26. Teruntuk [Kamu]🍁

523 51 0
                                    

Hari ini Raihan dengan motor barunya mulai memasuki gerbang kampus. Ya, motor baru. Papanya-lah yang memaksanya untuk memakai motor baru yang Papanya beli untuknya. Karena yah tau lah, sampai sekarang motornya belum bisa diperbaiki. Mungkin juga sudah tidak bisa diperbaiki lagi.

Dengan melepas helm full face nya, ia menatap para mahasiswa perempuan yang sedang berbisik-bisik sambil memandangnya.

Fadli yang juga diparkiran mulai menghampiri Raihan dengan mata yang berbinar-binar.

"Wah. Motor baru nih."

Raihan hanya mengangguk menanggapi.

"Hey itu si Raihan ya.. keren banget sih." ucap seorang perempuan pada temannya dengan nada setengah berbisik namun masih bisa ditangkap oleh pendengaran Raihan.

"Iya ganteng banget kak Raihan."

"Alah paling motor pinjeman tuh."

"Mau pinjeman atau nggak kan yang penting ganteng."

Raihan hanya menggelengkan kepala melihat isas-isus tersebut.

"Dasar cewek, liat moge matanya langsung melek." ucap Fadli.

"Udah, yuk cabut."

***

Shafa sedang berjalan di koridor kampus. Saat ini masih ada waktu lima menit untuk bel masuk. Di perjalanan, ia melihat bu Marisa dengan membawa beberapa tumpukan kertas.

"Shafana?" panggil Bu Marisa.

"Iya bu?"

"Kebetulan ketemu kamu. Ini tolong kamu bantu bawain ke ruang dokter-1. Ibu mau ke ruang apoteker."

"Baik Bu." Shafa menerima tumpukan buku tersebut dan ingin berlalu menuju ruangan tersebut.

"Eh ada lagi, nanti suruh mengerjakan itu dan waktu cuma satu jam. Setelah itu suruh kumpulkan di ruangan saya."

Shafa mengangguk, Ruang dokter-1 adalah ruang kelas Raihan. Saat ini ia sedang berjalan dengan jantungnya yang berdegup sangat kencang. Jika ada seseorang di sampingnya, mungkin detak jantungnya bisa terdengar.

Saat ini Shafa sudah di depan pintu ruang kelas Raihan yang sedikit terbuka. Ia menghirup oksigen sebanyak-banyak nya.

Tok..tok..tok

Shafa membuka pintu dan menyadari kalau semua orang di kelas tersebut menatap Shafa. Shafa mengedarkan pandangannya dan melihat Raihan disana yang juga menatapnya.

Sejenak ia menghela nafas lagi untuk meredakan kegugupannya.

"Assalamu'alaikum, ini ada tugas dari bu Marisa. Waktu mengerjakan cuma satu  jam, setelah itu dikumpulkan di ruangan beliau. Terimakasih."

Shafa mulai menaruh lembaran tersebut di meja dosen lalu berlalu meninggalkan kelas dengan semua orang yang masih menatapnya.

"Tadi siapa tuh?" tanya Gilang, teman sekelas Raihan.

"Oh, itu anak keperawatan. Kenapa?" ucap Christo sambil membolak-balikkan kertas di depannya.

"Wih, baru ngerti ada anak perawat yang cakep gitu." ucap Adam yang juga teman Raihan.

"Emang lo aja yang kudet." ucap Christo seadanya.

"Gak boleh disia-siain nih Dam." ucap Gilang lagi.

Raihan yang mendengar perkataan teman-temannya tersebut ingin sekali menoyor kepalanya. Dan ingin sekali ia mengklaim bahwa Shafa adalah miliknya.

"Sabar bro, makanya lo cepetan lamar dia." ucap Regan yang duduk di samping Raihan.

Raihan berjalan menuju ruangan bu Marisa. Ia ingin mengumpulkan lembar kerja miliknya dan juga teman sekelasnya. Ia membuka kenop pintu ruangan tersebut. Dan sepi. Kemana bu Marisa? Ia mulai melangkahkan kakinya dan mendapati Shafa yang juga mengumpulkan lembar kerja teman sekelasnya.

"Ra--Raihan?" Shafa kaget sekaligus gugup melihat Raihan didepannya.

Raihan tersenyum menatapnya. "Nanti pulang bareng aku."

"Tapi, aku ada janji sama Fathia, sama Meysha juga."

"Batalin aja." ucap Raihan yang masih mempertahankan senyumannya.

"Gak bisa gitu dong."

Ponsel Shafa bergetar menandakan ada pesan masuk. Ia mulai membuka grub yang baru kemarin ia buat dengan temannya.

Fathia
Fa, sorry gue gak bisa temenin lo sore ini. Kapan-kapan aja gimana?

Meysha
Gue juga fa, bokap gue mendadak nanti pulang.

Shafa
Iya, gapapa.

Shafa menatap Raihan di depannya.

"Ya--yudah, aku mau."

"Gitu dong." ucap Raihan dengan mengelus pucuk kepala Shafa yang terhalang hijabnya.

"Yaudah keluar yuk. Nanti bu Marisa dateng malah salah paham lagi." ucap Shafa yang mulai was-was. Shafa berjalan keluar dari ruangan tersebut di ikuti dengan Raihan.

Sudah lima belas menit Raihan menunggu Shafa di parkiran. Ia masih bersikap tenang menunggu kedatangan gadis tersebut. Sesekali ia melihat di sekelilingnya untuk menemukan gadis tersebut.

Di kejauhan tampak Shafa dengan Alfa yang berjalan sambil tertawa sesekali. Tanpa sadar, Raihan mengepalkan tangannya melihat pemandangan yang lumayan jauh darinya.

Shafa menangkap sosok Raihan yang menatapnya dengan tajam. Ia segera pergi berlalu menemuinya tanpa  berpamitan dengan Alfa.

"Eh Fa, mau kemana?"

"Ke parkiran."

Pandangan Alfa mengikuti arah dari Shafa. Dan jelas disanan sudah terpampang wajah Raihan yang datar dan matanya yang tajam seolah ingin memangsa Alfa.

"Yaudah, bye."

Shafa menghampiri Raihan dan melihat motor yang Raihan duduki. "Motor siapa ini?"

"Aku gak suka kamu deket-deket sama dia." ucap Raihan yang tidak menanggapi pertanyaan Shafa.

"Kenapa?" ucap Shafa dengan polos menatapnya.

"Kamu milikku."

Shafa mengerjabkan matanya mendengar perkataan Raihan. Lalu detik kemudian rasa panas menjalari pipinya.

"Raihan kita mau kemana? Ini kan bukan jalan ke rumah paman." ucap Shafa setengah berteriak.

Raihan tersenyum penuh arti di balik helm full face-nya. Ia merindukan kebersamaan dengan Shafa.

Raihan menghentikan motornya di sebuah cafe bergaya vintage yang biasa ia kunjungi. Ia menggandeng lengan Shafa untuk berjalan di sampingnya. Shafa mengikuti saja, ia tak ingin banyak tanya pada lelaki dingin disampingnya ini.

Shafa mendudukkan dirinya tepat di depan Raihan. Sementara, Raihan mulai memesan makanan.

"Aku merindukanmu." Dua kata yang mampu membuat Shafa terdiam dengan wajah seperti kepiting rebus.

"Aku.. ju-juga."

"Maaf. Selama ini aku kurang merhatiin kamu." ucap Raihan dengan menatap lurus ke manik mata Shafa.

Shafa tersenyum penuh arti. "Iya, gak papa kok."

"Aku mau bilang sesuatu sama kamu."

"Bilang apa?"

"Aku.." perkataan Raihan terputus karena seorang pelayan cafe.

"Ini pesanannya kak, silahkan dinikmati."

Raihan dan Shafa meraih makanan yang mereka pesan tadi.

"Oh ya, tadi mau ngomong apa?" ucap shafa.

"Gak papa kok, gak jadi."

Beberapa menit kemudian, Raihan telah selesai dengan ritual makannya. Ia menatap jam di layar ponselnya. Sudah jam empat sore, Raihan harus bergegas ke apotek. Kalau tidak, ia pasti akan dimarahi.

"Fa, kita pulang sekarang yuk. Udah kan makan-nya?"

"Iya udah kok."

TbC

Kamu [SELESAI]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang