Chapter-- 25

128 15 9
                                    


Tidak seperti pagi-pagi biasanya, pagi ini sangat-sangat berbeda bagi Jung Dabin. Sangat berbeda karena kehadiran adiknya kembali. Seseorang yang sangat ia nanti selama ini. Bahkan dalam tidurnya, meski ia memeluk Sungkyung dan melihat wajah itu, Jung Dabin diam-diam menangis sambil berdoa supaya ini semua bukan hanya sekedar mimpi.

Mereka sudah seperti adik dan kakak sungguhan. Tidur dalam satu ranjang yang sama sambil berpelukan, melepaskan seluruh ikatan rindu selama sepuluh tahun terakhir ini. Jung Dabin sadar bahwa ia harus bersyukur telah dipertemukan kembali dengan Sungkyung.

Semalaman tidurnya tidak begitu nyenyak, memejam beberapa jam kemudian ia akan terbangun dan memastikan Sungkyung masih berada dalam pelukannya. Lalu Dabin terlelap kembali, beberapa menitnya ia terbangun lagi, begitu terus hingga pagi menjemput.

"Apa tidurmu nyenyak?" Dabin bertanya setelah kembali ke dunia nyata sebab melihat adiknya menggeliat kecil sebelum membuka kedua matanya.

"Eonni..."

Dabin dapat merasakan sesuatu yang hangat menjalar di tubuhnya. Menyelimuti perasaannya saat suara lirih Sungkyung memanggil dengan sebutan itu.

"Katakan lagi, Kyung."

"Eonni..."

"Adikku--" Dabin menangis kembali sambil memeluk erat Sungkyung. "Maafkan aku, Kyung. Maafkan aku..."

"Tidak, ini semua salahku. Salahku yang sudah meninggalkan kalian."





***






Seorang pria baru saja keluar dari dalam toko bunga sambil memegangi sebuket mawar merah di tangannya. Ia mengusak rambutnya ke belakang, lalu melirik arloji hitam yang tertutup jas hitam di pergelangan tangannya. Baru melangkah beberapa langkah menghampiri mobilnya, dering ponsel di saku celananya menyita perhatian penuh. Ia menepi di sisi jalan dan menatap nama yang kini tertera di layar benda persegi panjang di tangannya itu.

Sepupu is calling...

Alis pria itu membentuk gelombang dalam beberapa detik. Nomor yang sangat jarang menghubunginya itu mendadak muncul di layar ponselnya tanpa diduga, praktis ia merasa begitu heran dan kebingungan. Pasti ada sesuatu yang penting untuk dibicarakan, pikirnya.

"Kukira nomor ini pemiliknya sudah mati."

"Yakh, sialan." Pekik yang di seberang sana.

"Kau di mana, Jen?"

"Korea, negara tercinta, kenapa?" Balas Jeno sedikit membubuhi sindiran pada sepupunya itu.

Yang di seberang sana terkikik kecil sebelum membalas, "Kukira kau sudah di alam lain."

"Yakh, kau menelfon untuk apa sih? kalau tidak penting kututup saja."

"Justru ini penting, sepupu. Aku ingin memberikan sesuatu pada Jung Dabin, boleh?"

"A-apa itu?" Jeno melirih dengan degup jantungnya yang sudah di luar kendali. Mendengar Mark menyebut nama Dabin membuat perasaannya sedikit gelisah, ia ketakutan sekali. Jeno takut Mark akan merebut Dabin darinya.

"Aku akan menunjukkannya padamu dulu, tenang saja ini hanya sebuah oleh-oleh dariku. Bukan bermaksud apa-ap--"

"Kau di sini? di Korea? di Seoul?" Jeno memotong dengan bertubi-tubi sebelum Mark menyelesaikan kalimatnya.

"Kau sangat rindu padaku?"

"Kubilang jangan kembali sebelum aku menikahi Jung Dabin! bagaimana kalau nanti dia memilihmu?"

Couple Exchange [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang