Pagi ini, Andra berjalan mondar mandir di kamarnya meratapi nasib motornya yang mendadak bermasalah. Teringin pasrah dan memberikan surat izin berisi kebohongan terlintas dipikirannya. ia enyahkan pikiran itu mentah-mentah. Dia tidak ingin mengecewakan ibunya yang tercinta. Mendadak pagi ini diisi suasana menye-menye.
Dia duduk ditepi kasur sambil bertopang dagu. Dia melirik jam yang menempel di dinding kamarnya. Pukul 06.45 WIB. Sebenarnya masih ada lima belas menit lagi gerbang sekolah ditutup. Tidak mungkin dia mengurus motor dalam waktu yang sesingkat itu. Sebuah ide terlintas. Tanpa menunggu waktu lagi, Andra beranjak mengambil sapu yang tergeletak di pojok kamarnya.
Sementara itu, Nadia sedang memakai jilbab segi empat hitamnya sambil bersenandung ria. Dia telah selesai dengan jilbabnya. Tidak perlu yang ribet kalau ada yang mudah dan hemat waktu. Suara ketukan di jendela mulai menganggu pendengarannya. Dia mengambil jam tangannya kemudian berjalan kearah jendela. Dia menyibak tirai dan membuka jendela tampaklah sosok yang menganggunya pagi ini.
Nadia berusaha untuk tidak melampiaskan emosinya pada Andra yang sudah berdiri di jendela sana. Untung saja jilbabnya telah terpasang menutupi kepalanya.
Andra yang melihat Nadia langsung gelisah tak karuan. Dia menyalahkan dirinya yang tidak pikir-pikir dulu untuk melakukannya. Malu dong, gengsi, pikirannya mengingatkan.
"Ndra, Kamu kapan berangkat sekolahnya? Entar kamu telat lagi." Amanda mengingatkannya dari luar kamar membuat Andra mau tak mau melakukannya. Darurat.
"Kak, itu emaknya udah manggil suruh ke sekolah." Kata Nadia yang dari tadi menunggu Andra yang hanya diam disana.
"Kalau gak ada perlu, Nadia pergi, nih. Keburu telat nanti."
"Eh, nanti dulu. Gue mau nebeng elo. Motor gue gak hidup dari tadi."
Nadia menghembuskan napas kasar. "Bilang kek dari tadi. Nadia ambil tas dulu."
Andra hanya mengangguk menyampirkan tas ransel dibahunya kemudian berjalan keluar dari kamarnya.
Sejujurnya Nadia risih. Dia teringat saat pertama kali dia nebeng cowok ini. Tapi, tidak mungkin seorang Nadia tidak mau membalas budi orang yang menolongnya. Ditambah lagi situasi yang sama karena masalah motor. Ini musibah bagi Nadia berboncengan dengan Andra. Tapi, ya sudahlah.
Nadia keluar dari kamarnya mengambil tempat bekal dan botol air minumnya yang terbungkus rapi dalam tas bekal tupperware. Dia berjalan keluar untuk memakai sepatunya. Dengan posisi duduk sambil memakai sepatu, Nadia melihat Ibunya yang sedang berbicara pada Andra. Entah apa yang dibicarakannya Nadia tak tau.
Setelah selesai, Nadia menghampiri Ibunya kemudian menyalaminya. Begitupun dengan Andra yang pamit pada Nadin. Nadia menghidupkan motornya dengan diikuti dengan Andra berdiri dibelakangnya.
Nadia menoleh kebelakang. "Kak, bawa motor, ya." Pinta Nadia.
Andra mengangguk kemudian duduk didepan sementara Nadia duduk menyamping dibelakang. Jangan lupakan tas Nadia diletakkan di tengah sebagai batas.
Bukannya jaga jarak, Andra memundurkan dirinya sampai Nadia mundur beserta tasnya ditengah. Nadia yang sudah posisi paling belakang langsung menghadiahi Andra tepukan dibahunya.
"Heh, Kak! Ini udah jam berapa, mau telat." Omel Nadia sembari memukul bahu Andra.
"Adohh...sakit, Nad." Andra mengaduh kemudian melajukan motornya tanpa peduli teriakan Nadia.
"Ehh eh eh, Kak. Nadia belum bener ni duduknya."
----||----
"Woy woy, Ri! Lo lihat tuh, si Andra. Dia bareng Nadia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Tetangga Annoying (SELESAI)
Novela JuvenilDia anak tetangga yang bisa bikin kesel, bikin jantung jumpalitan dan nyebelin pake banget bagi Nadia. Ketika dia pergi Nadia merasa kehilangan entah ini karena belum biasa atau memang merasa kehilangan dan berharap dia kembali. Warning! typo berte...