"Hehe, gue ngagetin ya kak?" tanya Angga dengan menyengir ke arahnya.
'Anak ini, kemarin ngomongnya pake Aku, Saya, terus sekarang? Pake Gue? Apa emang anak muda sekarang tingkahnya gampang berubah-ubah ya?' Batin Shafa.
"Heloo, kok bengong sih kak?" ucap Angga sambil melambaikan tangannya di depan wajah Shafa.
"Gapapa, kamu ngapain disini?" ucap Shafa yang telah membuyarkan lamunannya.
"Mau curhat." ucap Angga dengan malu-malu kucing.
Shafa mengerjabkan matanya sambil mulutnya yang sedikit terbuka. Padahal ia baru kenal dengan lelaki yang menyandang status SMA ini kemarin, tetapi dengan gampangnya dia sudah ingin berbagi kisah dengannya. Tapi tak apa, Shafa akan meresponnya dengan sebaik mungkin.
"Oh, boleh. Duduk aja biar enak."
Angga mengangguk dan duduk di kursi depan Shafa. "Jadi gini, kan kemarin gue kasih bunga itu ke Jihan. Dia kaya seneng, senyum-senyum terus gitu. Apa itu artinya dia suka sama gue ya kak?"
"Emm, gimana ya. Siapa sih perempuan yang gak suka di kasih bunga?" ucap Shafa. "Kalau menurut aku, ya 25% lah dia suka sama kamu."
"Tapi dia suka bawain gue makanan di sekolah lo kak. Katanya sih itu dari Mamanya, karena kita sebelahan komplek. Dan Abi gue juga temennya Mamanya. Jadi, itu alesannya dia selalu bawain makanan buat gue. Tapi kok gue ngerasa beda ya."
"Gimana kalau kamu tanya langsung aja?"
"Yah, kan ge--gengsi kak."
"Kan kamu laki-laki, emang maunya Jihan yang ngungkapin duluan perasannya? Kan gak mungkin." ucap Shafa yang tidak habis fikir dengan jalan fikiran anak ini.
"Hmm bener juga sih. Thanks sarannya kak." ucap Angga dengan tersenyum dan di angguki Shafa.
Angga tampak teringat sesuatu. "Oh ya, tadi malem ada mobil banyak banget di halaman rumah Jihan. Terus pas gue liat yang keluar orangnya malah aneh semua. Gue kira itu temen kerja Papanya Jihan, tapi pakaiannya sedikit aneh."
"Aneh gimana maksut kamu?"
"Ya masa ke rumah pak Wijaya pake masker, kaca mata hitam. Kan, aneh."
Shafa tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. "Hmm, entahlah aku juga gak tau."
"Yaudah ya kak, gue mau ke warung rames."
"Kamu mau ke sana? Yaudah bareng aja." ajak Shafa dan diangguki oleh Angga dengan senyumannya.
Shafa telah berada di supermarket untuk belanja kebutuhannya sehari-hari. Dengan uang yang pas-pasan, sebisa mungkin ia mempergunakan uang tersebut dengan sebaik baiknya. Ia mulai mengambil beberapa macam sayuran dan buah kesukaan pamannya. Tak lupa juga mie instan yang selalu ia konsumsi. Meskipun ia tau mie instan tak baik bagi tubuh, tapi bagaimana lagi. Makanan itu murah, dan toh juga selama ini dia tidak apa-apa mengonsumsi makanan tersebut.
Di kejauhan, Shafa melihat Jihan yang juga sepertinya sedang berbelanja. Jihan tak menyadari keberadaan Shafa. Ia hanya fokus dengan nota yang dibawanya.
"Jihan." panggil Shafa dan membuat Jihan menolehkan wajahnya.
"E-eh, kak Shafa?" ucap Jihan dengan sedikit terkejut. Pikirannya kembali terngiang apa yang diucapkan oleh papanya tadi malam bahwa karena mamah dari Shafa-lah yang membuatnya kehilangan kakak sulungnya.
"Kamu sama siapa ke sini?" tanya Shafa dengan senyumannya.
"Sendiri."
"Tante Aluna sama pak Wijaya gimana kabarnya?" tanya Shafa lagi.
"Alhamdulillah baik."
"Yaudah mumpung kamu sendiri, aku temenin ya." ucap Shafa yang masih tak melunturkan senyumannya.
Jihan menggeleng. "Gak usah kak, ini aku udah mau pulang." Jihan tak bisa memastikan bagaimana perasaannya saat ini dengan Shafa. Ada rasa sedih, kecewa, dan benci mungkin. Tapi entahlah.
"Ohh gitu, yaudah hati-hati."
Jihan mengangguk dan mulai melangkahkan kakinya keluar dari supermarket tersebut.
***
Shafa berada di depan toko apotek. Ia sengaja untuk pergi kesana karena tujuannya ingin mengajak Raihan untuk makan siang. Shafa melambaikan tangan dengan senyum yang tak luput dari bibirnya. Raihan pun tersenyum hangat pada gadis yang melangkahkan kaki menuju ke arahnya.
"Udah waktunya istirahat?" tanya Shafa yang saat ini sudah berada di depan Raihan.
"Belum, sepuluh menit lagi."
Shafa mengangguk. "Emm, nanti makan siang bareng yuk!"
"Hemm boleh." ucap Raihan dengan tersenyum lalu mengelus pucuk kepala Shafa.
"Ehem.. " Deheman Mala membuat Raihan menghentikan kegiatannya. "Eh, pacarnya Raihan ya?" tanya Mala yang mengalihkan penglihatannya ke arah Shafa.
"Eh--gak kok. Kita gak pacaran." ucap Shafa dengan sedikit gugup.
Mala menyeringai menatap Raihan dengan tatapan remehnya. "Jadi mana kepunyaan yang lo maksut?"
"Dia calon istri gue."
Mala membulatkan matanya mendengar penuturan Raihan. "Apa?!"
"Benar kah?" tanya Mala yang tatapannya beralih menatap Shafa untuk mencari kebenaran. Shafa hanya mengangguk malu dengan wajahnya yang sudah memerah.
"Wah, hebat lo Han. Nanti jangan lupa undang gue."
"Gak ah, nanti lo malah sirik lagi."
Mala memejamkan matanya menahan kesal karena mendengar perkataan Raihan. Shafa pun tak enak hati pada Mala.
"Han, kok ngomongnya gitu sih." ucap Shafa menatap tajam pada Raihan lalu beralih menatap Mala.
"Insyaallah." ujar Shafa.
***
Seperti biasa, Shafa berangkat kuliah bersama Fathia. Dan pulang, Raihan selalu ingin mengantarnya. Seperti saat ini, Shafa sedang berada di boncengan motor nya Raihan dengan wajah yang sangat bahagia. Bagaimana tidak? Raihan ingin membicarakan perihal lamarannya kepada pamannya. Lebih tepatnya untuk meminta restu.
Raihan pun tak luput dari senyumannya yang tak sirna sejak tadi. Di kejauhan nampak terdapat ramai-ramai di depan toko bunga paman Shafa. Shafa memicingkan matanya melihat mamahnya.
"Han, turun di sini aja." ucap Shafa pada Raihan untuk menurunkannya dengan jarak yang tidak terlalu dekat dengan toko. Karena disana terdapat Rani dengan pemuda berbadan kekar yang biasa bersamanya.
"Itu Mama kamu kan?" tanya Raihan memastikan.
Shafa mengangguk. Ia hanya menyaksikan Rani dari kejauhan, sedangkan pamannya disana juga melihatnya. Pamannya menunjukkam isyarat padanya agar pergi dari sana. Tapi ia tak akan menuruti, ia hanya akan disini dan memandangi dari jauh. Ia tak ingin sesuatu terjadi pada pamannya.
"Aku tanya sekali lagi. Kemana Shafa? Ini udah jam pulang kuliah." tanya Rani setengah berteriak tepat di depan Ilham.
"Ya namanya juga anak kuliahan, mungkin masih ada sesuatu yang harus ada di urus."
"Cih, sok sibuk banget tu anak." ucap Rani. "Pokoknya nanti kalau Shafa pulang, aku bakal seret dia."
"Gak akan aku biarkan." ucap Ilham dengan tenang.
"Oh ya?" ucap Rani menatap remeh ke arah Ilham. Rani mengisyaratkan anak buahnya untuk mengacaukan toko bunga pamannya. Mereka menendang pot-pot hingga hampir semuanya rusak.
"Berhenti Rani!" Ilham ingin menghentikan orang tersebut. Namun, tubuhnya dihalang oleh anak buah yang satunya.
Raihan tak bisa diam menyaksikan kejadian tersebut. Ia mengepalkan tangannya kuat-kuat hendak melangkahkan kakinya menuju orang-orang di depannya. Namun, lengannya di tahan oleh Shafa. "Jangan Han, nanti mereka malah kelewatan."
"JANGAN BERGERAK! KALIAN KAMI TANGKAP!
TbC
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu [SELESAI]✔
RomanceTak ada yang tak mungkin di dunia ini. Sepucuk kertas yang kutulis dengan torehan tinta sederhana mampu merubah kenyataan hidupku. Aku selalu dan akan selalu percaya akan takdir yang Allah gariskan untukku. Kuharap, esok nanti dirimu masih sama sepe...