18

38 5 0
                                    

Tasya mengempaskan dirinya dikasur. Tak peduli dengan seragam sekolah yang masih dipakai. Ia memejamkan matanya tak ingin ada yang mengganggunya untuk saat ini. Pikirannya sedang kacau kala ingatannya kembali tertuju kejadian  tadi. Sampai kapan ia harus menahan rasa sakit ini? Ia bertanya pada dirinya sendiri.

Bukan sekali dua kali ia merasakan ini. Tasya lebih memendam sendiri. Lagi-lagi Nadia membuatnya kesal. Bagaimana tidak, akhir-akhir ini Nadia lebih sering ditanya keberadaannya dengan Fikri. Tentang tugas yang diberikan Nadia lebih dulu mengetahuinya daripada dia. Meski alasan Fikri memakai kata hanya mencari Nadia, tentu saja Tasya merasa ada sesuatu yang disembunyikan Fikri.

Rasanya muak jika terus berlama-lama seperti ini. Semuanya tidak mengerti bagaimana ia berjuang untuk mendekati Fikri. Bahkan, Tasya memiliki rasa itu semenjak ia duduk dibangku SMP karena satu kejadian yang selalu tersimpan dimemori ingatannya.

Tasya sibuk mencari bukunya di kolong mejanya. Tangannya sibuk meraba-raba kolong meja hasilnya nihil. Hanya menemukan sampah-sampah kertas dan bungkus permen. Tak peduli dengan sampah dibawah meja, Ia kembali sibuk mencarinya ditas. Tak lupa ia mengecek kolong meja teman sebangkunya dan hasilnya tetap sama, tidak ketemu. Bukan buku biasa membuatnya harus kesulitan mencarinya. Itu buku tugas Matematika yang akan dikumpulkan setelah istirahat.

Ia duduk dibangku. Rasanya ia ingin menangis mengingat tugasnya yang susah payah dikerjakan dan berakhir dengan buku yang hilang didetik-detik dikumpulkan. Membayangkan wajah guru killer yang siap-siap akan menghukuminya akan terwujud hari ini. Dalam hatinya ia berharap bukunya ada tanpa memikirkan bayang-bayang hukuman yang diberikan.

Tasya melihat sekitarnya dan pandangannya tertuju pada seorang siswa yang berada di ambang pintu mengangkat sebuah buku bersampul merah kearahnya. Ia menggeram marah dan beranjak dari duduknya berlari menghampirinya dan terjadilah aksi kejar-kejaran di koridor.

Tasya terus berlari mengejar anak laki-laki sekelasnya yang telah mengambil bukunya. Ia berlari menahan malu melihat disekitarnya yang tengah memandang mereka. Ia tak peduli yang penting buku itu bisa kembali ketangannya.

"Rian!! Balikin buku gue," Teriaknya sambil berlari.

Rian menoleh kebelakang. "Ambil aja sendiri. Wleee."

Bugh!

Rian menabrak kakak kelas yang sedang lewat dan membuat Tasya meringis melihatnya. Ia menghampiri Rian yang terjatuh. Baru saja ia ingin mengomel Rian, niatnya untuk mengomel Rian telah hilang ketika melihat kakak kelas yang tengah memandang mereka dengan tatapan tajam.

"Balikin bukunya." Ucapnya pelan namun tegas.

Rian menurut kemudian ia membagi buku itu ke Tasya dan langsung berlari. Tasya hanya diam memandangi kakak kelasnya . Seperti pengeran berkuda yang datang menolongnya.

"Ma-m-makasih Kak."

Dia hanya berdehem meninggalkan Tasya yang masih berdiri yang masih terpana melihat sosok kakak kelas yang berjalan melewatinya.

Tasya tersenyum jika mengingat itu. Satu kenangan yang harus disimpan dalam memori ingatannya.
Sejak itulah, ia mulai mengagumi Fikri. Tasya berusaha selalu berada disampingnya dan Fikri harus bisa menjadi miliknya. Ia camkan itu.

----||----

Andra menemani Tiara ke toko buku untuk membeli novel. Gadis itu menerornya lewat pesan whatsapp yang berkirim berkali untuk ikut menemani novel terbaru dengan iming-iming memakai motor Tiara.

Mau tak mau Andra menuruti kemauan gadis itu. Lagipula, kapan lagi ia akan bertemu Tiara dan ia bisa mengirit bensin motor karena yang dipakai motornya Tiara. Keputusan yang tepat.

Anak Tetangga Annoying (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang