12. Please...

6.9K 728 14
                                    

Suara detik jam dinding mengisi penuh ruang kerja Rei. Ia memandangi layar komputernya, tidak melakukan apapun, hanya memandanginya. Malam kian larut, jam digital di dekstop komputer sudah menujukan pukul dua pagi. Rei mendapatkan dirinya berada di jalan buntu. Ia tidak menemukan ide untuk melanjutkan ceritanya, benar-benar terhenti disana, sampai pening menyerang kepalanya dan suara gedoran pintu membuyarkan semuanya.

Rei segera beranjak dari kursi, langkahnya semakin cepat menuruni anak tangga. Ketukan pintu itu semakin keras, dan ia mulai mendengar samar-samar namanya dipanggil-panggil dengan kencang. Rei tau siapa itu, dan hal apa yang terjadi padanya.

Hunny lama!”

Rei hanya memandangi wajah Renji yang memerah karena mabuk. Dalam benaknya hanya ada pertanyaan, "Bagaimana Renji bisa sampai di apartemen dengan keadaan mabuk berat?"

Ia sering mendapati Renji pulang larut dengan keadaan mabuk, tapi tidak pernah separah kali ini. Sampai mengetuk-ngetuk pintu membuat keributan di pagi buta.

“Ren-”

Belum sempat Rei menyelesaikan satu kata, Renji telah mendaratkan bibirnya di bibir Rei. Mencium Rei kuat, melumat rakus.

“Renji!” Rei mendorong tubuh suaminya. Ia mencium bau alkohol yang sangat pekat. “Lain kali aku tidak akan membukakan pintu.”

“Kejam..” Renji masih bisa tersenyum. “Kiss me. Hunny.. cium~”

“Renji.”

Hunnyy~! I love yooouu~ Hunnyyy~"

“Kita ke kamar dulu. Kau mabuk.”

“Tidak kok~ Hehehe~”

Rei tidak meladeni ocehan Renji yang kian kacau. Ia hanya membantunya berjalan sampai kamar. Memapahnya menaiki anak tangga.

Kepala Renji terasa berat meski ia sebenarnya masih merasa melayang-layang. “Pusing sekali.” begitu keluhnya waktu Rei berhasil membaringkan Renji di ranjang.

“Itu karena kau mabuk.”

Hunny~”

Rei membantu membuka pakaian Renji, “Tidur lah Ren. Semoga nanti kau sudah lebih baik.” bahkan Rei sendiri bisa merasakan hawa panas dari tubuh Renji saat ia membuka semua pakaian Renji.

“Kau mau kemana?”

Rei tidak lekas menjawab, ia melirik tangannya yang digenggam erat oleh Renji.

Hunny..”

“Berbaring.” Rei tidak menghiraukan Renji yang dirasa semakin kacau, “Kau harus cepat tidur, beristirahat, dan kembali menjadi Renji.”

“Aku tidak mabuk, Hun.” Renji masih menggenggami tangan Rei, “Kau ingin kemana? Disini saja. Aku baru pulang, kau sudah mau meninggalkan aku lagi? Jahat sekali. Disini saja. Hunny, disini saja." dan makin-makin meracau.

“Iya. Baiklah. Aku matikan komputerku dulu, oke?”

“Lama.” Renji menarik kuat Rei, hingga membuat Rei jatuh padanya.

“Ren? Henti- Ren!”

Renji tidak mendengarkan, ia malah semakin liar. Bagai serigala yang siap melahap mangsanya. Bahkan di tengah kondisinya yang sedang mabuk berat, Renji masih bisa mematahkan perlawanan Rei.

Ia memagut bibir Rei untuk kesekian kalinya, membuat Rei tidak bisa berkata apapun. Ia ingin Rei, ia ingin matenya. Pheromone Alphanya menyeruak ke seluluh isi kamar, buat Rei mendadak sesak hanya dengan pheromone Renji. Sampai-sampai ia tidak mampu untuk sekadar melawan Renji.

Dengan cepat Renji melucuti pakaian Rei, kaos sampai celananya, menelanjangi Rei bagai memperkosanya. Bahkan, di tengah mabuknya seorang Alpha, dan Omega yang sudah kalah dengan pheromone Alpha, Renji lupa apa itu foreplay.

Tanpa pelumas, bahkan Rei tidak bisa berpikir untuk memproduksi pelumas alaminya, tanpa apa-apa, Renji memaksa masuk ke dalam Rei. Hingga Rei menjerit kencang kesakitan, dan keduanya lenyap dalam malam.


✿ ✿ ✿

Matahari merangkak naik. Sinarnya masuk melalui gorden yang bercelah. Dering telepon bersuara kencang, seperti alarm untuk membangunkan penghuni rumah.

Kedua matanya berkedip beberapa kali, mencoba mencerna suara dering telepon yang semakin membuat kepalanya terasa sakit. Ia menolehkan kepalanya, menemukan seseorang terlelap memeluk tubuh bugilnya. Untuk sesaat ia memandangi wajah terlelap Renji, damai, hingga akhirnya ia tersadar.

Langkah Rei menuruni anak tangga semakin cepat, bahkan ia setengah berlari di rumanya sendiri. Tujuannya dapur, bukan, tapi obat dalam kotak yang ada di dapur. Ia ingin segera meminumnya, sebelum terlambat, sebelum ia benar-benar terlambat. Segelas penuh air ia teguk bersama, bahkan ia menambah segelas lagi.

Napasnya kini terengah. Meski pandangannya hanya pada gelas kosong, namun pikirannya sudah menjalar kemana-mana. Rasa berat di kepalanya tidak ia pedulikan, yang benar-benar memenuhi pikirannya hanya;

“Kumohon jangan. Kumohon.”

Itu dan itu. Tidak ada kata lain lagi yang Rei ucapkan.

Hunny aku lapar..”

Rei menoleh kaget, menemukan Renji yang sangat berantakan.

“Semalam aku mabuk lagi ya?” Tanyanya seraya menarik kursi meja makan, duduk di sana dan mengacak rambutnya lagi yang memang sudah acak-acakan. Renji mendelik, “Hunny, kok melamun?” sadar kalau Rei hanya diam memperhatikan.

“Kau ingin makan apa? Kau hanya bilang kau lapar.”

“Aaaah~! Bau alkohol!”

Rei melirik lagi, memperhatikan Renji yang mulai tidak betah dengan dirinya sendiri. Tubuh yang dipenuhi bau minuman yang semalam buat ia mabuk berat. “Kau mandi dulu, aku buat sarapan.”

“Bau sekali. Ya ampun, mengerikan.”

Renji beranjak lagi, meninggalkan meja makan, pergi kembali menaiki anak tangga memuju kamar. Sambil terus mengeluh dirinya yang bau.

Rei mengehela napas dalam. Ia tahu. Renji tidak mengingat apapun. Bahkan dengan hal yang semalam Renji lakukan padanya.





tanggal publish: 9 Mei 2020

Contradiction (Omegaverse) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang