19

34 5 0
                                    

Nadia jalan sambil memperhatikan sekitarnya. Tampak Andra yang sedang memanasi motornya. Ketika melihat Andra, Nadia kembali masuk kedalam rumahnya. Setelah kejadian semalam, Nadia menjadi canggung untuk bertemu Andra.

Nadia menyembulkan kepalanya keluar. "Bentar lagi Kak Andra berangkat keknya."

"Siapa yang bentar lagi mau berangkat?" Tanya Nadin di belakang Nadia.

Nadia menoleh kebelakang. "Bukan siapa-siapa kok, Bu." Nadia tersenyum cengengesan.

"Kamu itu mau berangkat jam berapa, Nadia? Malah ngintipin anak tetangga itu. Kenapa? mau bareng?"

"Kalau ada si Ojan, ngapain Nadia nebeng Kak Andra." Nadia mengambil tasnya yang tergeletak di sofa. "Nadia berangkat dulu bu. Assalamu'alaikum."

Nadin menjawab salam Nadia kemudian memberikan botol minumnya pada Nadia. Nadia menyengir sambil menerima botol minuman itu. Nadin menggelengkan kepalanya melihat Nadia yang selalu lupa membawa botol minumnya ketika mau berangkat kesekolah.

Nadia mencium tangan Nadin kemudian berjalan keluar rumah. Dia menghampiri Ojan. Mengelus Ojan seperti anak sendiri. Nadia menyalakan motornya kemudian melajukan motornya menuju kesekolah.

----||----

Andra menyandarkan dirinya sembari memijit pelipisnya melihat soal-soal matematika didepannya. Matanya terasa tak sanggup melihat serentetan angka dan rumus. Sesekali ia menguap sembari menutup mulut dengan tangannya. Kantung mata yang terlihat pertanda ia begadang tadi malam.

Dia mengemasi kertas-kertas soal yang berserakan dimejanya kemudian ia menaruhnya dikolong meja. Ketika mengemasi meja, pandangannya tertuju pada buku bersampul batik miliknya.

Dia membukanya dan melihat isinya yang penuh dengan corat-coret. Dia membuka lembaran demi lembaran  yang berisi kata-kata yang ia rangkai jadi lagu.

Dia menghela napasnya. Tampaknya keputusan yang disukai harus ia kesampingkan dan memprioritaskan keputusan baru yang ia putuskan dimalam itu dan tentu saja Ayahnya menyambut dengan penuh antusias, meski tak sejalan dengan yang diharapkan Ayahnya.

Dia mengulas senyumannya. Bukan pertanda bahagia melainkan perasaan kecewa karena angan yang dirancang tak kesampaian. Sekeras dan serapi apapun strategi manusia dalam berencana, kita tidak akan bisa melewati kokohnya benteng takdir.

Andra menutup buku itu memasukkannya dalam tas. Setelah selesai mengemasi mejanya, ia menelungkupkan wajahnya diatas meja mengisi waktu istirahat dengan tidur sebentar. Fikri melihat itu hanya bisa diam. Ini bukan waktu yang tepat untuk mengajak Andra berbicara.

Tak lama kemudian, Edo datang kekelas mereka dengan hebohnya membuat Andra terbangun paksa karena mendengar suara teman seperjuangannya itu. Edo yang baru saja ingin mengganggu Fikri terkejut melihat wajah Andra yang begitu semrawut.

"Etdah, lo kurang tidur, Ndra? Sampai kacau gini tampang elo." Edo duduk di samping Andra. "Bisa-bisa fans elo pada lari liat elo tampang kek gini."

"Bodo amat lah,Do. Mau tampang gue kek gini, fans gue gak bakalan kabur."

Edo mendelik. "Kepedean amet lu, Mang. Gue buktiin yah!"

Belum ada tanggapan dari Andra, Edo memanggil seorang gadis yang sedang berjalan keluar dari kelas.

"Oy, Gina!"

Anak Tetangga Annoying (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang