26

28 3 0
                                    


Kembalinya Nadia membuat Zakia dan Nurul mengernyit heran. Pasalnya baru saja Nadia berkaraoke ria dengannya sekali pulang dengan wajah yang tertekuk. Ditanya dijawab singkat. Jelas sekali Nadia sedang menyimpan masalah. Sampai bel pulang sekolah berbunyi, mereka tak berani bertanya. Menurut mereka, seperti biasa dia akan menjawab 'gue baik' padahal terbalik.

Nadia melewati Zakia dan Nurul yang tengah menunggunya di pintu kelas. Terbersit rasa iba. Mereka hanya menatap nanar punggung Nadia semakin menjauh dari mereka.

Bukan mereka tak ingin tahu bagaimana keadaan temannya saat ini, namun teman juga manusia yang membutuhkan ruang untuk sendiri. Ada kalanya kita sebagai teman terdekat seurat nadipun tidak berhak tau segala privasi.

Nadia berjalan dengan langkah gontai memasuki kamar lalu mengempaskan dirinya dikasur dengan seragam sekolah yang masih melekat dibadannya. Kembali ia mengubah posisi dari berbaring lalu duduk di pinggir kasur. Merenung jauh. Ketukan pintu membuyarkan lamunannya.

"Masuk, Bu," Titah Nadia tanpa beranjak dari tempat duduknya.

Nadin--ibu Nadia-- memasuki kamar sembari membawa segelas air putih hangat. Ia duduk di pinggir kasur seraya mengelus rambut putrinya tengah bersender dibahunya.

"Kamu belum makan, Nak?"

Nadia mendongak menatap lekat wajahnya ibunya kemudian menggeleng sebagai jawaban.

"Ini udah sore. Kenapa masih belum makan? Mau nunggu sampai besok baru makan?"

"Ya...enggak gitu juga sih, Bu. Nadia  mager banget mau kemana-mana ditambah lagi perut Nadia sakit, Bu."

"Kalau sakit itu dilawan, Nadia. Jangan malas-malasan kek gini! Kamu makan dulu gih."

"Iya iya."

Ia keluar dari kamarnya, matanya tak sengaja melihat seseorang sedang duduk di sofa ruang tamunya. Nadin menyusul putrinya.

"Tu, temen kamu kesini," tunjuknya, "Ibu kedalam dulu,ya."

"Lah, kalian ngapain kesini?" Nadia menghampiri, duduk tepat diseberangnya.

Nurul tersenyum sumringah seraya menyerahkan sebuah bungkusan pada Nadia. Nadia menatap malas tak berminat sama sekali untuk membuka bungkusan yang sepertinya berisi makanan.

"Kamu makan dulu, Nadia. Nih, kami udah beliin kamu empek-empek. Cobain, deh," kata Nurul sambil membuka ikat plastik bungkusan makanan itu.

"Gue lagi gak mood, Nur," tolak Nadia mendorong makanan itu, "Kalian ngapain kesini?"

Entah sejak kapan Zakia datang dari dapur membawa piring dan sendok, meletakkannya diatas meja kayu. Lama-lama ia juga jengah mendengar Nadia mengeles tidak mau makan.

"Kita udah datang nih, Nad. Masa elo tolak mentah-mentah pemberian kita. Oh...gue suapin mau? Gue anak baik dan rajin menolong, loh," Zakia mengambil sendok kemudian menyuapi Zakia.

Perlu usaha keras untuk menyuapi Nadia. Ia menggerakkan kepala kekanan kekiri menghindar dari suapan Zakia. Zakia tidak boleh menyerah. Hingga akhirnya, Nadia mengalah dan memakannya.

"Gimana enak?"

"Biasa aja sih. Siniin empek-empeknya. Biar gue makan sendiri daripada disuapin elu," Nadia mengambil alih makanannya dari Zakia.

Zakia mencibir. Antara gengsi atau lapar alasannya ia tak tau. Nadia sedang melahap makanannya begitupun juga dengan kedua temannya. Nadia mendongak, menatap temannya. Ia tersenyum simpul meski tak tau alasan apa mereka kesini

Ia juga merasa bersalah mendiami mereka selama di sekolah. Semakin menutup diri, semakin tinggi pula kekhawatiran mereka.

"Loh, kok gak dihabisin, Nad? Mubazir tau, Nad." Nurul melihat kearah mangkuk Nadia yang tersisa sedikit.

Anak Tetangga Annoying (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang