28

33 2 0
                                        

Andra menatap bingung kertas yang disodorkan ayahnya. Ayahnya baru saja tiba dirumah sore tadi. Malam ini ia dipanggil dengan Ayahnya dan berakhir dengan kertas ini didepannya.

"Buka dulu, Ndra. Kalau dilihat terus, gimana bisa kamu tau isinya apa," ujar Rahmad tiba-tiba membuat Andra tersentak.

Dengan ragu, Andra membukanya. Ia tersentak melihatnya. Matanya menatap tak percaya. Pandangannya beralih ke Ayahnya yang sedang menyesap kopi. Kembali ia baca, tidak ada perubahan dari situ.

"Papa yakin ini untuk Andra?"

"Disitu ada nama kamu. Jadi, itu untuk kamulah,"ucap Rahmad sembari meletakkan cangkir kopinya dimeja.

"Kamu kenapa, nak?" Tanya Amanda yang baru saja tiba dari dapur kemudian duduk disamping Rahmad.

Amanda mengambil surat itu dari tangan Anaknya. Ia membacanya lalu beralih menatap Andra yang diam.

"Ini apa Mas? Kamu nyuruh Andra melanjutkan pendidikannya diluar negeri?"

"Ayah cuma mau yang terbaik untuk dia dan Ayah yakin dia pasti senang menerimanya," ucap Rahmad tenang tanpa mengetahui Andra diam, menunduk kemudian mendongakkan kepalanya.

Andra tertawa sinis, "Ayah yakin ini terbaik buat Andra? Apa yang buat Ayah seyakin itu dengan menyekolahkan Andra diluar negeri itu keputusan terbaik? Itu terbaik buat Andra atau itu terbaik buat Ayah?"

"Jaga omongan kamu, Andra Iqbal Dinata! Ayah udah buat yang terbaik untuk kamu, tapi balasannya apa bantahan yang selama ini Ayah tidak pernah dengar keluar dari mulut kamu--"

"Itu karena Andra masih mau nurut dengan Ayah," potong Andra cepat, "Andra sudah setuju dengan kemauan Ayah untuk tidak mengambil jurusan dibidang musik, tapi dengan seenaknya Ayah mengambil keputusan ini tanpa sepengetahuan Andra. Ini hidup Andra, Yah. Andra yang menjalaninya. Hari ini Andra nyatakan kalau Ayah itu egois! Ayah egois!"

"Tutup mulut kamu, Andra!" Rahmad berdiri,"Pokoknya kamu harus nurut sama Ayah. Ayah mau kamu belajar disana," bentak Rahmad pada anak semata wayangnya.

"Ini udah keterlaluan, Mas," sahut Amanda menengahi, "apa salahnya kita coba membiarkan dia mengambil apa yang dia minati. Kamu juga salah, Mas. Mengambil langkah ini tanpa pengetahuannya," ujar sembari mengelus pundak sang Suami.

"Ayah tetaplah Ayah, Bu! Ayah yang Andra kenal, sudah menjadi sosok egois. Egois," ucap Andra dengan memberi penekanan pada kata terakhir.

Setelah mengatakan itu Andra bangkit memasuki kamarnya. Keduanya tersentak ketika pintu kamar yang ditutup Andra tertutup keras.

Andra melangkahkan kaki menuju jendela, membukanya membiarkan semilir angin masuk. Menenangkan pikiran yang serabut setelah menumpahkan emosi. Ia mengusap wajah kasar. Selama ini ia salah. Selalu menuruti kemauan Ayahnya. Menuruti segala perintahnya dan bila tiba waktunya, ia akan bebas. Tapi nyatanya kenyataan tak seperti yang dibayangkan.

Ia kecewa dengan perubahan sikap Ayahnya. Sosok Ayah yang ia banggakan kini berubah menjadi egois. Merasa bangga bila Andra berprestasi tanpa tahu Anaknya sendiri berusaha mati-matian untuk tetap menjadi yang dibanggakan.

Diseberang sana, Nadia memakan cemilan ditangannya sembari memandang dengan tatapan kosong. Entah Andra sadar atau tidak ia tak tau.

"Kok, mukanya kusut banget kayak setrikaan?" Gumam Nadia tapi masih bisa didengar Andra.

"Gue cakep gini dibilang setrikaan."
Andra menatap Nadia sembari duduk dikursinya, "lo ngapain disini?"

Nadia menunjuk mangkuk yang sedari tadi dipegangnya.

Anak Tetangga Annoying (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang