Bagian 14|| MDG

234 24 2
                                    

Happy Reading...

Kepulan asap rokok elektrik itu terus menyembur memenuhi udara disekitarnya. Terlihat seorang gadis tengah merebahkan tubuhnya disofa panjang yang ada di rooftop dengan satu tangan memegang rokok itu dan mengarahkannya kemulut untuk kembali di hisap.

Panasnya matahari ia abaikan. Semilir anginpun sudah menerbangkan beberapa helai rambutnya, tapi memang itulah yang ia cari.

Dengan mata yang masih terpejam, gadis itu kembali menghisap vapenya. Rasanya bahagia saat ia bisa melakukan apa yang ia inginkan tanpa ada yang menganggu.

Tap... Tap... Tap...

Suara derap langkah yang semakin dekat membuatnya terpaksa membuka mata, dengan mata yang menyipit karena terlalu silau akibat sinar matahari, gadis itu dapat melihat seorang cowok berdiri tak jauh darinya dengan kedua tangan disilangkan didepan dada.

Starla merubah posisinya menjadi duduk. Baru saja ia ingin menikmati hidup, seseorang sudah mengganggunya. Dasar pengganggu.

"Ikut gue!" titah cowok itu dengan penuh penekanan.

Starla berdiri dan melangkah maju dengan langkah angkuh untuk mengikis jarak diantara keduanya. Dengan wajah garangnya Starla menatap sengit pada 'pengganggu' dihadapannya.

"Gak" tolak Starla cepat.

"Ini masih jam pelajaran, dan lo gak boleh seenaknya keliaran apa lagi sampai di rooftop. Ditata tertib tertulis siswa dilarang ke rooftop, dan lo udah ngelanggar peraturan itu, apalagi dengan benda yang saat ini ada ditangan lo, siswa gak boleh bawa rokok jenis apapun ke sekolah!" ceramah Arthur.

Starla tersenyum meremehkan saat mendengar ceramah dari Arthur yang sama sekali tak akan merubah apapun.

"Dibayar berapa sih lo sampai segitunya?" ejek Starla. "Gue udah bilang sama lo buat gak usah atur hidup orang, jadi gak usah atur hidup gue karena semua akan sia-sia" ucap Starla dengan sedikit penekanan.

Arthur tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Starla memang sudah terlalu jauh melampaui batasan hidupnya, gadis itu harus segera disadarkan agar tak bertambah jauh lagi. Arthur yakin pasti Starla masih bisa berubah, hanya saja membutuhkan waktu seperti halnya perubahan itu terjadi. Semua butuh proses.

"Bukan masalah bayaran atau bukan, karena gue ngelakuin ini pure tugas, gue diberi amanah, dan harusnya lo juga tau kalo Ketua OSIS itu gak dapat bayaran sepeserpun" nada suara Arthur sedikit menurun. Memang butuh kelembutan untuk menghancurkan batu seperti Starla. Kalo dikerasin terus bukannya melunak justru malah tambah keras batu itu.

"Ekhem, gini ya. Bukannya gue ikut campur atau ngatur lo, tapi gue cuma nertibin murid murid bandel kaya lo supaya sekolah kita tetap dipandang sebagai sekolah unggulan. Gue gak mau cuma gara-gara sikap buruk lo sekolah kita dicap sebagai sekolah buruk juga. Dan perlu lo garis bawahi, gue ngatur karena tugas, dan itu hanya saat disekolah, kalo dirumah itu bukan urusan gue, jadi lo boleh lakuin apapun saat dirumah, tapi pilss gue minta sama lo, saat lo disekolah seengaknya lo ikutin peraturan. Gak usah yang muluk-muluk dulu, mulai dari seragam lo, gue tau lo ada duit buat beli seragam baru yang ukurannya lebih gedean dikit, toh kalo lo gak mampu beli gue siap beliin" Arthur mulai memberikan wejangannya.

Dan saat-saat seperti inilah yang Starla tak suka. Arthur selalu berlindung dibalik jabatannya. Cowok itu menjadikan tugas dan jabatan sebagai tamengnya. Cowok dihadapannya ini selalu bersikap bahwa dirinya selalu benar. Menyebalkan memang kalo sudah berurusan dengan Arthur. Karena masalah kecilpun akan dibesar-besarkan.

"So?"

"Intinya lo harus berubah" ucap Arthur final. Kesabarannya tak sebayak itu buat terus-terusan bersikap lunak pada Starla.

RLS [ 2 ] My Devil Girl [Completed]️✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang