26 : Celengan Rindu

5 1 0
                                    

Pagi telah datang dan Veli menyadari itu, kenapa pagi datang cepat sekali. Padahal, Veli masih ingin rebahan di pagi yang cerah ini.

"ini jam berapa sih?" Veli melihat jam, Veli terkejut karena sudah pukul 06.30 wib.

Dengan cepat Veli mengambil seragam lalu mandi, Veli bingung kenapa Renata tidak membangunkan dirinya.

Lalu kemana Renata dan Reza? Apakah mereka berdua, hilang bagaikan di telan bumi.

Tidak, tidak, tidak. Veli menggelengkan kepalanya sendiri, meskipun Renata menyebalkan dan Reza juga menyebalkan. Veli masih menyayangi mereka berdua.

Dengan cepat Veli mandi, 2 menit berlalu Veli telah siap dengan seragamnya. Veli turun ke bawah, memakai sepatu, memasukan buku-buku pelajaran hari ini. Lalu pergi berangkat sekolah.

Silvi berharap sekolahnya belum membunyikan bel masuk. Veli mengendarai, sepeda motornya dengan kecepatan penuh.

Sampai di parkiran sekolah, Veli mengucap syukur karena dirinya tidak telat. Veli merapikan rambutnya sedikit lalu pergi menuju kelas.

"Veli, yaampun gue kira elo telat. Elo harus tau sih lima menit lagi elo telat, dan gue nggak tau deh. Gimana nasib elo nanti di tangan pak Joko" Silvi terus berceloteh, pada Veli.

"elo udah sehat?" Veli mengalihkan pembicaraan.

Silvi memutar bola matanya. "sekarang keadaan gue gimana? Sehat kan?" Silvi memutar tubuhnya dan membuat Veli terkekeh.

"iya.. Aku percaya kok. Tapi seharusnya istirahat aja di rumah, gue masih khawatir sama keadaan elo Sil."

"enggak kok, gue udah sehat kok" Veli senang mendengarnya.

"ok, kalau gitu."

Teringat sesuatu, Silvi pun bertanya pada Veli. "Veli.. Gue mau tanya sesuatu dong"

"apa? Sil?" Silvi sibuk berpikir, dan Veli membersihkan mejanya.

"gini Veli, kan papa sama mama gue lagi di rawat. Nah, gue mau nginep di rumah elo boleh nggak? Soalnya Bi Minah. Pulang kampung, cucunya lagi sakit. Dan satpam gue lagi, cuti juga anaknya sakit. Jadi gue takut tidur sendirian di rumah."

Mendengar itu Veli menatap Silvi kasihan. "ok, kalau gitu. Elo boleh kok tinggal di rumah gue kapan pun elo mau."

Silvi tersenyum senang dan langsung memeluk Veli dengan erat. "lepasin Silvi, sesek nih dada gue."

Silvi melepaskan pelukannya dan menatap Veli dengan semangat. "makasih ya... Gue beruntung tau nggak sih, punya sahabat kayak elo Veli."

"gue juga beruntung Silvi."

Mereka berdua tersenyum dan berpelukan lagi. Veli tidak menyangka jika Silvi mau menjadi sahabatnya. Dan Silvi juga sama seperti Veli.

Suara bel masuk, membuat pelukan itu berakhir. Dan membuat semua murid menjadi beriuh ria sendiri.

"jadi anak-anak, berhubung bulan depan adalah dimana masa-masanya kalian, puasa senin-kamis, dan memperbanyak pahala dan iman."

Putra bingung dengan perkataan Bu Vivin. Akhirnya Putra mengangkat tangan dan bertanya.

"iya Putra ada apa?"

"bu, maaf nih ya bu. Tapi Putra nggak tau apa yang ibu maksud." Putra mengatakan itu dengan muka polosnya.

"loh Putra sudah lupa toh? Kalau bulan depan itu. Adalah bulan terakhir kalian di sini."

"loh.. Emangnya kita mau kemana bu kok pergi" wajah polos Putra, membuat seisi kelas menjadi ingin menghajar Putra.

"KITA.. UN PUTRA KITA UN" seisi kelas terkejut dengan Silvi.

"ehh... Gue nggak tanya elo ya Silvi. Gue tanya sama ibu kedua gue."

"ya kan sama aja... Tanya aja sama bu Vivin." Silvi dan Putra saling menatap sinis.

"bu emang bener ya, kalau besok bulan depan kelas 12 mau UN?" bu Vivin mengangguk.

"benar Putra. Bulan depan kalian UN"

"tuhkan bener gue" Silvi menyahut dan membuat Putra kembali menatapnya.

"iya.. Iya, lagian sih elo jawab pakai gas motor yang baru di isi bensin, coba dong jelasinnya kayak bu Vivin. Lembut gitu, bukannya ngegas"

Silvi menepuk dadanya untuk bersabar. "Lagian elo sih, mukannya nyebelin. Jadinya gue pengen nonjok gitu pakai tangan gue."

"elo nonjok gue, gue aduin loh.. Sama bu Vivin."

"sebenernya nggak gue aja yang pengen nonjok muka elo, tapi seluruh kelas kalau elo mau tau."

Pernyataan Silvi di angguki oleh murid-murid yang lain. "betul... Setuju gue sama elo... Kita semua setuju kan?" Edo mengompor-ngompori, teman sekelasnya.

"iyaa.. Betul tuh... Emang pantes sih dia di tonjok..." berbagai sahutan bermunculan, sehingga membuat Putra semakin tersudut.

Namun, sahutan yang terakhir membuat semua orang menatapnya.
"ini ada apa sih? Berisik amat, gue lagi ngliat video bikin dalgona cafe nih.. Yang ngaduknya sampai tangannya patah." dengan santai, Nana mengatakan itu di depan semua orang yang menimbulkan ekspresi yang berbeda-beda.

"Nana sayang, kamu lihat apa kok komentarnya begitu banget" Nana terkejut, karena bu Vivin yang menjawab.

"eh.. Bu Vivin, maaf Saya kira, Bu Vivin belum masuk." Nana menjawab kikuk.

"iya.. Sekarang ponselnya di masukkan atau ibu ambil sampai kelulusan?"

Nana langsung menaruh ponselnya ke tas. Lalu mengeluarkan buku pelajaran.

"hemm.. Jadi anak-anak, karena ujian praktik harus segera di selesaikan, kalian harus berkerja kelompok. Ingat kelompok! Nanti di dokumentasikan, lalu kirim nama kelompoknya siapa saja. Dan ingat, prakarya kalian harus selesai minggu ini. Jangan lupa okk!"

"baik bu..."

Saat itu juga, bel istirahat berbunyi. Dan membuat semuanya berceloteh ria.

"baik anak-anak. Silahkan beristirahat, jangan lupa yang istirahat jangan cuma fisik sama jasmaninya aja. Hatinya juga istirahat, karena doi yang tidak peka-peka. Ok? Kalau begitu Saya pergi dulu ya"

"Siapp bu Vivin"

Mereka pergi dengan teman-temannya untuk ke kantin. Begitu pun dengan Silvi dan Veli. Yang pergi ke kantin.

Celengan RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang