Shafa telah berada di taman kota. Waktu menunjukkan pukul empat. Ia akui, ia tidak bisa menolak permintaan Raihan. Ia tidak bisa membohongi hatinya.
Setelah sholat di masjid dekat taman kota, ia memesan bakso di pinggir taman. Ia menatap sendu ke arah beberapa orang pengemis di pinggir jalan. Ia berpikir mungkin saja nasibnya akan seperti mereka jika pamannya tidak merawatnya.
"Makasih mbak." Shafa menerima bakso pesanannya. Ia mulai memakan bakso tersebut dengan lahap. Tak peduli apa yang akan ia katakan nanti saat Raihan bertanya.
"Gak asik banget, makan gak nunggin orang." celetuk Raihan yang tiba-tiba telah berada di samping Shafa.
Shafa menyembunyikan keterkejutannya dengan meminum es yang telah ia pesan. Ia tak menanggapi perkataan Raihan.
"Fa, aku lagi ngomong sama kamu."
"Iya-iya, tuh makan dulu." ucap Shafa sambil melirik ke arah bakso yang ia pesankan untuk Raihan.
Setelah makan, mereka berdua duduk di bangku taman kota. Shafa yang sedari tadi diam dengan memandangi anak kecil yang berlarian di depannya dan tak ingin mengawali topik pembicaraan.
"Fa, sebenarnya kamu kenapa sih? Aku ada salah ya sama kamu? Jangan diemin aku kaya gini." ucap Raihan dengan menatap lurus ke manik mata Shafa.
"Gak, ka--kamu gak salah kok," Shafa menunduk, hati nya kembali berdenyut mengingat kejadian kemarin.
"Fa, kalo aku ada salah sama kamu, kamu bilang aja."
Ia melihat Shafa yang menunduk. Ia meraih tubuh gadis tersebut dan bermaksud ingin memeluknya namun Shafa menepis lengan Raihan.
"Kalo kamu diem kaya gini, aku juga gak tau permasalahannya apa." Raihan masih mencoba untuk tetap sabar.
Shafa mulai memberanikan dirinya untuk menatap Raihan.
"Ke--kemarin, aku liat kamu sama Nazwa di perpus."
Raihan memutar otaknya lalu membulatkan matanya. Apakah Shafa melihat ia memeluk Nazwa?
"A--aku, kemarin itu. Aish, kamu cuma salah faham Fa." jawab Raihan dengan menggeram frustasi.
"Gapapa kok, gak usah kamu pikirin." ucap Shafa dengan mencoba tersenyum.
"Fa, maaf.. bukan maksut aku mau mempermainkan perasaan kamu."
Shafa memilih diam dan menatap Raihan dengan dalam.
"Tolong kamu percaya sama aku, saat ini di hati aku cuma ada kamu." Raihan mencoba meyakinkan Shafa.
"Sebelum berkata, kamu pikirkan dulu baik-baik apa yang kamu katakan. Jangan gegabah, kalau kamu emang masih suka sama Nazwa, aku bisa mundur kok."
Saat ini senyum Shafa berubah menjadi senyum lembut seperti biasa. Ia akan mencoba mengikhlaskan sesuatu yang memang tak mungkin bisa dipaksakan.
"Maafin aku." ucap Raihan dengan lirih.
"Kamu pikirkan lagi, aku siap nunggu keputusan kamu." ucap Shafa lalu pergi meninggalkan Raihan yang diam di sana. Shafa memilih untuk pulang bukan untuk menghindari Raihan, tapi keadaan yang membuatnya harus pulang. Karena cuaca yang mendung, ya mau tak mau ia harus bergegas.
***
Shafa memasuki rumahnya. Dan melihat pamannya yang sedang menonton tayangan film di televisi yang berukuran kecil di depannya. Ilham menoleh dan tersenyum.
"Paman makan dulu ya, Shafa udah beli buburnya Pak Memed tadi." ucap Shafa yang sedang menyiapkan makanan untuk pamannya.
Ilham hanya tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu [SELESAI]✔
RomanceTak ada yang tak mungkin di dunia ini. Sepucuk kertas yang kutulis dengan torehan tinta sederhana mampu merubah kenyataan hidupku. Aku selalu dan akan selalu percaya akan takdir yang Allah gariskan untukku. Kuharap, esok nanti dirimu masih sama sepe...