35. Teruntuk [Kamu]🍁

505 47 0
                                    

Sudah empat hari Shafa berada di rumah sakit, dan sudah empat hari pula ia tak masuk kuliah. Ia sudah meminta ijin pada dosennya, dan dosennya pun memakluminya.

Fathia dan Meysha juga sempat menjenguk ke rumah sakit karena Shafa yang memberitahu bahwa pamannya sedang dirawat dan baru melakukan operasi meskipun itu gagal. Namun, Shafa menyuruh mereka untuk merahasiakan semua ini agar Raihan tidak mengetahuinya. Meskipun Shafa tau, jika Raihan mengetahui, mungkin ia tak akan peduli padanya dan juga pamannya.

Saat ini Ilham sudah diperbolehkan pulang. Mereka telah sampai di rumah dan Shafa segera membantu pamannya untuk berbaring. Shafa mengambil air putih di dapur dan meletakkannya di atas meja samping ranjang Ilham.

Ilham menatap sendu wajah gadis itu.

"Shafa.." ucap Ilham sambil mengelus pucuk kepala Shafa.

"Iya paman?"

"Kalau paman sudah gak ada, kamu harus janji gak boleh putus kuliah, kamu gak boleh sedih terus."

Shafa tak bisa membendung air matanya kali ini. "Paman jangan bicara seperti itu.. paman gak akan kemana-mana, paman akan disini terus sama Shafa."

"Sudah takdir Allah nak, semua yang ada di dunia ini pasti akan kembali pada sang pencipta." ucap Ilham dengan tersenyum. "Paman bangga punya ponakan seperti kamu. Paman bangga bisa merawat kamu menjadi perempuan sholehah dan cantik seperti sekarang."

***

"Han, Shafa udah empat hari gak masuk kuliah lo. Lo gak khawatir?" tanya Regan. Mereka saat ini sedang berada di ruangan kelasnya.

"Biasa aja." ucap Raihan dengan wajah datarnya.

"Ah masa sih?" celoteh Fadli yang saat ini duduk di bangku depan Raihan.

"Emang lo gak mau tau kenapa Shafa gak masuk kuliah?" tanya Regan lagi memastikan.

"Gak. Itu bukan urusan gue." ucap Raihan lalu berlalu meninggalkan kelasnya. Regan menatap Raihan yang mulai menjauh dengan tatapan heran.

Disinilah Raihan, di UKS untuk membaringkan tubuhnya.

"Astaghfirullah Raihan, saya pikir siapa." ucap Bu Mona yang baru datang di UKS dan sudah melihat Raihan berada disana. Raihan diam dan menatap Bu Mona yang sedang menata obat-obatan.

"Bu, empat hari yang lalu ibu inget gak ada cewek sakit dan tidur di sini?"  tanya Raihan dan Bu Mona tampak berpikir.

"Sebutkan ciri-cirinya."

"Emmm.. anaknya cantik, hijab, terus pakai jas perawat kalau gak salah." ucap Raihan dengan ekspresi mengingat-ingat.

"Ohh iya saya ingat. Yang habis nangis itu ya?"

"Apa? Nangis?" tanya Raihan dengan heran.

"Sepertinya sih. Waktu dateng kesini matanya udah sembab, saya khawatir jadi saya suruh dia tiduran aja dulu di sini."

"Oh gitu, yaudah bu makasih." ucap Raihan kemudian keluar dari UKS tersebut menuju kelasnya. Hampir saja ia telat masuk kelas.

***

Shafa melihat toko bunganya yang sangat berantakan. Karena sejak insiden Mamanya yang dibawa ke kantor polisi, ia tak pernah melihat dan memperbaiki toko yang telah dihancurkan oleh pengawal Mamanya. Bunga-bunga pun sudah layu semua. Shafa menghela nafas. Uangnya tinggal sedikit, karena biaya operasi dan rawat inap pamannya di rumah sakit.

Ia mulai memunguti bunga yang berserakan dan membuangnya di tong sampah. Ia tak mungkin kan menjual bunga layu tersebut. Semua bibit pun telah habis. Shafa tak tahu harus bagaimana lagi untuk mencukupi kebutuhannya. Uangnya hanya cukup untuk buat ia makan seminggu dengan pamannya. Belum lagi ia harus membayar uang karena telah menggadaikan rumah pamannya.

Ia mendudukkan dirinya di bangku depan tokonya. Ia teringat Raihan, teringat sikapnya padanya selama ini. Kenangan yang selalu ia simpan dalam hatinya. Senyum hangatnya yang selalu ada dipikiran Shafa. Shafa tersenyum sendu.

"Aku tak pernah menyesali perasaan ini Han, sampai kapanpun aku gak akan benci sama kamu."

***

Pagi ini, Shafa bersiap untuk pergi kuliah. Pamannya lah yang memaksanya. Fathia telah berada di depan rumah Shafa dengan mengendarai motor matic-nya. Shafa mencoba tersenyum pada sahabatnya yang sangat ia rindukan.

"Aaa Shafa.. gue kangen banget sama lo." ucap Fathia dengan memeluk lembut Shafa. Shafa pun membalas pelukan tersebut.

"Aku juga."

"Gimana keadaan paman?" tanya Fathia.

"Alhamdulillah sudah membaik, minta doanya aja ya."

Setelah sampai di kampus, Meysha yang berada di parkiran pun berlari menuju Shafa dan Fathia. Ia berhambur ke pelukan Shafa. Shafa merasa sesak sekaligus geli dengan keadaan saat ini.

"Lo lama banget sih gak masuk.. gue sama Fathia kangen tau." ucap Meysha yang telah melepaskan pelukannya dan memasang wajah cemberut saat ini.

"Hehe, maaf deh kalo udah bikin kalian kangen." ucap Shafa dengan sedikit terkekeh.

"Iya gak papa, ayo masuk keburu telat." ucap Meysha lalu mereka bertiga menuju ke kelasnya.

Pelajaran di kelasnya berjalan dengan lancar, Shafa sedang menulis salinan catatan Fathia. Karena jika tidak, ia akan ketinggalan materi.

"Ngantin yuk!" ajak Meysha yang saat ini telah berdiri dari bangku nya.

"Ayo Fa." ajak Fathia pada Shafa yang masih sibuk dengan kegiatan menyalinnya.

"Kalian aja, aku gak laper." bohong Shafa.

Kruukk..

Shafa meringis karena perutnya berbunyi. Fathia dan Meysha tertawa karena bisa mendengar suara cacing kelaparan dari perut Shafa.

"Udah ayo, gue trakir kalian deh kali ini." ucap Meysha dan menarik lengan Shafa dan Fathia untuk berjalan menuju kantin.

Seperti biasa, hanya ada tempat kosong yang berada di bangku depan para teman Raihan. Terkadang mereka juga bingung kenapa tak ada yang berani duduk di sana? Apakah angker? Oh no, sejauh ini tak terjadi apa-apa.

Mereka bertiga menuju ke bangku tersebut. Shafa berjalan gugup, ia melihat Raihan yang sedang memakan bakso di depannya dengan lahap. Fadli dan Regan menatap mereka. Ah bukan, lebih tepatnya menatap Shafa yang berjalan ke arah mereka sampai akhirnya Fadli membuka suara.

"Ya ampun neng Shafa, abang kangen." cerocosnya.

Raihan menghentikan aktivitas makannya karena mendengar perkataan Fadli. Ia mulai memandang gadis yang saat ini sudah duduk tepat di depannya. Ia sedikit terkejut, kenapa dia? Apa
yang terjadi? Kenapa dia kurus sekali? Pertanyaan itu terngiang di kepala Raihan, namun ia tak berniat menanyakannya.

"Lo kemana aja Fa?" tanya Regan menatap Shafa, kemudian ia beralih menatap Raihan yang sedang menatap Shafa dengan dalam. Regan pun tersenyum tipis melihat Raihan seperti itu.

"Gak kemana-mana kok." ucap Shafa dengan tersenyum.

'Suara itu? Oh tidak, aku merindukan suara halus itu. Arrgghh.. aku bisa gila.' batin Raihan menggeram frustasi.

Raihan berdiri dari bangkunya dan sontak semua teman di depannya menatapnya heran. Raihan ingin berlalu meninggalkan mereka.

"Woi Han, lo mau kemana?" tanya Fadli dengan sedikit berteriak.

"Kelas."

Shafa hanya menatap sendu ke arah punggung Raihan yang semakin menjauh darinya.

TbC

Kamu [SELESAI]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang