73

1.4K 98 17
                                    

Sementara di suatu tempat yang sangat jauh, tepatnya di pusat ibukota Britania raya. Azzam terlihat menatap diluar jendela disaat musim semi baru saja tiba. Keadaan dimana cuaca sangat bersahabat dan menyenangkan. Pada musim ini, pohon-pohon tampak menghijau dan bunga-bunga mulai bermekaran. Azzam baru menikmati suasana ini selama kurang lebih 2 bulan dia berada di kota tersebut.

Azzam baru saja tiba di penthouse milik ayahnya. Beberapa kali dia menatap arah pintu, seakan ada seseorang yang ia tunggu. Hingga beberapa saat kemudian seorang yang ia tunggu pun tiba.

"Bunda? Mengapa tidak ada satu pesan pun dari Aliya di handphone ini bunda?" Zahra terdiam mendengarkan pertanyaan putranya. Tak lama Rasya pun muncuk dibalik pintu.

"Untuk apa menghubunginya? Dia tidak akan mampu untuk menjenguk mu disini Zam"

"Aliya pasti khawatir dengan Azzam yah, kenapa Aliya tidak diberi tahu bagaimana keadaan Azzam yang sesungguhnya?"

"Karena dia tidak butuh itu, untuk apa kita susah-susah untuk mengabari mereka kalau tidak ada gunanya bagi mereka Zam"

"Kau lupa, sejak awal dia tidak mau menerima keberadaan mu. Jadi dengan adanya kau disini tidak akan merubah apapun, Zam. Dia akan mencari kebahagiaan nya sendiri. Dan kau berhak bahagia dengan cara yang lain"

"Tidak yah" sela Azzam.

"Ayah tidak mengenal Aliya dengan sebenar-benarnya. Dia sangat baik untuk Azzam"

"Zam, ayah dan bunda selaku orang tua tidak pernah memaksakan apapun pada mu. Tapi ini yang terbaik Zam, seorang istri tidak butuh suami yang tidak dapat memberikan nafkah padanya. Apalagi nafkah batin, itu kebutuhan seorang istri yang sesungguhnya"

"Sementara keadaannya saat ini, engkau tidak dapat memberikan itu pada istri mu. Jadi janganlah bersikap egois, berikan haknya untuk mencari kebahagiaannya dengan cara yang lain"

"Kalau kau terus memaksakan kehendak atasnya, bukan kah itu zalim namanya Zam?!"

Azzam hanya tertunduk diam dengan seribu bahasa. Kata-kata yang sejak tadi ia pendam dan ingin luahkan pada kedua orang tuanya kini hanya angan-angan semata. Tidak ada yang dapat mewakili perasaan nya saat ini, kesal dengan keadaan hanya mampu membuat dirinya sendiri terluka.

Suatu yang Azzam ketahui tentang bersyukur dan ikhlas dengan qadarullah yang dikehendaki oleh Allah Shubhanahu wa ta'ala.

Qadarullah Wama Sya’a Fa’al.
“Ini adalah takdir Allah, dan apa yang Dia kehendaki, Dia lakukan.”

Sebab bimbingan yang diberikan Rasulullah ketika menjumpai suatu kegagalan atau mendapat suatu musibah, yaitu agar mengucapkan sesuatu yang baik, bersabar serta mengimani bahwa apa yang terjadi adalah takdir Allah Shubhanahu wa ta'ala.

Yang kemudian Ibnu ‘Umar berdalil dengan sabda Nabi shalallaahu-‘alayhi-wa-sallam,

أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ

“Hendaklah kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, Hari Akhir dan beriman kepada qadar baik dan buruk.”

Dan diriwayatkan oleh Ibnu Wahb, “Rasulullah shalallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda,

فَمَنْ لَمْ يُؤْمِنُ بِالْقَدْر خَيرِهِ وَشَرِهِ أَحْرَقَهُ اللهُ بِالنَّار

MAHLIGAI CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang