Seminggu kemudian, Raihan masih memendam keinginannya untuk menjenguk Ilham. Bahkan jika bertemu atau berpapasan dengan Shafa pun, ia selalu mencoba bersikap acuh.
Saat ini, Raihan dengan tenang mengerjakan soal-soal yang ada di depannya. Berbeda dengan Shafa, ia tak bisa fokus. Yang ada di pikirannya cuma satu, yaitu pamannya yang berada di rumah sendirian. Pamannya baru pulang kemarin dari rumah sakit. Dan saat ini, hati Shafa sedang khawatir dan pikirannya campur aduk.
UAS hari pertama berjalan dengan lancar. Shafa dengan langkah gontainya menuju kantin untuk sekedar mengisi perutnya yang dari semalam tidak terisi. Kantin kampus lumayan sepi, mengingat ini sudah hampir jam 2 dan banyak mahasiswa pulang lebih awal karena ujian.
"Maaf, saya tidak sengaja." ucap Shafa lalu sedikit terkejut karena ia menabrak Nazwa.
"Santai aja." ucap Nazwa menatap penampilan Shafa dari atas hingga bawah. Shafa merasa risih karena di perhatikan seperti itu.
Nazwa tampak menyeringai. "Lo udah berapa hari gak mandi Fa? Ini bau banget lo." ucap Nazwa dengan menutupi hidungnya. Shafa terkejut dengan perkataan sinis itu. Ia tak percaya jika Nazwa mengatakan hal itu kepada nya.
"Permisi, aku mau lewat." ucap Shafa tak ingin mempedulikan ucapan Nazwa.
"Selamat ya, lo udah dapet ganjaran karena ulah nyokap lo sendiri." ucap Nazwa dan itu membuat Shafa menghentikan langkahnya.
"Maksud kamu apa?" tanyanya dengan membalikkan badannya dan menatap Nazwa.
"Lo kan anak pembunuh, jadi lo sama paman lo pantes deh dapat ini semua. Kena karma kan lo."
Shafa tak bisa menahan dirinya. "Aku gak pernah ganggu kamu ya, jadi jangan pernah urusin hidup aku."
"Ups! Kok jadi lo yang marah. Kan gue bicara fakta."
Shafa ingin melangkahkan kakinya namun lengannya ditahan oleh Nazwa. "Jangan harap lagi lo bisa dapetin Raihan." ucap Nazwa menatap Shafa tajam.
Shafa menyentak tangan yang melingkar di lengannya lalu pergi meninggalkan Nazwa dengan senyum kemenangannya. Kini Shafa tahu bahwa Nazwa memng bukanlah gadis yang seperti ia pikirkan selama ini.
***
Raihan berada di parkiran dan melihat Nazwa berjalan ke arahnya. Raihan buru-buru memakai helm full face-nya dan ingin cepat-cepat pergi dari sini sebelum Nazwa meminta untuk mengantarnya pulang. Tapi sia-sia, Nazwa telah berada tepat di depannya saat ini.
"Hai Han, nebeng lagi ya.. please." ucap Nazwa dengan wajah memelas.
"Gak."
"Please deh, kali inii aja."
"Gak."
"Ih gue aduin ke om Wijaya lo." Nazwa yang hendak menekan tombol panggilan di ponselnya terhenti, karena Raihan menyodorkan helm padanya.
"Yeyy... Makasih." teriaknya dengan antusias.
Raihan mulai menyalakan mesin motornya dan mengendarai dengan kecepatan standart.
"Aduh Han, jangan kenceng-kenceng dong." ucap Nazwa dengan nada yang dibuat-buat.
'Apa? Kenceng? Astaghfirullah, bikin mood gue makin ancur aja ni cewek.' Batin Raihan.
Raihan tak menggubris perkataan Nazwa, toh dari tadi ia mengendarai dengan kecepatan rata-rata. Ia bukan tipikal orang yang sering kebut-kebutan.
***
Raihan berada di kamarnya dan juga telah memandikan dirinya. Ia memeriksa tasnya di atas meja dan tak menemukan buku untuk ujian besok. Raihan tampak mengingat-ingat. Detik kemudian, ia cepat ganti baju dan sholat ashar. Lalu bergegas untuk mengambil buku yang sepertinya tertinggal di perpustakaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu [SELESAI]✔
RomanceTak ada yang tak mungkin di dunia ini. Sepucuk kertas yang kutulis dengan torehan tinta sederhana mampu merubah kenyataan hidupku. Aku selalu dan akan selalu percaya akan takdir yang Allah gariskan untukku. Kuharap, esok nanti dirimu masih sama sepe...