Angin sore berhembus pelan menerobos masuk lewat jendela yang tengah terbuka. Membuat rambut sang gadis pemilik kamar terbang dengan perlahan, senyuman tipis terukir dari bibir nya, sorot mata teduh menatap selembar kertas yang melukiskan wajah seorang pria tengah tersenyum manis dengan rambut blonde yang menjadi warna favorit gadis tersebut.
"Kau tau.. Mama membuat ku harus kembali berpisah dengan teman teman ku, aku tidak suka sekolah baru ku.. Mereka asing, tak ada yang bisa kuajak bicara. Mereka nampak sangat dingin, orang orang di sana juga aneh." Keluh nya seraya mengelus pelan foto tersebut tepat di rambut pria itu.
"Jimin apa kau mau mengetahui rahasia ku?" Ia menjeda sejenak kalimat nya. Mengulas senyum getir dengan kepala yang membawa begitu banyak rasa kecewa, lelah, dan rindu. Semuanya bercampur menjadi satu. Tak ada yang bisa mendengarkan Olivia kali ini. Bahkan hanya sekedar untuk menanyakan apakah dia baik baik saja atau tidak.
"Aku merindukan mereka, teman teman ku..hei.. Tentu saja aku juga merindukan kalian bertujuh." Ia mengumbar senyuman tulus kali ini, terkekeh lirih seraya menatap sebuah foto yang terbingkai rapi di atas nakas.
Foto dirinya bersama keempat sahabatnya tengah tersenyum lebar dengan latar pantai. Foto itu diambil saat berjalan jalan ke pantai sore itu sebelum dinda pergi.
Saat tengah asik bergelung dengan perasaan nya, suara ketukan pintu dengan samar merambat masuk ke dalam indera pendengar Olivia.
"Masuk." Jawab nya kemudian saat sudah mengetahui siapa gerangan yang berdiri dan mengetuk di balik pintu berwarna putih tulang tersebut.
"Aaah.. Ternyata anak mama sudah pulang ya.. Bagaimana dengan sekolah nya?" Sosok sang ibu berjalan mendekati sang putru dan berakhir dengan duduk di tepi ranjang dengan Olivia yang masih betah merebahkan diri di tengah tengah nya.
"Baik." Jawab seadanya seraya menatap langit langit yang di penuhi dengan stiker stiker bulan, yang akan bersinar saat gelap.
"Benarkah? Kalau teman teman nya, bagaiamana?" Sang ibu kembali bertanya, kini tangan nya sudah mengusap pelan rambut sang putri kesayangan nya.
"Mereka baik, dan.. Ramah."
Bohong! Olivia berbohong tentang ini, bahkan ia belum sama sekali mendapatkan teman selain aldhra. Tetapi aldhra itu laki laki, jelas berbeda. Kendati tak masalah harus berteman dengan laki laki. Namun, Olivia tidak menginginkan itu untuk sekarang.Sang ibu kemudian tersenyum lembut, "baiklah kalau begitu, cepat mandi dan turun. Mama akan masak makanan kesukaan mu." Kemudian sang ibu mengecup pelan kening sang putri, melenggang pergi kemudian hilang saat presensi nya melewati pintu kamar milik sang putri.
Pandangan Olivia kemudian jatuh pada jendela kamar nya, menampakkan sebuah pot yang berisi bunga matahari cantik, benih pemberian dinda beberapa bulan yang lalu, kini sudah berubah menjadi sebuah bunga matahari yang sangat indah,Ditambah sinar matahari sore yang menyinari bunga itu hingga menimbulkan kesan berkilau saat netra bulat miliknya menatap.
Ia benar benar tidak mengerti, apa kemauan nya untuk tetap selalu bersama teman teman nya terlalu sulit untuk di kabulkan? Kenapa rasanya begitu sulit untuk beradaptasi dan mulai menerima kenyatan baru.
Setidak nya mereka tidak dipisahkan begitu jauh, bahkan mereka bisa bertemu akan saja. Tetapi, kenapa rasanya seperti ini? Persetan dengan apa yang orang lain pikirkan dan mengatakan jika ini berlebihan, namun begini lah yang benar benar terjadi pada gadis ini.Sebelum nya ia tidak pernah merasa sangat kehilangan seperti ini. Bahkan saat perpisahan nya di sekolah dasar dulu, ia malah bahagia bisa melanjutkan pendidikan di tingkat yang lebih tinggi dan melupakan semua teman teman nya dengan mudah. Tetapi kenapa sekarang, rasanya berbeda?

KAMU SEDANG MEMBACA
Gflows
Novela Juvenil[COMPLETED] "We will really be together again someday ... with enthusiasm ... and also meet our idol one day" Pertemuan yang tidak pernah ku duga dalam hidup ku. Memiliki empat orang sahabat, yang mengubah arah pandang dan kehidupan ku.. pertama san...