Part 6

86 17 1
                                    

Hari-hari berlalu. Indah belum juga menemukan pemilik akun misterius tersebut. Begitu pula Alvin, hingga sekarang belum menemukan titik terang, tapi gangguan terus berlanjut tiada henti. Begitu halnya Kiki, tak ada informasi sama sekali darinya. Dia tidak tahu harus mencari tahu bagimana lagi, karena akunnya tak dapat menambah pertemanan pada akun misterius tersebut.

Kecurigaan Indah semakin bertambah pada Rifki. Bagaimana tidak? Beberapa kali Indah bertemu dengan Rifki, dia pasti dilempari dengan kata-kata sindiran. Indah paling ingat saat ia dikatai, "jangan pernah punya pacar cupu, yang gak pernah ngasih kabar datengin rumah, dan cuman bisa ngajak ngobrol di sosial media". Jelas hal itu cukup menyinggung Indah. Dia sempat menangis dan mengadu pada Alvin. Alvin yang penyabar berusaha menenangkan Indah agar mood nya kembali baik.

Permasalahannya, Indah bingung, jika pemilik akun tersebut adalah Rifki, darimana ia tahu nama akun facebook Alvin. Sedangkan akun Rifki tak terdaftar pula dalam pertemanan Indah. Analoginya seperti ini, nama pacar Indah saja Rifki tidak tahu, darimana Rifki bisa tahu akun facebooknya. Indah dan Alvin juga tak pernah mem-posting kiriman atau foto mereka berdua, hubungan mereka masih privasi.

Suatu hari, Indah pulang dari sekolah cukup sore. Beberapa hal yang bersangkutan dengan guru mata pelajaran harus ia selesaikan hari itu juga. Pemikiran mengenai akun misterius ini membuat Indah cukup stress, beberapa nilai ulangannya sedikit anjlok. Oleh karenanya Indah meminta untuk perbaikan nilai.  Indah tidak pulang dengan Kiki. Kiki mempunyai acara keluarga yang mendadak, sehingga ia harus pulang duluan. Indah hanya mengiyakan karena dia juga mempunyai urusan tersendiri.

Angkutan umum sudah tak berlalu lalang lagi di depan sekolahnya. Terpaksa Indah harus berjalan terlebih dahulu ke jalan raya atau jalan utama, baru dia bisa naik angkutan umum. Jarak dari sekolahnya ke jalan utama cukup jauh. Namun apa yang harus ia lakukan selain berjalan terus.

Ketika hampir sampai di pintu jalan utama, Indah bertemu dengan Kiki yang sedang naik becak. Wajahnya seperti tegang dan pandangannya pun lurus saja. Indah mencoba untuk menyapa Kiki.

"Ki!" pekik Indah. Kiki menoleh dan langsung memberhentikan becak yang ia tumpangi. Atas perintahnya, becak tersebut menghampiri Indah.

"Ternyata lu disini Ndah! Cepetan naik!" ujar Kiki. Dia mencoba mengatur nafasnya. Wajahnya selain tegang juga berkeringat.

"Ada apa sih, Ki? Kayak abis dikejar anjing aja," jawab Indah.

"Udah, cepetan lu naik! Gue gak punya waktu banyak!" Kiki menarik tangan Indah agar segera naik ke becak. Indah yang ditarik langsung duduk di samping Kiki.

"Ayo Mang, jalan ke tempat yang tadi!" pinta Kiki.

"Oke, siap Neng!"

Becak melaju tidak terlalu cepat, karena memperhatikan beban yang dibawanya, dua orang siswi SMA yang memang tidak kecil-kecil amat.

"Lu cerita sama gue Ki, ada apa? Buru-buru gini? Lagian ini bukan jalan ke rumah kita lho," Indah bertanya dengan cemas.

"Ceritanya panjang, Ndah. Gue gak tahu harus mulai dari mana," jawab Kiki. "Udah, pokoknya lu lihat aja."

Beberapa lama kemudian, mereka sudah sampai di suatu tempat. Cukup asing bagi Indah, karena ia belum pernah singgah di tempat ini. Tepat di belakang taman kota, ada sebuah gang yang cukup besar. Dan disana terdapat bangunan runtuh dan rusak yang cukup tertutup oleh rindangnya pepohonan.

"Ngapain kita kesini, Ki?" tanya Indah sambil turun dari becak.

"Lu jangan berisik," jawab Kiki. Dia membayar ongkos becak sambil memesan becak untuk pulang.

"Yaelah Ki, mending lu bayar nanti, pas kita pulang," sambung Indah.

"Udah berisik," ucap Kiki. Indah diam.

Indah dan Kiki berjalan dengan hati-hati. Hingga mereka sampai ke sebuah dinding bangunan yang cukup tinggi. Dari sana mereka melihat beberapa orang laki-laki di tengah bangunan rusak sedang berkumpul.

"Lihat, laki-laki itu bukannya pacar kamu, Ndah?" Kiki menunjuk pelan pada sebuah laki-laki yang memakai celana seragam dan kaos berwarna hitam. Indah mencoba melihat lebih jelas. Betapa terkejutnya Indah, bahwa yang ia lihat adalah Alvin!

"Itu ... itu Alvin!" pekik Indah. Kiki mencoba menutup mulut Indah.

"Kenapa dia bisa ada disini?! Dan mereka siapa!?" Indah mulai menangis. "Jawab gue Ki! Mereka siapa!"

Kiki tak menjawab, namun jawaban dari pertanyaannya bisa Indah ketahui saat melihat bahwa diantara sekumpulan laki-laki itu ada Rifki dan dua orang temannya yang Indah tidak tahu siapa. Indah berusaha berjalan menghampiri mereka, namun Kiki mencegahnya. Rupanya, terjadi perkelahian diantara mereka. Alvin dengan seorang temannya berusaha melawan serangan dari Rifki dan teman-temannya. Namun badan Alvin yang tak sekuat dan tak sebesar Rifki, membuat dirinya tak mampu melawan hingga tersungkur jatuh. Indah yang sudah tidak kuat melihat akhirnya memberanikan diri untuk menampakkan dirinya.

"Eh, lo semua emang kurang ajar ya! Kakak kelas paling biadab!" teriak Indah sambil menangis. Tangannya yang geram mengepal dengan sangat kuat. Semua lelaki disana langsung tertuju pada Indah, begitu juga Alvin yang sudah tersungkur jatuh di lantai bangunan rusak tersebut.

"Indah ...," Alvin merintih.

"Eh, ada ceweknya nih," ucap salah satu teman Rifki.

"Lo lihat Ndah, pacar lu sekarang nasibnya seperti apa. Buat apa lo mempertahankan dia! Lemah, cupu, banyak omong, gak ada guna! Sekarang terbukti kan, kalo dia gak bisa merjuangin lo sebagai ceweknya!" Rifki dengan sok-nya berkata seperti itu pada Indah. Indah masih menangis dengan wajah yang memerah.

"Udah lah Ndah, emang napa sih, susah banget buat nerima Rifki. Tinggal lo putusin nih, makhluk gak ada guna kaya ini," salah satu teman Rifki menyambung sambil menginjak tubuh Alvin yang tak berdaya. Semuanya tertawa senang.

Tak lama, Kiki muncul dari balik dinding.

"Hentikan semua ini! Gue mohon! Ternyata gini cara lo buat mencintai Indah! Dengan kekerasan, emang lo pikir lo bisa dapetin Indah seenaknya! Gue bener-bener gak nyangka sama lo, gue nyesel suka sama lo!" ujar Kiki.

"Nyesel suka sama gue? No problem, lo siapa? Gue gak pernah nganggep lo ada! Haha, nyesel gue minta tolong ama lu, dasar anak kecil," ujar Rifki dengan nada menghina.

"Udah ah, kita cabut. Ngapain lama-lama disini. Oke, satu lagi buat lo ya Indah, jangan sampe lu nyesel karena lu gak mutusin tu anak cupu. Lama kelamaan lo bakal jadi milik gue, tenang aja," sambung Rifki sambil berjalan meninggalkan mereka. Kedua temannya mengikuti Rifki dan akhirnya pergi jauh.

Sementara itu, Indah langsung menghampiri Alvin yang sudah tak sadarkan diri. Dia merasa panik. Salah satu temannya menyarankan agar Alvin dibawa ke rumah sakit atau klinik terdekat. Mereka menyetujui, karena diantara mereka Kiki yang lebih tahu, akhirnya Kiki menjadi pentunjuk jalan mereka ke klinik terdekat. Dengan mengendarai sebuah dua buah ojek akhirnya mereka menuju klinik.

Sampai di sebuah klinik, Alvin langsung ditangani oleh beberapa perawat yang sedang berjaga disana. Sedangkan Indah, Kiki, dan salah satu teman Alvin menunggu diluar. Indah menangis atas kejadian ini. Kiki berusaha menenangkan sahabatnya. Ketika sudah cukup tenang, Indah mencoba untuk  bertanya mengapa kejadian ini bisa terjadi pada teman Alvin.

"Mmm ... lu temennya Alvin?" Indah bertanya. Matanya masih sembap.

"Iya, gue temennya. Oh ya, kenalin gue Jefri," jawab teman Alvin yang bernama Jefri tersebut.

"Gue Indah," ucap Indah. "Ini Kiki, sahabat gue." Jefri hanya mengangguk.

"Gue mau nanya, kenapa semua ini bisa terjadi?" Indah bertanya.

Jefri masih terdiam, seakan mulutnya tak mau bercerita. Tapi karena Indah mendesak, akhirnya Jefri buka mulut.

"Jadi ceritanya begini ..."

<< LANJUT KE PART 7 >>

ABOUT YOU (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang