27 : Celengan Rindu

5 1 0
                                    

Sesampainya di kantin, Veli dan Silvi duduk sambil membawa makanan dan minuman yang mereka bawa.

"Sil, kita nanti prakarya buat apa ya?" Silvi mengerutkan alisnya bingung.

"lohh emang kita sekelompok?"

"elo belum tau ya? Nggak di kasih tau Putra?" Silvi menggelengkan kepalanya. "oh.. Jadi gue sama elo sekelompok sama Vilo, Putra, dan Bella."

"waitt.. Bella? Ini beneran" Veli menganggukan kepalanya. "anjir.. Sama nenek lampir itu? Sumpah, gue yakin pasti dia nyogok seseorang buat gabung sama kelompok kita."

"eh.. Tunggu bentar, kok elo ngomongnya gitu sih. Nenek lampir, kayak si Putra tau gak."

"masaa?? Perasaan gue, nggak pernah tuh.. Ikut-ikutan si Putra" Veli tersenyum sambil menuangkan, kecap ke mangkok mie ayamnya.

"iya sih, tapi Putra kalau manggil Bella nenek lampir. Jadi secara nggak langsung hati elo itu, udah terikat dengan Putra" Silvi tersedak, dan membuat Veli tertawa.

"uhukk.. Jangan pernah bilang hati gue terikat sama Putra ya.. Ogah gue jijik."

"masaa.. Kita lihat aja nanti"

Silvi dan Veli bertatapan seakan mereka berdua adalah musuh. "ok.. Lihat aja nanti."

Brakk!!

Veli dan Silvi terkejut karena Putra tiba-tiba menggebrak meja mereka.

"eh.. Elo gila ya? Untung gue sama Veli nggak punya penyakit jantung."

Putra cengengesan sendiri lalu duduk di sebelah Silvi, Putra tidak sendirian Putra datang bersama Vilo.

Putra duduk di seblah Silvi dan Veli duduk di sebelas Veli. Canggung, situasi yang sangat Veli benci.

"ehemm.. Putra, gue mau tanya. Kita mau buat apa buat prakarya?"

Putra yang sibuk mengganggu Silvi pun menoleh pada Veli. "tanya aja, sama yang di sebelah elo. Lagian ngapain sih harus tanya yang jauh, padahal yang deket aja ada. Satu kelompok lagi. Au.. Sakit Silvi." Silvi membalas Putra dengan menginjak, kaki Putra dengan keras. Lalu mereka kembali bertengkar.

"em.. Vil, prakarya nanti apa?" Veli tidak tau mengapa perasaan canggung ini masih padahal, mereka adalah sepasang kekasih.

"enggak tau, tanya aja sama mereka berdua. Aku cuma ngikut mereka."

Aneh perasaan ini aneh, mereka adalah pasangan kekasih namun, mengapa mereka tidak seperti pasangan kekasih?

"em.. Bella mana? Nggak kamu jemput lagi?" Veli menepuk mulutnya sendiri. Tidak seharusnya Veli mengatakan ini.

"enggak, Bella lagi sakit. Jadi nggak masuk" Veli menghela napasnya lega.

Veli bersyukur karena, Bella tidak masuk hari ini. Setidaknya tidak ada yang mengganggu seharian ini.

"kenapa sih.. Si nenek lampir itu nggak masuk. Apa gara-gara gue ngelempar tas kemaren ya? Dasar kaum lebay mah gitu." Putra menyahut, dan membuat Silvi mengingat kejadian dimana Vilo meminta maaf pada Veli.

Ingin sekali Silvi menanyakan pada Veli namun, sepertinya bukan waktu yang tepat sekarang. Mungkin nanti saat pulang sekolah. Semoga Veli tidak keberatan, untuk bercerita.

"woy.. Ngalamun ngapa sih?" Putra mencubit hidung Silvi.

"sakit Putra.. Ih, nyebelin banget sih.. Ini makanan gue kok habis sih? Putra elo makan ya? Jujur..." Putra menganggukan kepalanya tanpa dosa. "PUTRAAAA" saat itu Putra dan Silvi, menjadi tikus dan kucing versi manusia.

Berbeda dengan Silvi dan Putra, Veli dan Vilo dilanda dengan kecanggungan yang luar biasa.

"em.. Vilo kamu nggak makan?" Veli membuka pembicaraan, dan langsung di tatap Vilo.

"enggak, enggak laper aku. Kamu pesen makanan cuma buat hiasan, di makan dong. Percuma dong beli tapi cuma dilihatin terus."

Veli mengerjapkan matanya lalu langsung memakan, mie ayam yang dirinya pesan tadi. Sedangkan Vilo hanya tersenyum dan menyingkirkan, poni rambut yang menutupi mata Veli.

Veli merasa tangannya menahan gemetar, Veli senang Vilo akhirnya berubah menjadi Vilo yang dulu.

"kamu mau makan sama aku?" Vilo tampak berpikir, lalu menganggukan kepalanya.

Dengan semangat Veli mengambil sendok, dan menyerahkannya pada Vilo. Dan Vilo menerima itu dengan senang hati.

"Cie.. Yang udah baikann... Makin langgeng nih ye.. " Silvi berkomentar dengan senyum manis.

"wihhh.. Coba kita kayak gitu. Mungkin, kita udah jadi pasangan yang mengalahkan Veli dan Vilo yang sempat viral tahun lalu." Silvi menatap Putra datar, dan Putra hanya cengengesan.

"gue sama elo ogah.. Gue lebih pilih sama Hanbin ya dari pada elo"

"Hanbin siapa lagi tuh?"

"adalah, dia itu pacar gue yang hidupnya di Korea."

"alah halu.."

"biarin aja, dari pada ngurusin hidup orang, ya lebih enak halu lah.."

Adu mulut lagi-lagi tak bisa di hindarkan dari mereka berdua. Dan kegiatan itu terus berlanjut sampai, bel masuk di bunyikan.

"apa masuk? Woyy.. Gue belum makan kali." Silvi mendengus tidak suka.

"udah lah.. Nanti gue beliin apa yang elo suka." Silvi menatap Putra penuh harap.

"beneran?"

"iya... Sayang" Putra mencubit hidung Silvi dan membuat Silvi mengaduh kesakitan.

"iyuhh.. Jangan panggil gue sayang ya, lepasin tangan elo Putra. Sakit nih" Silvi mengelus hidungnya.

"nggak papa biar mancung."

Silvi hendak menjawab namun, Putra telah menggeretnya pergi keluar kantin. Lalu Veli dan Vilo juga pergi dari kantin.

Jam pelajaran membuat beberapa siswa menjadi bosan, karena yang mengajar adalah pak Eko.  Pak Eko, mengajar matematika dengan sangat garing.

Dan itu membuat, suasana yang tidak di inginkan pun terjadi.

"jadi anak-anak. Adakah yang bisa menjawab dari soal yang Saya tuliskan ini?"

Deg..

Itu lah bunyi dari jantung mereka, tidak ada yang menjawab. Mereka hanya menunduk tanpa suara, begitupun dengan Veli dan Silvi.

"kenapa ini? udah kelas 12 kok ya masih kayak gini, kalian itu mau UN. Malah pada nunduk!" pak Eko mengertak dengan menggunakan spidol.

"baik lah, jika tidak ada yang mau menjawab. Jangan salahkan spidol ini jika melayang,  mengenai kepala salah satu dari kalian. Dan yang kena nanti maju, dan mengerjakan soal ini."

Pak Eko mengambil ancang-ancang, setelah siap pak Eko melemparkannya. Berbeda dengan para murid, mereka berdoa supaya tidak terkena spidol. Dan yang mereka bisa lakukan sekarang hanyalah menunduk.

Celengan RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang