32 : Celengan Rindu

5 1 0
                                    

Pagi ini, Veli harus bangun tanpa kedua orang tuanya lagi. Veli masih bingung kemana Renata dan Reza pergi.

Karena penasaran Veli mencoba menelepon mereka, bukannya menjawab malah di jawab oleh operator ponsel yang menyebalkan.

"huh.. Gue coba nanti kalik ya.. Semoga di angkat, udah dua hari mereka pergi. Tapi kok, gue nggak di beritau ya.."

Karena tidak ingin berpikir panjang, Veli pun mandi, memakai seragam sekolahnya. Lalu makan dengan roti yang dirinya beli, kemarin saat pulang sekolah.

Veli bersyukur, karena hari ini tidak ada tugas. Jika ada mungkin alaram yang di pasang Veli tidak akan berguna.

Dengan santai Veli mengambil kunci motor, mengunci rumah lalu berangkat ke sekolah.

Bulan ini adalah, bulan terakhir Veli berada di sekolah. Karena bulan depan Veli akan menghadapi UN.

"apakah gue bisa? Gue masih takut, gue nggak mau ninggalin mereka semua. Dan beradaptasi lagi di lingkungan yang baru, gue nggak mau kepisah sama mereka. Terutama, Vilo."
Dengan langkah malas, Veli menuju ke kelasnya. Masih sepi, belum ada yang berangkat. Karena penasaran, Veli pun melihat jam tangannya.

"what... Gue berangkat jam 06.15? Pantes aja masih sepi. Dingin lagi, gue bisa gabut nih... Mana, ponsel gue lagi nggak ada paketannya lagi. Ih.. Nyebelin."

Veli terus mengoceh, sampai Edo masuk ke kelas. Veli memang tidak begitu dekat dengan Edo namun, sikap Edo sangat menyenangkan.

"weh... Mbak Veli, pacarnya mas Vilo. Kok pacarnya belum dateng mbak? Kan, nih ya.. Kalau pacaran itu kunci langgengnya cuman satu barengan terus." Edo menaruh, tasnya sambil mengoceh.

"ya enggak juga Edo, kalau gue sama Vilo itu saling percaya. Jadi nggak bakal mungkin ke pisah" Edo berdecak pelan.

"oh.. Kalau itu sih gue percaya. Tapi, yang gue bingung Silvi sama Putra itu, pacaran nggak sih? Kalau gue lihat nih ya.. Mereka itu di anggap teman, tapi kok kayak orang pacaran. Apa lagi, kemarin pas Putra nolongin cewek. Silvi tuh kelihatannya marah banget loh..."

Veli yang tadi fokus pada permainan, sekarang melihat Edo penasaran.

"emang si Putra, nolongin siapa sih?" Edo melihat Veli terkejut.

"elo gimana sih, cerita sahabatnya sendiri nggak tau. Kalau gue dengar dari tetangga sebelah ya.. Katanya cewek yang di tolong Putra itu, cewek yang Putra suka setahun yang lalu."

Brak!!

"pantes.. Gue juga nebaknya gitu, Putra nggak bakal ngasal kalau bantuin orang."

"lah.. Emang Silvi pacarnya Putra?" Veli menggeleng. "tapi kok kemarin Silvi marah? Aneh ya.. Bukan siapa-siapa tapi marah pas lihat, Putra bantuin cewek yang dia suka. Udah lah ya.. Bingung gue, oh.. Ya gue mau ke kantin. Laper gue duluan ya dada"

Edo melambaikan tangan, dan di balas Veli. Dari cerita Edo, Veli jadi penasaran dengan cewek yang di sukai oleh Putra.

Veli dan Putra memang dekat namun, tidak dengan cerita mereka. Mereka hanya bercerita tentang, apa yang terjadi namun, bukan tentang privasi.
"hayo... Ngapain pagi-pagi bengong" Veli mengelus dadanya terkejut, saat Silvi mengejutkannya. "tumben dateng pagi, biasanya dateng pas lima menit mau masuk."

"Silvi kaget tau nggak sih, untung gue nggak punya penyakit jantung. Dan masalah gue dateng pagi, gue emang nggak sengaja. Oh.. Ya gue juga mau tanya sesuatu, tapi gue mohon elo jangan marah ya"

Silvi mengerutkan alisnya namun, akhirnya dirinya juga mengiyakan.

"mau tanya apa?" tanya Silvi sambil mengeluarkan bukunya.

"emm.. Elo pacaran ya sama Putra?"

Tangan Silvi langsung berhenti bergerak, hati Silvi terasa sakit. Lalu tangan Silvi kembali bergerak.

"enggak kok, lagian siapa yang bilang kalau gue pacaran sama Putra?"

"enggak kok, cuman kepo aja gitu dikit"

"oh.. Ok"

Veli menghembuskan napasnya, Veli bersyukur karena Silvi tidak kepo tentang mengapa dirinya bertanya seperti itu kepadanya.

"Vel, gue laper nih. Temenin gue ke kantin yuk"

"ok.. "

Mereka berdua pergi dan menuju kantin, di lorong mereka tidak membicarakan apa pun. Sampai Putra mengejutkan mereka.

"woy.. Kalian mau kemana?" Silvi menatap Putra malas, sedangkan Veli menutup mata sambil mengelus dadanya.

"ke kantin." Putra tersenyum.

"gue ikut ya. Bosen gue di kelas kalau, Vilo belum berangkat."

"iya elo, boleh ikut kok" sahut Veli.

"ok, kalau gitu kuy.. Ke kantin."

Jadilah mereka bertiga pergi ke kantin biasa yang mereka kunjungi. Kantin masih sepi, ada yang mampir dengan membawa tas ada yang makan sendirian, dan masih banyak lagi.

"Veli gue pesen dulu ya, elo mau pesen apa?"

"gue mau roti bakar aja 1 rasa coklat keju ya. Oh.. Ya, sama minumnya susu coklat satu kasih es batu dikit aja."

"ok kalau gitu, elo cari tempat ya.."

Veli mengangguk lalu pergi mencari tempat kosong. Veli tidak melihat Putra, padahal tadi mereka pergi bersama.

"Putra kemana ya?"

Veli mengedarkan pandangannya, dan menemukan Putra sedang mengobrol dengan seseorang. Dan Veli tidak mengenal siapa orang itu, tapi menurut Veli mereka dekat. Meskipun, Veli tidak tau apa status hubungan mereka.

"atau jangan-jangan itu cewek yang di suka sama Putra?" Veli berucap lirih. "wajahnya nggak kelihatan lagi, Putra minggir dong Put. Gue pengen lihat siapa cewek itu."

Veli tetap mencoba melihat cewek itu dari sisi mana pun. Namun, Veli tetap tidak bisa melihat cewek itu. Sampai Silvi datang dan menepuk pundaknya.

"Veli elo lihat siapa sih?" Silvi juga mengikuti pandangan Veli, tapi sebelum itu terjadi Veli bertanya pada Silvi.

"eh.. Udah dateng to? Silvi gue habis berapa biar gue ganti." Silvi melihat Veli.

Veli tersenyum, setidaknya Silvi tidak melihat Putra.

"enggak usah, santuy aja kalik. Gue hari ini lagi baik, jadi gue traktir deh. Oh ya.. Putra mana? Kok, nggak ada padahal, tadi bareng kita loh kesininya."

"anu paling Putra, pergi bentar kayaknya. Soalnya tadi gue juga nggak tau Putra pergi kemana." Veli terpaksa berbohong pada Silvi.

Namun, Veli juga tidak mengetahui alasan mengapa dirinya harus membohongi Silvi.

Padahal, Veli tau bahwa Putra dan Silvi tidak memiliki status apa-apa. Kecuali, hanya seorang sahabat.



Celengan RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang