65

2.2K 146 5
                                    

Hari begitu cepat berlalu, setiap detik hilang ditelan menit, menit berganti menjadi jam, jam pun menjadi hari, hari-hari berubah menjadi minggu, begitu pun minggu bergulir menjadi bulan. Begitulah waktu yang berganti begitu cepat. (ahay de)

Siang malam terus berganti, kini hari-hari Aliya dan Azzam penuh dengan keharmonisan. Tidak ada lagi pembahasan yang membuat mereka salah paham. Karena setiap tindakan pasti mereka saling mengkomunikasikannya.

Hidup keduanya juga selalu bahagia, dari bangun pagi hingga tidur kembali. Azzam selalu memberikan perhatian pada Aliya, mengajaknya bergurau dan selalu mengimaminya disetiap langkah.

Ia selalu berusaha membuat hari Aliya berwarna, hingga mereka lupa dengan kejadian pahit yang pernah mereka lalui bersama.

Pagi ini, Aliya tengah membuatkan nasi goreng untuk mereka sarapan seperti biasanya, sementara Azzam masih berkutat membaca kitab di sofa yang tidak jauh dari ruang kitchen tempat Aliya memasak.

Aliya amat fokus dengan bahan masakan yang sudah ia sediakan, hingga tanpa sadar Azzam sudah berdiri di belakangnya.

" Belum selesai masaknya? " ucap Azzam tepat dibelakang Aliya.

Aliya mendongkak sedikit terkejut. " Sedikit lagi "

" Sayang, bunda baru saja WA mas lagi " ujar Azzam membuat Aliya menolehnya.

" Bunda bilang apa? " tanya Aliya.

" Katanya, minuman dari aunty Anna, sudah diminum belum " Aliya langsung faham dengan pertanyaan bundanya yang dikemukakan oleh suaminya baru saja.

" Lama ya mas " lirih Aliya, namun Azzam masih mendengarnya.

" Lama? " tanya Azzam balik.

" Baby " ujar Aliya seraya menghembuskan nafas berat.

Mendengar itu, Azzam reflek memeluk Aliya dari belakang. Walau situasi ini sedikit membuat Aliya tidak nyaman.

" Sayang, sesungguhnya rezeki kita untuk memiliki buah hati, itu juga sudah di atur oleh Allah "

" Mungkin saja, ini karena kita belum benar-benar siap. Atau rezeki kita adalah menyayangi banyak anak diluar sana, sebelum kita menyayangi anak kita sendiri " lagi-lagi Azzam memberi ketenangan pada Aliya.

" Kitakan sudah berusaha, kita juga udah siap kan mas " ujar Aliya memelas sambil mengaduk nasi yang ada di wajan. Ia melepaskan tangan Azzam yang masih memeluknya.

" Bisa saja itu belum cukup, sayang. Allah juga ingin kita terus bersabar dan lebih berusaha " ujar Azzam kini memposisikan tubuhnya di samping Aliya.

" Usaha dan bersabar lagi? " geming Aliya.

" Ya. Akan seperti itu dan terus seperti itu. Kita juga harus lebih ikhlas " ujar Azzam, dan Aliya hanya diam saja tanpa mengubris kembali perkataan Azzam.

Azzam menatap Aliya yang masih tidak merespon ucapannya. " Sekarang apa kata, kalau kita usaha lagi " bisik Azzam tepat ditelinga Aliya. Tangannya pun pelan-pelan merangkul pinggang ramping Aliya, membuat Aliya terhentak dan mulai tersipu kembali.

" Kita lanjutin yang semalam " bisik Azzam kembali.

" Apaan sih mas? " ucap Aliya mencoba menjauhkan tubuhnya, namun tangan Azzam semakin kuat merangkulnya.

" Kenapa sayang? ga salah kan? " ujar Azzam menggodanya.

" Apa sih, mas. Aku malu tau " tutur Aliya berusaha melepaskan tangan Azzam yang melingkar di pinggangnya. Sementara Azzam tidak mengubris apa pun, malah ia semakin mengeratkan rangkulannya, bahkan ia mencoba ingin memeluk Aliya kembali. Menurutnya, Aliya selalu lucu saat sedang di situasi ini, meskipun usia pernikahan keduanya kini sudah lebih dari satu tahun, tetapi Aliya terus merasa malu dan tersipu ketika Azzam sedang menggodanya.

MAHLIGAI CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang