14 : Celengan Rindu

5 1 0
                                    

Vilo menatap Veli tajam. Dan Veli bisa merasakan itu, Veli tidak bisa duduk dengan tenang. Berbeda dari Vania, yang duduk di sebelah papanya dengan sangat tenang.

Vilo duduk di depan Veli, dan Veli hanya menunduk dari tadi. Sampai mama Vilo datang dan membawa bolu dan es jeruk kesukaan Vilo dan Vania.

"asikk hemmm, gila enak banget ini mesti." tanpa rasa malu Vania langsung memakan bolu, dan meminum es jeruknya. "papa hebat, nggak salah pilih mama."

Suho mengambil bolu yang ada di tangan Vania. "kamu nggak sopan ya, ada kakak ipar kamu kok kayak gitu. Harusnya kamu itu yang anggun, mempersilahkan kakak ipar kamu makan duluan" Suho berceramah dan Vania hanya menganggukan kepalanya. "dan tentang papa nggak salah pilih mama. Itu emang bener, karena mama kamu itu serba bisa. Iya kan sayang"

Irene terkekeh lalu menatap datar Suho. "dasar tukang ngardus."

"tukang ngardus, tapi kamu suka kan? " Suho menatap intens Irene, dan itu membuat Irene salah tingkah.

"iya in, aja deh" Suho tersenyum dan memberikan bolu itu pada Vania.

"nih bolu kamu, papa udah nggak butuh." Vania menghela napasnya.

"emang bolu bisa buat apa pa? Ngardus gitu? Kaya tadi ya?"

"mungkin" Vania hanya menganggukan kepalanya asal.

"Vilo dimakan dong bolunya, kan mama buat itu untuk kamu."

Mendengar itu Vania cemberut dan meletakan kembali bolunya. Irene mengerutkan alisnya bingung namun, Suho menghela napas pelan. Sedangkan Vilo masih menatap tajam Veli.

"punya istri kok nggak peka." Suho menyindir Irene.

"kamu kenapa sayang? Kok, di taruh lagi. Kamu nggak suka ya bolu buatan mama?" Irene menunduk sedih.

Vania menggeleng lalu, mengusir papanya supaya Vania bisa duduk di samping mamanya. Suho hanya menggelengkan kepalanya tak percaya.

"mama, bukan gitu. Ihh, mama aku naruh bolunya lagi karena mama bilang bolu itu cuma buat kak Vilo" Irene menatap Vania dengan lembut.

Irene tersenyum. "ya ampun, kan kamu juga anak mama sayang. Kan, mama ngomong kayak gitu karena Vilo nggak makan bolunya."

Vania memiringkan kepalanya. "ohh jadi gitu, ok deh kalau gitu."

Vania mencium pipi Irene dan membuat Irene tersenyum lalu mengacak rambutnya.

Suho cemberut lalu menarik Vania, dari tempatnya. "minggir kamu, dasar anak durhaka."

Vania meringis pelan saat Suho memindahkannya. "santuy, kali pa. Emang aku ini apa di pindah-pindah."

"kamu ini adalah orang, yang nggak pernah dateng di pernikahan papa sama mama." Suho menatap tajam Vania lalu memalingkan wajahnya.

Vania berdecak pelan. "ya, kalau itu mah aku tau kali."

Suho tak menjawab namun, menyandarkan kepalanya di bahu Irene.

"Vel, ikut aku." Veli mengerjapkan matanya.

Ini pertama kalinya Vilo berbicara, Veli terpaksa harus menerima ceramah dari Vilo. Ya, Veli tau jika dirinya juga bersalah.

Vilo berdiri dan di ikuti oleh Veli.

"pa, ma. Aku pergi dulu sama Veli."

Suho menganggukan kepalanya begitu pun Irene. Dan Vania hanya tersenyum nakal.

Vilo menggeret Veli menjauh dari ruang keluarga, lalu Vilo membawa Veli ke dalam kamar.

"kenapa pakai baju itu?" Veli memainkan jarinya. Veli takut menatap Vilo.

"emm, anu itu... Aku, Vania yang milih"

"terus kamu mau?"

"aku... Aku nggak mau. Tapi Vania yang maksa." Vilo menghela napas kasar.

Vilo pergi meninggalkan Veli, dan Veli hanya diam saja di tempat. Veli hanya menunggu dengan sedih.

"nih, pakai yang ini. Aku nggak mau kamu pakai baju kayak gitu." Veli terkejut karena sebuah baju yang berukuran besar, dan celana panjang tiba-tiba di berikan padanya.

Veli mengambil baju dan Celana panjang itu dari tangan Vilo. Menunggu beberapa menit, Veli akhirnya keluar dari kamar mandi.

Vilo menatap Veli dengan senyum. Veli menjadi salting karena tatapan Vilo.

"emm, Vilo aku mau pulang." memberanikan diri, Veli pun menatap Vilo.

Vilo menanggukan kepalanya, lalu mengajak Veli keluar. Saat menuju ruang keluarga terdengar suara Irene dan Suho berdebat.

"tapi, pa.. Aku nggak setuju kalau Vilo sama... " karena melihat Vilo, Irene menjadi diam.

"pa, ma.  Aku mau nganter Veli pulang dulu ya. "

Irene mengangguk dan Suho tersenyum.

"hati-hati ya, bawa calmen papa. Sekali lecet awas kamu" Vilo menganggukan kepalanya.

Veli pun berpamitan dengan, Suho dan Irene. Lalu mereka meninggalkan rumah Vilo.

Celengan RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang