33 : Celengan Rindu

8 1 0
                                    

"Veli, gue mau roti bakar elo dikit dong." Veli mengangguk dan memberikan roti bakarnya pada Silvi.
"kenapa nasi gorengnya nggak enak ya?"

"enggak kok, cuman bosen aja gitu."

"kalau bosen kenapa, di beli? Beli yang inovasi baru dong Silvi"

Silvi berdecak pelan. "yang namanya bosen itu nggak bakal bisa ngalahin rasa suka, kalau kita udah suka sama barang atau yang lainnya. Mau di ganti apa pun, rasanya akan tetap beda. Tidak ada lagi yang sama. Elo tau kan, gue suka banget sama nasi goreng buatan mama. Nah, saat ini gue lagi pingin jadi gue beli, saat gue beli.  Rasanya beda, nggak ada yang sama. Mau gue buang, eman-eman banget uangnya. Jadi gue minta roti bakar elo dikit supaya gue, bisa ngalihin rasa makanan ini"

Veli tersenyum sendu, dan Silvi menatap Veli dengan senyuman ceria. Veli tau jika Silvi sedang merindukan kedua orang tuanya, Silvi belum menceritakan tentang penyakit dan bagian apa saja yang, terkena akibat kecelakan itu.

Namun, Veli juga tidak ingin menyakan itu Veli membiarkan Silvi supaya dirinya sendiri yang mau bercerita.

"yaudah, kalau elo pingin. Habisin aja roti bakarnya, biar gue yang makan nasi goreng elo." Silvi menurut dan memberikan nasi gorengnya pada Veli.

"makasih ya Veli, gue bahagia banget punya sahabat kayak elo."

"iya sama-sama. Gue juga bahagia."

Setelah mengatakan itu, mereka berdua langsung memakan makanan yang mereka tukar.

"Veli kamu disini?" Vilo cowok, itu mengusir Silvi agar pindah tempat duduk. "minggir elo, gue mau duduk sama masa depan gue."

Silvi menatap tajam Vilo. "anjir ya.. Untung gue sayang sama Veli, jadi gue nggak bakal bunuh elo. "

Veli terkekeh, melihat interaksi antara Silvi dan Vilo. Mereka berdua dekat seperti kakak, adik. Dan Putra hanyalah pengasuh untuk Silvi.

Mengingat Putra, Veli langsung melihat posisi tadi saat Putra sedang berbicara pada seorang cewek.

Nihil, Veli tidak menemukan Putra lagi. Dan cewek itu, Veli juga tidak melihat cewek tadi.

"Veli kamu, kenapa?" Veli tersentak saat Vilo menepuk pundaknya.

"ehh.. Enggak kok, aku nggak papa. Cuman lagi mikir aja. "

"mikir apa? Kamu ada masalah? Cerita ke aku dong" Veli menggelengkan kepalanya.

"drama rumah tangga pagi ini, si ceweknya mikir dan si cowoknya malah makan nasi goreng sambil ngomong. 'kamu nggak papa kan? Cerita sama aku' ck..ck..ck.. Kaum jomblo mah bisa apa? Cuman bisa nonton tanpa merasakan."

Veli dan Vilo, melihat Silvi dengan tatapan aneh. Namun, Silvi malah membalas mereka dengan tatapan malas.

"elo kenapa sih? Ngganggu orang romantis, makannya cari pacar sana. Kalau perlu si Putra tuh, di pacarin biar kalian bisa merasakan apa itu pacaran yang sesungguhnya. Lagian, di jadiin bucin tanpa kepastian aja mau, sekali-kali minta dong keseriusan."

Kini giliran Silvi dan Veli menatap Vilo. Tidak percaya, Vilo yang biasanya hanya berbicara seperlunya saja. Tidak panjang seperti ini, dan ini adalah salah satu rekor Vilo bisa berbicara panjang seperti itu.

"kamu tumben ngomong banyak kayak gitu" Vilo tersenyum dan menyodorkan sesendok nasi goreng pada Veli, dan Veli memakan nasi goreng itu.

"emang nggak boleh, aku cuman lagi ngomong panjang bosen aku sama, pembicaraan yang pendek-pendek."

Silvi melempar sedikit rotinya pada Vilo. "anjir.. Gue nggak nyangka ya,  kalau elo bisa bosen bicara pendek. Gue pikir elo, nggak bakal bosen sama cara bicara elo. "

"bagaimana pun juga, gue adalah seorang manusia biasa. Gue juga bisa bosen, nggak kayak elo. Walaupun udah bosen tapi tetep aja di lakuin"

Silvi menopang wajahnya dengan kedua tanganya. "contohnya?"

Vilo tersenyum sinis, tetapi terus menyuapi Veli dengan nasi goreng. "Putra, elo udah tau kalau elo cuman di jadiin bucin. Dan asal elo tau, gue tau kalau elo udah bosen sama si Putra. Tapi, elo nggak tau kenapa alasan elo selalu bertahan di samping Putra. Meskipun elo udah bosen banget sama Putra."

Deg!!!

Jantung Silvi seakan berhenti berdetak, Silvi setuju dengan Vilo. Silvi tau jika dirinya hanya menjadi teman bucin dari Putra. Namun, dia juga tidak tau alasan apa yang kuat untuk berhenti menjadi teman bucin Putra.

"udah, lah... Vilo jangan di bahas deh, kan kita juga nggak tau perasaan mereka berdua. Mending, sekarang giliran kamu yang makan. Aku udah kenyang."

Vilo mencubit hidung Veli. "iya.. Sayang, aku juga udah pesen bubur ayam. Nah, itu pesenannya datang."

Bibi Eli memberikan bubur itu kepada Vilo. "ini den, makannya yang banyak. Jangan di sisain, nanti bikin rejeki jadi berhenti loh.."

"ok... Bi, makasih ya."

Bibi Eli pergi dan Silvi masih diam, Veli menghela napas dan berbicara pada Silvi.

"Silvi rotinya dimakan. Eman-eman banget loh.. Bayarnya pakai uang, nanti rejeki kamu nggak lancara kayak yang di omongin sama bi Eli."

"iya.. Gue makan nih, tapi bisa nggak sih nggak usah pamer keromantisan kalian di depan gue. Jadi nggak nafsu makan nih gue."

"iya... Vilo, kamu makan sendiri ya. Kasihan sahabat aku, nanti dia ngambek"

"iya.. Sayang aku makan sendiri nih."

Silvi tertawa, dirinya tidak tau jika Vilo sudah sebucin ini pada Veli. Jujur, Silvi juga ingin merasakan seperti itu.

Silvi ingin, orang tuanya segera sadar dan Silvi bisa bercerita tentang kesehariannya pada orang tuanya. Namun, Silvi juga ingin ada seseorang di sampingnya untuk menceritakan segalanya.

Dulu dia sering bercerita pada Putra namun, sekarang Silvi tidak punya siapa pun. Jika dirinya bercerita pada Veli, Silvi takut nanti Veli khawatir padanya. Dan jika dirinya bercerita pada Vilo. Maka Vilo hanya akan menjawab singkat, bukannya menemukan solusi malah menemukan emosi yang terpendam dari dulu.

Celengan RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang