CHAPTER 22

42.5K 2.3K 63
                                    

Pardon me if there are any typos on them!

Happy reading hehe

...

22. The 'First Love'

...

Enam belas tahun yang lalu.

Kedua mata gadis berusia sepuluh tahun itu menatap dua orang paruh baya di depannya dengan datar. Ada lingkaran hitam pada bawah matanya mengetahui kalau gadis malang ini baru saja ditinggal oleh kedua orangtuanya dua hari yang lalu akibat kecelakaan mobil.

"Keira sayang, mulai sekarang tinggal bersama Tante dan Om ya?" tanya seorang wanita cantik di akhir tiga puluh tahunannya itu sambil berjongkok dan memegang tangan kecil gadis itu.

Tidak ada jawaban dari sang anak kecil. Dia hanya menatap wanita di depannya dengan kosong. Tapi tiba-tiba saja air mata menetes dari sudut matanya. Lantas, si wanita langsung menghapus air mata yang turun di wajah Keira dengan ibu jari. Kedua matanya juga ikut berkaca-kaca membayangkan jika dia yang ada di posisi gadis tersebut. "Ayo pulang sama Tante dan Om."

*

Keira menatap dua orang anak yang mungkin seumuran dengan dia sedang berdiri di depannya dengan wajah yang juga menatapnya bingung. "Hai, nama aku Eric," ucap seorang laki-laki seusianya sambil mengulurkan tangan kepada Keira. Gadis itu hanya memandang tangan yang mengulur kepadanya itu dengan datar. Bocah di depannya masih mengulurkan tangannya dengan senyum lebar yang menunjukkan gigi ompongnya walau tidak dibalas oleh Keira.

"Nama kamu Keira, kan?" Bocah itu mengambil tangan kecil Keira dan menggenggamnya dengan erat. Senyum lebarnya masih belum hilang. "Ini kakak aku, namanya Amanda. Dia nyebelin banget, jangan mau main sama dia. Main sama aku aja."

"Kok gitu sih?" Amanda yang satu tahun lebih besar memukul kepala Eric dengan kepalan tangannya. Sontak itu langsung membuat bocah kecil itu menangis dengan keras di depan mereka semua.

"Amanda gak boleh gitu," Maria memperingatkan anak perempuannya yang masih menatap Eric dengan kesal. "Keira, kamu bisa bermain dengan Eric dan Amanda sekarang. Umur kamu dan Eric juga sama."

Eric masih belum berhenti menangis, dan dia menghampiri Keira. "Kamu lihat kan? Dia itu bukan perempuan. Dia itu gorila," bisiknya kelewat keras sehingga Amanda dan lainnya masih bisa mendengarnya.

Keira menatap Eric bingung yang sedang melirik Amanda jahil. "Lariiiiii," serunya ketika Amanda sudah berancang-ancang untuk memukulinya lagi.

...

Sembilan tahun yang lalu.

Kini mereka sudah berusia tujuh belas tahun.

Eric melangkahkan kedua kakinya dengan wajah datar ke arah kelas XII IPA 2, kelas Keira. Jantungnya masih berdegup kencang lantaran pada sore ini dia hendak menyatakan perasaan yang sudah dia pendam kepada gadis itu sejak mereka pertama kali bertemu.

Kedua kakinya sudah berada di belokan koridor, dan dia tidak bisa mengelak kalau jantungnya semakin berdegup tidak normal. Karena sudah pulang sekolah, maka suasana di sekitarnya sangatlah sepi. Mereka selalu pulang bersama, dan Keira menganggap hal itu karena mereka tinggal satu rumah. Walau Eric sebenarnya menginginkan gadis itu menganggap sesuatu yang lain.

Saat dia berada di depan pintu kelas Keira, dia sengaja menghentikan kedua kaki dan mengintip keadaan kelas Keira.

Tanpa sadar, senyum terpatri di wajahnya ketika mengamati Keira yang sedang menghapus papan tulis dengan wajah lelah. Laki-laki itu akhirnya memutuskan untuk tetap menunggu di depan kelas tanpa masuk karena tidak mau mengganggu tugas piket Keira.

Dia menyandarkan tubuhnya pada pintu kelas dan kedua tangannya sibuk bermain pada ponsel. Lalu tiba-tiba, telinganya mendengar sebuah percakapan yang memaksanya untuk menahan napas.

"Lo suka sama Eric?" tanya teman sepiket gadis itu. Eric tidak bisa menahan untuk tidak menguping lebih jauh. Dia membalikkan badan, lalu mengamati dua orang gadis yang sedang berbincang di tengah keheningan.

Keira tampak berpikir. Wajahnya terdiam sebentar. Sebelum dia menjawab, gadis di depannya terlebih dahulu menyela. "Gue suka sama Eric," ucapnya cepat sehingga membuat Keira kembali menutup mulutnya. Senyum ceria yang biasa selalu ada di wajah gadis itu kini hilang.

"Lo gak mungkin suka sama Eric, kan?"

Sesaat Keira tidak menjawab pertanyaannya.

Sedangkan Eric yang sedang menunggu-nunggu jawaban itu, sedang menahan napas.

"Gak," jawab Keira dengan napas tertahan. Suaranya tercekat. Dia menatap gadis di depannya dengan senyum yang dipaksakan.

"Beneran???" Temannya melompat-lompat kegirangan. Dan dia dengan spontan memeluk tubuh Keira hingga membuat gadis itu terkejut. "Gue kira lo sama Eric pacaran. Soalnya kalian selalu berangkat dan pulang bareng, sih."

Keira memberikan senyum kikuk. "Kan kita serumah..."

"Tapi lo sama Eric kalau ngomong pakai aku-kamu. Jadi gue kira kalian deket banget."

"Gue sama dia kan udah kenal dari kecil, jadi udah kebiasaan aja manggil aku-kamu nya."

Eric mengepalkan kedua tangan ketika menyadari kalau cintanya kepada gadis itu tidak terbalaskan. Bahkan saat dia belum menyatakannya.

Lantas, laki-laki itu membuka kelas Keira, lalu menatap Keira dengan dingin. "Ayo pulang. Udah sore. Kamu belum selesai?"

Keira dan gadis di sampingnya saling bertatapan. Saat itu Keira juga menyadari kalau tatapan Eric sudah berubah kepadanya. "Emmm," Gadis itu menggumam dengan wajah penuh kegusaran.

Lalu dia mendorong gadis di sebelahnya kepada Eric, dan tersenyum kikuk. "Kamu pulang sama Gladys aja, Ric. Kasihan tau dia gak ada yang jemput hari ini."

Eric mengkerutkan dahinya. "Trus, kamu pulang sama siapa?"

Keira tampak berpikir lagi. "Aku pulang sama Ryan. Udah ada janji sama dia kemarin."

"Oh..." Wajah itu menjadi kian datar. "Kamu lupa kalau aku juga minta kamu buat pergi ke suatu tempat sama aku hari ini?"

"Oh iyaaa!" Keira memukul jidatnya dengan telapak tangannya. "Maafin aku, Ric aku lupa!" serunya sambil memasang wajah merasa bersalah. "Gimana dong..."

Eric juga menunggu gadis itu untuk melanjutkan ucapannya. Tentu daja dia tidak mau ditinggalkan berdua saja bersama perempuan yang dia tidak kenal.

Gladys dan Keira saling lirik-lirik lagi. "Gladys lebih butuhin kamu, Ric. Kita kan masih punya banyak waktu." Jawaban finalnya itu langsung membuat rasa percaya diri laki-laki itu menurun drastis. Dia hanya mengangguk, lalu melirik Gladys dengan datar.

"Ryan sudah dimana?"

"Dia ada di lapangan basket. Nanti aku ke sana mau nyamperin dia. Udah kamu pulang aja sama Gladys."

Pada mulanya, gadis itu yang mendorongnya untuk bersama perempuan lain.

Tanpa dia sadari, dia sendiri yang selalu mendorong Eric untuk menjauh darinya.

Eric kecewa. Dia menganggukkan kapalanya lalu menghampiri Keira. "Ati-ati ya. Chat aku kalau kamu sudah sampai rumah," ucapnya dengan senyum tipis.

Senyum tipis yang berarti sejuta makna.

Eric mungkin selalu bersikap dingin kepada Keira. Semua orang mengira kalau pria itu tidak pernah peduli kepadanya. Semua orang hanya mengetahui kalau Keira lah yang mencintai Eric, dan pria itulah yang merupakan cinta pertamanya.

Tapi, semua orang tidak tau. Kalau sebenarnya, wanita itu adalah cinta pertamanya. Bahkan saaat mereka baru saja pertama kali bertemu. Jantung itu sudah berdesir dengan tidak semestinya.

...

#pooreric heuheuheuheu

Makasih dah berkunjung!

21 mei

The Day We Meet AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang