69

2.2K 127 13
                                    

" Bersabar bukan hanya dengan berucap, namun bagiamana kita melangkah bersama dengan kesabaran. Dan teruslah berdo'a karena kita tidak akan pernah tahu, Do'a yang manakah yang akan menembus langit "

*** 

Aliya berdiam lama di dalam lamunannya, menatap wajah teduh suaminya yang tengah pulas. Setelah semua keluarga pulang masing-masing, Aliya terus terjaga menyentuh tangan suaminya dengan erat.

Kini mentari sudah tenggelam kembali, namun Azzam masih enggan untuk membuka matanya dan memberikan sedikit harapan di hati Aliya. Al-Qur'an berwana biru pekat yang berada di genggaman Aliya sudah berlembar ia lantunkan, ia rindu dengan suasana ketika Azzam membenarkan lafadznya yang masih kurang benar, menyambung bacaannya ketika Aliya mulai memudar.

" Pulang lah dulu, nak. Biar bunda yang menjaga Azzam " pinta Zahra yang baru mucul di balik pintu.

" Tak apalah bunda, Aliya disini saja. Tadi mba Aisyah sudah mengantarkan beberapa set pakaian untuk Aliya ganti disini " ujar Aliya berusaha tersenyum kecil, walau itu amat berat baginya.

" Kau terlihat lelah, wajah mu pucat. Pasti belum istirahat kan? " ujar Zahra kembali.

" Ya, nanti Aliya istirahat bunda, disini saja " 

Suara salam dari luar pintu, kembali membuat Zahra dan Aliya menoleh ke arah pintu. Maryam datang dengan beberapa besek berisi buah dan cake. Ia tersenyum simpul pada Aliya yang terlihat kesedihannya. Zahra maupun Aliya membalas salam dan senyum kecil pada Maryam. 

Maryam mencium punggung tangan dan memeluk Zahra sejenak, kemudian memeluk Aliya dengan erat. " Bersabarlah " bisik Maryam dan mengusap punggung Aliya dengan lembut.

Suasana kembali hening, ketiga wanita itu sibuk dengan pikiran masing-masing. Sementara laki-laki yang tengah berbaring itu, juga engga untuk mencairkan suasana.

" Bangun lah mas, ada wanita cantik yang sangat kau cintai disini. Dia menunggu mu hingga lupa dengan lelah pada dirinya sendiri " Maryam tiba-tiba bersuara.

Aliya hanya menatap bisu Maryam yang juga menatapnya, hati Maryam ikut berkecambuk pilu menatap Aliya, sahabatnya yang terlihat pucat sekali .

" Aku ingin ke mushola sebentar " gumam Aliya setelah hening kembali terjadi.

" Biar aku antar " tawar Maryam dan diangguki Aliya.

Aliya meminta izin pada Zahra sebelum keluar dari ruangan tersebut. Ia berjalan gontai di iringi Maryam yang mengekorinya. Tiba-tiba tubuh Aliya oleng saat berada di lorong rumah sakit.

" Aauu " Aliya sedikit memekik, menyentuh perutnya dan sedikit hampir terjatuh. Beruntung Maryam sigap menopang tubuhnya.

" Kau kecapean Al, istirahatlah dulu. Untuk mas Azzam " seru Maryam pelan. Aliya menoleh Maryam dengan menahan rasa sakit yang melilit di bagian perutnya.

" Dua hari Maryam, dan ditambah dua hari lagi. Tidak kah dia mau melihat ku, dan menyapa aku seperti yang biasa dia lakukan? "

" Qodarullah Al, tidak ada yang salah atau disalahkan. Kita tunggu waktunya, dia akan kembali pada mu. Tetapi jangan seperti ini, jangan menghukum diri sendiri. Dia pasti tidak suka, apalagi Allah "

" Kalau kau memerangi keadaan seperti ini, akan lebih lama lagi kau menyiksa diri sendiri. Tidak makan, tidak minum bahkan istirahat sejenak kau abaikan "

Aliya menatap heran pada Maryam, pasalnya Maryam baru saja datang. Tetapi dia sudah tau tentang Aliya yang sudah dua hari berada disana.

" Mama yang mengatakannya, pulanglah dulu. Beristirahat, masih ada bundakan yang menjaga mas mu "

MAHLIGAI CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang