Raihan mendudukkan diri di lantai kamarnya sambil membaca buku. Beberapa menit kemudian, terdengar ketukan dari pintu kamarnya.
"Kak.." panggil Jihan dari ambang pintu kamar Raihan. Jihan tak bisa tidur karena ia masih memikirkan kejadian kemarin dengan kakaknya. Ia sangat kelewatan dan merasa bersalah tentunya.
Raihan mendengus mendengar panggilan dari Adiknya. Sebenarnya ia masih sedikit kesal tentang kejadian kemarin.
"Kak, buka dong." Jihan mencoba memutar kenop pintu. Dan ternyata itu tidak dikunci. Jihan mulai melangkahkan kakinya dengan hati-hati memasuki kamar Raihan.
"Kak..." panggil Jihan lagi dan Raihan masih tak mempedulikan keberadaannya.
"Keluar." ucap Raihan tanpa menoleh sedikit pun ke arah Jihan.
"Kak, gue minta maaf." Jihan saat ini tiba-tiba menangis di depan Raihan. Raihan sedikit terkejut. "Gue minta maaf, gue salah. Tolong jangan benci gue kak hiks hiks.."
Raihan menghela nafasnya. Ia tak tega melihat adiknya bersimpuh di depannya dengan wajah yang bercucuran air mata. "Jangan ulangin lagi."
Jihan mengangguk antusias dan mengusap air matanya. "Jadi dimaafin kak?"
Raihan mengangguk lalu mengacak surai rambut Jihan. "Yeyy, gue sayang sama lo kak." ucap Jihan dengan berhambur ke pelukan Raihan.
"Ishh, apaan sih lo. Lepasin gak!" ucap Raihan sedikit geli dengan tingkah Jihan yang memeluknya sangat erat.
Jihan melepaskan pelukannya pada Raihan dan wajahnya kini bersemu merah karena mengingat kejadian tadi sore saat Angga memberinya rangkai bunga yang indah. Dan menurutnya it's so romantice
"Kak, gue habis dikasih bunga ama Angga." ucap Jihan dengan sedikit malu.
"Terus?"
"Bunga rangkaian kak Shafa loh ini."
"Kok bisa?" ucap Raihan yang sedikit tidak mengerti.
"Bisa lah, orang Angga belinya di toko bunganya kak Shafa."
Raihan mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti. "Sini, gue liat bunganya."
"Nggak mau, nanti lo gak balikin lagi."
"Dek lo denger sesuatu gak?" tanya Raihan dengan ekspresi fokus karena ia mendengar sesuatu.
Jihan mencoba memastikan dan ia menganggukkan kepalanya. "Dari bawah. Yuk kita liat."
Halaman rumah Raihan dipenuhi dengan beberapa mobil mewah. Sejumlah orang memakai baju hitam dan topi dengan kaca mata hitam. Juga tak lupa masker hitam untuk menutupi sebagian wajah mereka. Ya, mereka adalah mata-mata yang mendiskusikan sesuatu dengan Wijaya.
Jihan dan Raihan menguping dibalik tembok yang mengubungkan antara dapur dengan ruang tamu.
"Kayaknya mereka mata-mata kak." ucap Jihan dengan sedikit berbisik.
Raihan masih memfokuskan dirinya untuk mendengarkan percakapan antara papahnya dengan orang-orang tersebut. Karena, saat itu hanya papahnya dan orang-orang tersebut yang ada di ruang tamu. Mamahnya tidak ada. Apa mungkin sudah tidur? karena melihat ini sudah pukul sepuluh malam.
Raihan memicingkan matanya kepada salah satu dari mereka yang sangat Raihan kenali.
"Ini semua bukti-buktinya." ucap Anton. Ayah dari Nazwa yang menyerahkan beberapa dokumen pada Wijaya.
Wijaya tampak membaca dokumen tersebut dan membulatkan matanya. "Jadi dia adalah ibu dari...."
Prangg..
Jihan tak sengaja menyenggol panci di sampingnya. Ia meringis dan menutup matanya rapat-rapat. Raihan menjitak kepala Jihan. Hampir saja mereka ketahuan menguping.
"Aw kak, sakit." ringis Jihan sambil memegangi kepalanya.
"Apa itu? Jihan? Raihan? Kalian disana?" ucap Wijaya setengah berteriak.
"Meoww.. meow.." ucap Jihan dengan menirukan suara kucing. Untung saja, kemarin Jihan membeli kucing sejenis anggora. Jadi ada sesuatu yang masuk akal jika dijadikan alasan.
"Oh, kucing toh." ucap Wijaya.
"Udah udah, ayo ke kamar. Keburu nanti Papa tau." ucap Raihan karena merasa risih dengan keadaan saat ini.
"Tapi kan belum kelar ini kak, Nanggung."
"Oke, lo aja yang lanjutin nguping. Gue mau tidur."
"Yaudah ih sana, baru jam sepuluh juga udah mau tidur. Dasar pemuda lemah." cibir Jihan. Sedangkan Raihan, ia sudah melesat ke dalam kamarnya.
Pagi hari Jihan masih memikirkan tadi malam. Ia masih bingung, apakah benar apa yang dikatakan papahnya semalam. Jihan melihat Raihan dengan memakai jas kedokteran dan berjalan dengan tergesa-gesa.
"Kak, gue mau ngomong sesuatu." ucap Jihan yang sedang duduk di depan Raihan. Kini Raihan sedang menyantap sarapan yang telah dibuatkan oleh mamahnya. Memang, mamahnya lah yang selalu membuatkan mereka sarapan. Terlebih saat Shafa dan Bi Asih telah resign.
"Nanti aja, gue udah telat nih." ucap Raihan dengan memakan nasi gorengnya lahap. Ia harus mengejar waktu. Jika tidak, ia pasti akan ketinggalan jam produktifnya.
"Ini penting kak."
"Apaan sih?" ucap Raihan yang lalu meminum susu di depannya.
"Tadi mal..." ucapan Jihan terputus karena suara bel rumah terdengar.
Ting..tong...
"Udah nanti aja, gue mau berangkat dulu." ucap Raihan menatap Jihan lalu beralih menuju mamahnya yang masih berkutat dalam dapur. "Ma, Raihan kuliah dulu. Assalamu'alaikum."
Saat membuka pintu rumahnya, Raihan dikejutkan dengan Fadli yang menyengir sambil menatapnya.
"Ngapain lo kesini?" tanya Raihan pada Fadli yang sedang di ambang pintu besar rumahnya.
"Motor gue mogok Han." ucap Fadli sambil menunjuk sepeda motornya yang ada di depan rumah Raihan.
"Terus?"
"Hehehe nebeng dong."
"Nih, lo yang nyetir." ucap Raihan sambil memberikan kunci motor nya.
Fadli tersenyum antusias. "Untung lo belum berangkat, kalo iya gak tau lah nasib gue. Mana di komplek ni gak ada bengkel lagi."
Mereka berdua telah memasuki kawasan kampus. Dan benar, mereka terlambat. Jam produktifnya sudah berjalan dari 10 menit yang lalu.
"Assalamu'alaikum." ucap Fadli dan Raihan bersamaan saat ingin memasuki ruang praktek.
"Peace be upon you. Why kalian baru dateng?" ucap Dosen bule yang mengajar mereka saat ini.
"Telat bangun pak." ucap Raihan. Semua teman kelasnya menatap heran ke arahnya. Pasalnya, Raihan adalah mahasiswa yang selalu disiplin.
"Oh God, sudah besar masih telat bangun. How about your future man?"
Raihan menundukkan kepalanya. "Sorry sir."
"Terus itu, Fadli kamu juga kenapa kok telat?"
Fadli tampak memikirkan sesuatu. "Habis bantuin kucing yang lagi tersesat di jalan pak. Kan kasihan."
Dosen bule itu hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan mahasiswanya ini. "Yaudah cepet gabung sama yang lain."
TbC
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu [SELESAI]✔
RomanceTak ada yang tak mungkin di dunia ini. Sepucuk kertas yang kutulis dengan torehan tinta sederhana mampu merubah kenyataan hidupku. Aku selalu dan akan selalu percaya akan takdir yang Allah gariskan untukku. Kuharap, esok nanti dirimu masih sama sepe...