Satu minggu, ya sudah satu minggu rumah itu terasa kosong. Sudah satu minggu juga mina tak mendengar suara taehyung, tak melihat wajah tampan suaminya, dan hanya menyisakan rindu yang terasa semakin membuat pasokan udaranya menipis, begitu sesak. Ternyata memang tak semudah itu.
Mina menatap benda persegi panjang yang bertengger indah di dinding, ukiran pigura yang didalamnya terdapat foto pernikahan adalah satu-satunya obat penawar rindu saat ini. Sudah selama itu juga mina tak sekalipun menghidupkan ponselnya, ya hanya foto pernikahan itu lah yang mampu membuat mina kuat. Mampu meyakinkan dirinya sendiri jika ia harus terus bertahan.
Aku sangat merindukanmu tae, apa kau baik-baik saja? Apa tidurmu cukup?
Mina mengusap perutnya lembut, lalu memejamkan matanya sejenak. "Anak kita selalu sehat, sudah 2 bulan ada dirahimku. Apa kau tau, entah ini karena permintaan anak kita atau karena apa, aku sangat ingin memelukmu sekarang"
Pagi ini mina kembali meraba ranjang yang sudah satu minggu ia tempati sendiri, perasaan hampa memang selalu menelusup kehatinya namun masih tak bisa menepis rasa takut jika akhirnya nanti ia akan meninggalkan taehyung.
Ting Tong
Suara bel rumah menyadarkan mina, ia beranjak lalu berjalan meninggalkan kamarnya. Terbesit harapan saat ia membuka pintu dan menemukan sosok yang paling ia rindukan akan berdiri disana, walau itu mustahil.
Dibukanya pintu dengan semangat, namun ia kembali menelan kecewa. Tidak ada sosok itu, melainkan ibu Park. Mina sedikit terhenyak melihat kedatangan ibunya kerumah, tangan kanan yang membawa sekantong penuh belanjaan dan tangan satunya membawa beberapa kotak makanan dari restauran favorite mina. Mina tersenyum ramah lalu mempersilahkan ibunya masuk,
"Biar mina yang bawa bu" mina meraih kantong belanja yang ibu Park bawa lalu berjalan menuju dapur,
"Kenapa tidak menghubungi ibu hm? Tidak merindukan ibu? Bahkan jimin juga diam saja jika ibu bertanya tentangmu"
Mina terkekeh, "Ibu mengkhawatirkanku? Ya Tuhan ibu, aku sangat merindukan ibu. Aku yang salah, aku sengaja tidak menyalakan ponsel dan meminta jimin agar tidak membuat ibu khawatir"
Mina berjalan mendekati ibu Park lalu mengambil alih kotak makanan dari tangan kirinya, ia letakkan dimeja makan. Ia menarik tangan ibu Park mendekat ke sofa lalu mendudukannya pelan.
"Ibu, aku baik-baik saja" ucap mina menenangkan
Ibu Park mengusap pelan pipi mina, "Ibu tau ada yang tengah menganggu pikiranmu, ibu juga tidak akan memaksamu untuk mengatakannya. Tapi ibu mohon, jangan mengurung dirimu sendiri"
Mina mengangguk lalu memeluk tubuh ibunya, "Apa sekarang saatnya menyerah ibu?" Tanya mina dalam hati.
Sedangkan dilain tempat, jimin gusar karena tidak menemukan taehyung dimanapun, dirumah keluarga Kim, dikantor dan beberapa tempat yang biasanya mereka gunakan untuk bertemu. Jimin semakin geram saat mengingat ucapan taehyung saat itu, "Jangan ganggu dan hubungi aku"
Sial, taehyung selalu serius dengan apa yang ia ucapkan. Bahkan ponselnya pun tak bisa dihubungi. Jimin hanya menyesali keputusan taehyung yang lari dari masalah, bukan ini cara pria menyelesaikan suatu masalah dirumah tangga mereka. Bukan karena jimin belum menikah dan ia tak mengerti bagaimana sikap suami didalam pernikahan.
Jimin paham betul, bukan masalah enteng yang tengah menerpa biduk rumah tangga mina saat ini. Taehyung, yang biasa ia kenal sebagi pria penyayang dan penuh kasih sayang, pria dengan rasa tanggung jawab tinggi sampai hati meninggalkan istrinya sendiri.
Baiklah, 7 hari taehyung menghilang. 7 hari itupun jimin dibuat geram tak karuan, mengingat bagaimana tenangnya sikap mina membuat jimin semakin yakin bahwa perempuan itu sedang tak baik-baik saja. Andai saja mina bisa berkata jujur dan menceritakan apa yang saat ini ia hadapi, yakin saat itu juga jimin akan mencari taehyung dibelahan dunia manapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
TIME - (Taemina) ✔
Fiksi PenggemarDulu, yang aku pikirkan sesaat mendengar pernyataan dokter adalah menghabiskan sisa waktuku untuk merasakan bagaimana rasanya menjadi istri dan mengandung seorang anak. Namun sekarang, aku menyadari bahwa takdirku tak sesederhana itu. Takdir membawa...