21. Ikhlas ?

3.1K 142 0
                                    

" Ia adalah penguat jiwa. Ia adalah lentera penerang kelam. Ia bagai embun di pagi hari. Ia adalah alasanku melangkah. Ia adalah ibu "

***

Kini Aliya telah duduk sendiri di atas ranjang kesayangannya. Semua keluarga Firman telah pulang kerumah mereka kembali. Begitu pun Hana, ia telah ikut dengan Firman meskipun belum terlihat bahwa Firman menunjukan sifat baiknya.

" Al, kamu tidak apa-apa aku tinggal sendiri? " suara terdengar ketika seseorang masuk kedalam kamarnya

" Terima kasih atas kekhawatiran mu Maryam. Tapi kamu tenang saja, aku masih Aliya yang biasanya kok "

" Benar tidak apa-apa? " tanya Maryam memastikan

" Hm " ucap Aliya

" Kau masih punya utang untuk menjelaskan ini dengan ku, aku masih janggal dengan semua penuturan mu. Itu bukan kamu Aliya, aku yakin ada sesuatu yang telah menyuntik mu- "

" Jangan berpikiran buruk Maryam, nanti jatuhnya fitnah " potong Aliya

" Baik lah, aku akan membuang fikiran buruk ku, tapi besok kau janji untuk menjelaskan semua pada ku "

" Hm "

" Jangan bersedih Al, berjanji pada ku "

" Hm " gumam Aliya kembali

" Aku tahu kamu terluka begitu dalam Al, setelah semua yang kau lewati, kau tetap menunjukan bahwa kau tegar " batin Maryam

Setelah Maryam pergi, bergantian Tiara yang mengetuk pintu. Malam ini Aliya tanpa Al-Qur'an mininya. Namun hati nya terus melafalkan ayat-ayat suci tersebut.

" Mama tidak menyangka semua ini Al, kamu terlalu mengalah untuk membiarkan wanita itu memiliki Firman  "

" Tanpa ada Aliya, tanpa kehendak yang Aliya lakukan hari ini pun mas Firman telah dimilikinya ma " timpal Aliya

" Tapi tidak dengan yang kau lakukan hari ini, mama tidak setuju "

" Bisa bicara besok saja mah, Aliya ingin tidur dipelukan mama " ucap Aliya lirih

" Baik lah sayang, mama akan menemani mu malam ini "

Aliya memeluk Tiara erat, begitu pun dengan Tiara yang membalasnya. Setidaknya Aliya merasa sedikit lega dengan kesedihan yang menimpa. Hingga Tiara mendengar hembusan nafas Aliya yang mengalir dengan teratur yang sangat lembut di telinganya.

Tetap jam 02 : 00 dini hari, Aliya perlahan memindahkan tangan Tiara yang masih melingkar di tubuhnya. Ia melihat Tiara yang terlelap, ia sedikit tersenyum menatap mamanya.

" Setidaknya, ada mama yang selalu menjadi penguatku ketika sedang tumbang ma " ucap Aliya lirih

" Mama selalu menjadi pahlawan ku ma, tidak tahu terbuat dari apa hati mama sampai mama perlakukan aku seperti ini. Aku merasa ibu ku bangkit kembali dan berpindah didalam diri mama " lanjutnya

Ia perlahan menuruni ranjang agar tak menganggu tidur Tiara, ia memasuki kamar mandi untuk berwudhu. Lalu mengelarkan sajadah kebesarannya.

Dengan balutan kain serba putih yang diberi hiasaran sedikit bordir Aliya menghadap sang Ilahi. Malam ini ia ingin berbagi pada Rabb nya tentang kepedihan yang ia rasakan. tempatnya mengadukan segala hal. 

Aliya tidak bisa menahan isaknya ketika sedang berdo'a. Rasanya begitu pilu, perih, sedih, kecewa bercampur menjadi satu.

Tiara perlahan mengerjapkan matanya ketika mendengar itu. Namun ia memilih bungkam agar Aliya lega mengadukan dengan Rabb nya.

MAHLIGAI CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang