Berjalan tanpa arah dengan keadaan perut kosong dan hati yang berdarah-darah. Ayla tanpa arah sekarang, berkali-kali dia terantuk kakinya sendiri karena pandangan kabur oleh airmata.
Benar-benar tanpa arah. Bahkan jika ada ujung dunia dia akan berlari ke sana.
Kepalanya menengadah ke atas melihat betapa jernihnya langit dengan taburan bintang yang banyak. Merasa hidupnya sia-sia, tanpa arah.
Kakinya terasa perih karena lecet, entah sudah berapa jam dia berjalan tanpa arah di penerangan remang-remang.
Sempat terlintas di pikirannya agar benar-benar pergi dari dunia kejam ini.
"Eden, maafkan Mama. Tadinya Mama pikir kehadiran kamu bisa jadi penyejuk, sekarang semuanya semakin runyam. Tidak ada satupun yang menginginkan kita," isak ibu hamil itu sambil mengelus-elus perutnya. Sebenarnya dia kembali merasakan kram di bawah perut, tapi itu tidak penting sekarang.
Dia benar-benar tanpa arah, entah harus ke mana sekarang.
Lagi-lagi dia berada berada di pihak yang lemah dan salah, membuatnya hanya bisa menanggung semua ini sendirian.
Ayla pergi tidak membawa apa-apa, hanya pakaian yang menempel di tubuhnya sekarang. Dia hanya menjadi beban dan perusak hubungan rumah tangga orang lain membuatnya merasa tak berguna jadi manusia.
"Maafkan Mama. Maafkan Mama." Gadis itu terus berujar dengan suara putus asa dan mengelus-elus perutnya karena rasa kram itu membuatnya tak kuat menahannya.
Sesaat tubuhnya terperosok jatuh ke bawah sambil memegang bawah perutnya.
"Mari kita pergi, Nak. Biar kita tidak jadi hama bagi kebahagian orang lain."
_____"Bodoh! Bodoh! Bodoh!"
Entah sudah berapa kali umpatan yang meluncur dari bibirnya. Pria itu terus memperhatikan sisi jalan mencari sosok yang terus berada di kepalanya.
Auden tak pernah mengerti dengan isi kepala gadis bodoh itu. Padahal tinggal mengaku saja jika pacarnya yang menghamili dia dan pada akhirnya dia yang tetap bertanggung jawab, hanya saja tidak menyeret namanya dalam kehamilan sang pembantu.
Pria itu menghela napas sembari matanya terus menjelajah sekeliling mencari keberadaan sang pembantu, di tengah malam buta seperti ini.
"Benar-benar menyusahkan!"
Kenapa para wanita suka sekali memilih hal rumit daripada jalan satu arah?
Ponselnya berdering dengan menampilkan nama sang istri, perasaan bersalah terus menghantam dadanya.
"Mi Amor, maafkan aku. Aku pun tak mengerti kenapa semua jadi seperti ini," gumam pria itu hanya menatap pada layar yang terus berkedip manja tersebut.
Saat panggilan ke lima dengan menarik napas panjang tangannya terulur untuk mengangkat panggilan tersebut.
"Bagaimana Sayang? Apa sudah jumpa? Pakaiannya di dalam lemari tidak dibongkar sama sekali." Sandra bertanya bertubi-tubi membuat Auden hanya terdiam. Pria itu memilih untuk menepi sembari merenungi nasib sial ini.
"Are you there?"
"I'm all ears. Ya, aku akan mencari sampai dapat," jawab Auden menggeleng.
"Malam ini harus dapatkan dia, kasian sudah malam dan Ayla sedang hamil. Moer juga terus menanyakan bagaimana Ayla sekarang, jika sampai esok pagi belum ditemukan kita akan lapor ke polisi."
Lagi-lagi Auden kembali terdiam. Pria itu hanya menempelkan ponsel ke telinga dan menyandarkan kepalanya di bagian kemudi. Helaan napas terdengar begitu frustrasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
BENIH MAJIKAN DI RAHIMKU (END)
Romance"T-tuan, jangan." Sang gadis terisak sambil menggeleng. "Diamlah, Sayang. Malam ini aku sangat horny dan ingin memakan semua tubuhmu yang nikmat," bisik sang pria dengan nada serak menahan gejolak hasrat yang bergelora. Malam panas itu menghasilkan...