato-mu, Seokjin?"

Seokjin—yang duduk di depan cermin besar mengangkat kepala, menatap Namjoon dari pantulan cermin yang menampilkan wajah cemas. Sejak mengutarakan keinginan untuk menghapus tato di punggung kanan atas, Namjoon sudah bertanya hal yang sama lebih dari dua puluh kali—terdengar berlebihan, tapi memang benar adanya.

Suaminya itu tampak sangat khawatir karena penghapusan tato akan lebih menyakitkan dari pada saat membuatnya. Membayangkan kulit Seokjin ditimpa dengan besi yang dipanaskan saja membuat Namjoon kalang kabut.

"Apa aku batalkan saja, ya?"

Namjoon tanpa berpikir dua kali lebih lama, langsung menjawab spontan. "Ya! Batalkan saja. Aku tidak mau melihat kau terluka, Seokjin. Demi tuhan, tato di punggungmu seksi!"

Sadar berucap terlalu berlebihan, Namjoon mengatupkan mulut, memperhatikan perubahan raut wajah Seokjin di pantulan cermin yang mulai memerah. Bahkan telinganya juga sama—menggemaskan.

"Maksudku, bagus, tatonya, iya."

Mendengkus geli, Seokjin tertawa. Tujuan awal dia ingin menghapus tato mawar merah di punggungnya adalah agar tidak ada orang lain di masa depan yang bisa menyangkut pautkannya pada organisasi tertentu—lebih-lebih pada organisasi yang beridentitas tato berwarna merah di tubuh anggotanya.

"Tapi aku bersungguh-sungguh, Seokjin. Tidak akan kubiarkan bedebah manapun mengambil keuntungan dari tato di punggungmu. Jauh sebelum mereka bisa mengusik, aku akan—" membunuh mereka semua.

"—akan mengusir mereka. Percayalah padaku."

Sesungguhnya Namjoon tidak bercanda untuk kalimat yang ia ucapkan di dalam hati. Siapapun yang berani mengusiknya, akan mendapatkan balasan yang jauh lebih mengerikan. Namjoon akan membuat siapapun yang berniat buruk untuk memikirkan kembali balasan apa yang akan mereka dapat sebelum berani melancarkan serangan dalam bentuk apapun.

"Aku tidak akan membiarkanmu menderita, Seokjin. Aku tidak berkata bohong. Tato di punggungmu sangat indah. Benar-benar sangat indah dan cocok untukmu. Aku tidak akan bosan mengucapkannya berkali-kali, berapa pun kau ingin."

Namjoon yang berdiri tepat di belakang Seokjin menyentuh pundak sang kekasih, meremasnya pelan masih dengan tatapan yang terkunci dari pantulan cermin.

Seokjin menyentuh tangan Namjoon di pundaknya, tersenyum begitu lembut.

"Kalau begitu, bagaimana kalau kita ke ruang kerjamu, Namjoon?"

Seokjin berdiri, berbalik dan melangkah mendekati Namjoon dengan begitu pelan. Sebelah alis Namjoon terangkat, namun ia mengerti apa yang Seokjin inginkan setelah laki-laki bermata indah itu mengelus bahu Namjoon dan turun ke dadanya dengan begitu sensual.

"Ruang kecil di balik ruang kerjamu..." Seokjin mendekatkan wajah, berbisik dengan begitu pelan dan lamat masih dengan tangan nakal yang begerilya di dada Namjoon, "Apa masih bisa kita gunakan?"

Tatapan sayu yang indah, bibir penuh yang terlihat basah, aroma manis yang memabukkan, suara menggoda yang memikat, dan juga tubuh yang kian merapat.

Namjoon bisa menunda semua pertemuan penting yang sudah terjadwal hanya untuk melayani permintaan suaminya. Permintaan yang sejujurnya berhasil membuat ia hampir gila saat ini juga.

"Tentu bisa, Seokjin. Berapa lama pun yang kau inginkan untuk membaca dokumen penting, tidak akan ada yang berani mengetuk pintu ruang kerjaku."

___

Waktu adalah kunci dari segala kunci.

Waktu yang membuat Seokjin sepenuhnya mencintai dan percaya pada Namjoon, menyembuhkan luka di tubuh dan hati Seokjin, dan waktu pula yang akhirnya mempertemukan Seokjin dengan ibu kandungnya.

RED TATTOO | NamJinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang