"Rumahnya yang mana, ya, Ri?"
"Mana gue tau. Tadi katanya elo ngerti pas dijelasin."
Edo mengacak rambutnya. "Dia gak bilang kalau ada dua rumah disini. Kan gue bingung jadinya, Ri."
Fikri berdecak. "Dia ada bilang dua rumah, kok. Situ aja yang gak dengar."
"Serius lo, Ri. Sebelah kanan atau kiri?"
Fikri menggedikkan bahunya kemudian mengeluarkan hapenya dari saku celana jeans hitamnya. Ingin sekali rasanya Edo menoyor kepala teman muka datarnya itu. Nyatanya, yang hanya bisa Edo lakukan hanya bersabar.
Mereka sekarang sedang berada didepan rumah. Andra yang menyuruh mereka untuk duluan datang kerumahnya sementara dirinya pergi membeli cemilan. Sebelumnya, mereka sudah dijelaskan dimana alamat rumah Andra dan Edo mengerti. Katanya ngerti, nyatanya malah diam disini.
Edo melirik jam tangannya. Sudah lama juga mereka menunggu disini. Dia menyikut lengan Fikri yang sedang fokus memainkan hapenya. Membuat Fikri langsung mendongak.
"Daripada kita nunggu disini, mending kita tanya langsung aja deh, Ri."
"Sekarang kita mau tanya kemana?" Tanya Fikri yang masih bermain ponselnya.
Edo berpikir sambil memandangi dua rumah yang berada didepannya.
"Coba kita tanya dengan orang yang rumahnya ada pohon mangga itu. Mungkin aja tuh, rumahnya."
Fikri mengangguk dan mengikuti Edo yang berjalan didepannya menuju rumah yang ditunjuk tadi. Toh, jika rumah ini bukan rumah Andra, berarti rumah yang sebelahnya lagi. Mereka telah sampai di teras rumah. Edo yang berada didepan tiba-tiba ragu untuk mengetuk pintu itu.
Edo membalikkan badannya. "Fikri, elo aja deh yang ketuk pintunya."
"Lah, tadi siapa yang ngasih ide pergi kesini? Elo kan? Ya, elo dong, yang ketuk pintunya."
Edo menatap wajah Fikri dengan tatapan memelas. "Gue tiba-tiba jadi ragu, Ri, mau ketuk pintunya. Elo aja deh." Ujarnya dengan tersenyum cengengesan.
Daripada menuruti Edo yang ragu untuk buka pintu, lebih baik Fikri yang mengetuk pintunya. Bisa sampai magrib nunggu disini cuma karena ragu buka pintu.
Ketukan pintu terdengar. Nadia yang sedang menyapu di ruang tamu lamgsung membuka pintunya. Dia begitu heran melihat Edo dan Fikri yang berada didepan rumahnya. Ada urusan apa mereka sampai harus ke rumah Nadia. Terlebih lagi Fikri, pasti ada urusan penting.
"Assalamu'alaikum, Nadia." Ujar Edo dengan tersenyum.
Fikri yang mendengar Edo menyapa Nadia, langsung mematikan layar hapenya dan melihat Nadia yang berada didepannya.
"Wa'alaikumussalam. Loh, Kak Edo sama Kak Fikri. Ada perlu apa kesini?"
Nadia tak berani melihat Fikri. Tatapannya itu yang membuat Nadia takut. Ada apa lagi nih?
Nadia menoleh kearah Fikri yang sedang menatapnya. "Ada tugas lagi, ya, Kak?"
Fikri mendelik. Jika dirinya bertemu Nadia, selalu saja tentang tugas tidak ada hal lain yang dibahas. Fikri menduga apa ada cap tugas didahi Fikri atau jiwa kepemimpinan OSIS terlalu kuat sampai-sampai Nadia saja tak berani menatapnya. Oke, ini berlebihan.
Fikri menggeleng pelan. "Gak ada, Nad. Sebenarnya kita mau kerumah Andra."
"Bener tu, Nad. Kita mau ke rumah Andra. Eh, malah ke rumah kamu. Padahal aku udah jelasin ke Fikri. Ini bukan rumah Andra." Kata Edo menggelengkan kepalanya kemudian mendapatkan tatapan tajam dari Fikri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Tetangga Annoying (SELESAI)
Teen FictionDia anak tetangga yang bisa bikin kesel, bikin jantung jumpalitan dan nyebelin pake banget bagi Nadia. Ketika dia pergi Nadia merasa kehilangan entah ini karena belum biasa atau memang merasa kehilangan dan berharap dia kembali. Warning! typo berte...