MPG ❤Menyesal❤

2.5K 115 6
                                    


Telah Direvisi.

Akhh!

Teriak Ela kesakitan, kemudian dengan sisa tenaganya Ela mencabut pisau yang tertancap pada betis kakinya sebelah kanan.

Arghhh!

Ringisnya saat pisau itu bisa tecabut dari betisnya, kemudian dengan sekuat tenaga Ela mencoba untuk berlari lagi, namun baru satu langkah tubuhnya melemas dan ia jatuh pingsan.

Sementara dibelakang sana, detra tersenyum senang lantaran bidikannya pas dan langsung saja membuat pisau miliknya menancap di betis kaki Ela.

Saat ia melihat Ela mencabutnya, dia hanya tersenyum menyeringai,setelah melihat Ela jatuh pingsan ia langsung saja berjalan mendekat kearah Ela.

"Gadis bodoh" gumannya mengangkat pisau miliknya yang masih berlumuran darah.

Detra bukanlah orang bodoh, ia sudah melumuri pisaunya Dengan obat bius dan obat itu akan bereaksi jika pisaunya terlepas dari sasarannya.

"Bawa gadis ini" Ucap detra pada beberapa bodyguard disana dan langsung saja mendapat anggukan dari mereka.

Sementara itu, Alana masih memainkan pisau ditangannya, didepannya Qila masih terikat dengan keadaan lebih mengenaskan karena goresan-goresan kecil diwajahnya, alana baru saja selesai dengan karyanya.

"Bagaimana hm? Kurasa saat ini kau membutuhkan kaca untuk melihat wajah cantikmu yang bersatu dengan karya ku" ucap Alana tersenyum senang.

Qila hanya diam, sebenarnya ia merasakan perih teramat dalam karena goresan-goresan itu pada wajahnya.

Sedetik setelah itu pintu ruangan terbuka, menampilkan sosok detra, disusul dengan sosok body guard yang membawa Ela menuju ruangan itu.

"Apa yang kau lakukan padanya?" tanya Alana pada detra.

"Sedikit luka tusuk di kaki saja" jawab detra enteng.

Alana hanya mengangguk paham, sementara dari belakang Qila bergidik ngeri, luka tusuk? Saudaranya sediri? Alana memang gila!

"Ya kau benar aku gila" ucap Alana seolah tau apa yang ada dipikiran Qila.

Mendengar ucapan alana, harapan qila semakin menipis untuk mendapatkan maaf dari alana.

"Tak usah berfikir lebih untuk kedepannya bitch! Karena itu hanya akan sia sia" ucap detra tepat disamping telinga qila.

Qila sedikit terkejut mendengarnya, namun ia tak perduli lagi, melihat wajah detra membuatnya merasa muak tapi apa yang bisa ia lakukan?

Menit berlalu, Ela membuka matanya perlahan, satu hal yang ia ketahui dan ia sadari, ia kembali terikat di kursi kusam diruangan yang sama malam tadi.

Namun berbeda untuk saat ini, didepannya ada seorang gadis yang terikat sama sepertinya, gadis itu menunduk.

"Qi-qila?" panggil Ela yang merasa yakin bahwa gadis itu adalah Qila.

Gadis itu mendongak menatap Ela, seketika tatapan penuh makna itu membuat Ela terkejut, bukan hanya itu, Ela bahkan menganga tak percaya melihat wajah gadis itu dipenuhi Dengan sayatan-sayatan sadis juga darah yang terus mengalir dari sayatan itu.

"Ma-maaf" lirih Qila.

Ela mendengarnya, apa yang dikatakan Qila? Apa maksudnya? Maaf?

"Maaf e-l, aku sa-sangat menyesal" ucap Qila dengan sangat lirih.

"Apa maksudmu?" tanya Ela memberanikan diri menatap manik mata milik Qila yang menyiratkan banyak luka didalamnya.

"Dia menyesal karena ingin menghancurkanmu lewat nona" Jawab Detra.

"Ta-tapi ke-kenapa?" tanya Ela menatap Qila.

Kenapa? What the hell?! Ela masih tanya kenapa Qila melakukan ini? Qila marah? Ela tak merasa bersalah sedikitpun?

"Karena lo BAGAS MATI!!!" teriak Qila.

Deg!

"Aighh Pelankan suaramu" ucap detra.

"Karena lo Bagas mati dengan tersiksa,dia mati menderita, dia-" Qila tak sanggup melanjutkan perkataannya, Isak tangis membanjiri ruangan itu yang berasal dari Qila.

"Dia pergi meninggalkan gua selama-lamanya! Dan itu semua karena Lo ELA!" ucap qila kembali menyorotkan amarah diwajahnya namun air matanya tetap mengalir.

"Ma-maaf gu-"

Belum saja Ela melanjutkan perkataannya, suara tepuk tangan menggema diruangan itu.

Alana dan Detra berjalan mendekati mereka berdua dengan tepuk tangan yang terus menerus terdengar dari tangan Alana.

"Wah-wah, drama ini sungguh bagus bukan?" ucap Alana.

"Bagaimana menurutmu detra?"

"Sangat bagus dan menarik" jawab detra antusias Dengan smirk dibibirnya.

"Perbuatan, kematian,balas dendam dan penyesalan. Lengkap bukan?" ucap Alana menyandarkan tubuhnya didinding.

"Belum lengkap jika belum ada Kematian atas penyesalan. True? " saut detra.

"Wah benar sekali detra, ehm sedikit ukiran di wajah apakah masih kurang?" ucap Alana menatap detra seolah bertanya.

"Tentu, karena dia sudah berani bermain, dia harus menyelesaikan semuanya sampai akhir. "

"Tepat." jawab Alana menjentikkan jarinya.

Alana merogoh sakunya, tepat setelah itu dia mengeluarkan belatinya.

"Bagus jika sasaran permainan melihat atau tidak?" tanya Alana memutar-mutar belati itu ditangannya.

"Sangat menyenangkan bila dia ikut melihatnya, rasanya akan lebih baik jika dia melihat kekalahannya   secara real? " jawab detra.

"Gelap atau terang?" tanya Alana.

"Ahh lebih jelas jika lampu dinyalakan bukan?" ucap detra berjalan menuju sakelar lampu dan menghidupkannya.

"Ahh sudahlah detra, mawarku sudah tidak sabar merasakan kembali darah dari tubuh itu" ucap Alana berjalan mendekat kearah 2 gadis yang terikat di kursi itu,kemudian ia menjambak rambut salah satunya, dan membuat sang empu mendongak menatap kearahnya,kemudian Alana menempelkan berlatinya tepat pada leher gadis itu...

'Ada kata-kata terakhir? Aqila Wanda Abraham?'
















Tbc~

Reader : Suka setengah setengah ni author update nya!!!

Penasaran bagaimana kelanjutanya?

Mau langsung lanjut?
Jangan lupa Vote dan Komen:)
Follow juga ya:)

Salam,

Rhenata SH

My Psychopath Girl   [ PROSES REVISI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang