Si Bumi dan Si Langit hitam

739 90 8
                                        

"Langit begitu hitam sampai batasnya dengan Bumi hilang. Akibatnya, bintang dan lampu kota bersatu, seolah-olah berada di satu bidang." Dewi Lestari.

Langit pernah se-jingga ini sebelumnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langit pernah se-jingga ini sebelumnya. Sebenarnya hampir sama saja dengan langit-langit lain di hari-hari kemarin, tapi Joy tidak ingat betul kapan itu, atau ia hanya tidak sedang ingin memerhatikan warna temaram langit menjelang malam. Matahari sudah jauh di ufuk barat saat nafasnya terhela berat. Dari balkon kamarnya, Joy memandangi jalanan sepi di depan rumahnya. Tidak banyak  orang yang berlalu lalang, sosok yang dia nantikan untuk pulang juga tak kunjung datang. Mungkin hari ini ia akan sedikit telat sampai di rumah, mungkin jalanan di luar komplek sedang padat mengingat ini akhir pekan, atau mungkin kakaknya itu sedang ingin berlama-lama saja di luar rumah.

Angin dingin mulai bertiup menyapu lembut baju panjang tanpa lengan dan tirai-tirai di kamarnya. Joy belum bosan memandang kejauhan. Ia masih menerka-nerka akankah bulan datang malam ini atau hanya langit malam lainnya yang akan menutup hari. Satu persatu lampu-lampu rumah mulai menyala. Sensor-sensor lampu jalanan pun mulai berfungsi, menyala menyambut datangnya pekat.

'TING' suara pemberitahuan dari handphonenya. Tapi Joy masih saja bergeming, sambil menumpukan beban tubuhnya pada kaki kiri dan menopang dagunya dengan kedua tangan di pinggiran balkon.

'TING' lagi suara pemberitahuan pesan mendatangi telinganya. Kakinya masih tak ingin beranjak masuk menilik pesan-pesan yang baru saja datang ke handphoenya. Kalau memang penting pasti si pengirim pesan akan segera meneleponnya, kalau tidak ada dering telepon ya nanti saja, batinnya.

"JOYCELINEEEEEEEEE!" Teriakan seseorang memecah kegiatan berdiam dirinya. Joy mendongak menatap balkon lain yang terletak berseberangan dengan balkon kamarnya. Lucas berdiri tegak dengan kedua tangan di pinggang. Tangan kanannya memegang handphone dan wajahnya ia kembungkan. Joy terlalu malas menjawab teriakan Lucas hingga ia hanya mengangkat diri untuk berdiri tegak.

"BALES CHAT GUE BURUAN!" Kedua tangan Lucas berada di depan mulut membentuk corong untuk memastikan teriakannya menyeberangi jalan komplek yang memisahkan rumah mereka.

Joy masuk ke dalam kamar, mencari letak benda yang diributkan Lucas, handphonenya tidak dapat ia temukan di manapun dalam kamar ini, sampai ia ingat kalau sejak pulang sekolah ia belum menyentuh handphonenya sama sekali. Dibukanya tas punggung yang sejak tadi tergeletak di atas meja belajar, setelah ketemu langsung saja ia tekan pemberitahuan chat yang muncul di handphonenya. Benar saja, Lucas mengirim pesan beruntun, jadi saat ia menjernihkan pikiran di balkon tadi ia tidak mendengar bunyi pemberitahuan lainnya. Alih-alih menjawab melalui chat lainnya, Joy segera menekan tombol telepon.

"Kenapa?" Tanpa sapaan. Langsung saja.

'Salam dulu kek, Lucas ganteng apa kabar? Ada apa nih? Gitu dong Joy."  Joy yang tadinya hendak mendudukan diri santai di pinggiran kasurnya kini melangkang dengan malas saat mendengar protes dari Lucas karena tidak menyapanya dengan layak.

BUMI | KIM DOYOUNG [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang