28. Evening

4.1K 593 35
                                    

Waktu pintu terbuka, beriringan dengan suara lonceng di atasnya, aroma segar yang melebihi segarnya embun pagi lekas menyapa hidungnya.

“Rei?”

Matanya terpaku, pada pria tinggi di ambang pintu toko bunganya. Kerongkongannya tertahan sesuatu, hingga tidak dapat mengatakan apapun.

Yang ia lihat di sana, benar-benar Renji, mantan suaminya.

“He? Hee? R-Re-Ren-c-chan?”

Renji menoleh, melihat gadis ber-apron kebun merah muda memandanginya tidak percaya.

“Kousuke-kun, aku akan menjemput Hana sekarang. Aku serahkan padamu ya.”

“Baik.”

“Fuuka, pelanggan itu butuh bantuanmu.”

“T-ta-tap-tapi, i-i-ia kan-.”

“Aku pergi sekarang.”

“Hati-hati. Salam untuk Hana-chan.” Kousuke meninggikan suaranya dari meja kasir.

Rei memberi isyarat pada Renji untuk keluar dari tokonya. Ia tidak menyangkan pria yang sudah ia lupakan kini ada di depan matanya.

✿ ✿ ✿

“Iya, aku akan menjemputnya agak telat.”

Pandangannya tidak terlepas dari pria yang sedang berdiri di depannya, bicara pada sesesorang di telepon.

Renji tidak melihat banyak perubahan dari Rei, hanya rambutnya yang kini lebih rapih dan lingkar matanya yang tidak sehitam dulu. Renji sendiri masih tidak percaya ia bertemu Rei.

“Sekolah?”

“Hm.” Rei duduk setelah menerima sekaleng soda dari Renji. “Biasanya aku menjemputnya jam empat. Jadi aku mengatakan kalau hari ini akan telat menjemputnya.”

“Ah.” Renji mengurungkan niatnya untuk membuka soda miliknya. “Aku tidak menyangka malah akan bertemu denganmu disana. Padahal tadinya aku hanya ingin membeli bunga sebelum berkunjung ke rumahmu.”

“Hee.”

“Ayah masih sering bertemu dengan ibumu. Aku dapat alamatmu darinya.”

“Begitu ya.”

“Hm.” Renji mendelik, “Hana sudah sekolah ya.”

“Musim semi nanti masuk SD.”

“Begitu ya? Secepat itu ya?”

“Hm. Ia tumbuh dengan cepat. Tapi sampai sekarang ia tidak bisa lepas dengan bonekanya sejak pertama kali aku berikan.”

“Boneka?”

“Boneka kelinci darimu. Ia bisa menangis kalau tidak bisa menemukannya.”

“Hee? Bisa seperti itu ya?”

“Hm. Namanya juga anak-anak. Mungkin kalau sudah lebih besar lagi, ia akan punya benda kesayangan baru.”

“Iya ya.”

“Hm.”

Renji menoleh, “Jadi toko bunga itu, kau bekerja disana?”

“Aku pemiliknya.” Rei menyunggingkan sedikit senyumnya, “Aku sudah tidak menulis lagi. Aku punya hal semacam trauma atau entahlah, jadi aku berhenti menulis. Karena tidak ada yang bisa aku kerjakan lagi, jadi aku membuka toko bunga itu. Aku harus mengumpulkan uang untuk membiayai Hana.”

“Hm.” Kali ini Renji membuka sodanya. Menegaknya sedikit, untuk menghilangkan kekeringan di kerongkongannya. “Kau tidak pernah mengirim foto Hana padaku.”

“Aku pikir itu hanya akan mengganggumu, jadi aku tidak melakukannya. Pasti sulit kan kalau terus dibayang-bayangi hal seperti itu?”

“Aku tidak berpikir begitu.”

“Aku tidak tau. Lagipula, mungkin akan jadi hal buruk untuk kehidupan cintamu.”

“Hei.” Renji lekas menegur, seringai mengembang di bibirnya.

Rei terkekeh, membuat kedua matanya menyipit. “Mungkin kau melakukannya.”

“Yaa, dua kali.”

“Sungguh? Waah~”

“Tidak ada yang berhasil. Terakhir satu tahun lalu. Setelah itu tidak. Sulit.”

“Hee..”

“Kau sendiri?”

“Tidak.” Rei menggeleng, “Aku tidak sempat memikirkan hal-hal semacam itu. Lagipula, jika aku melakukannya mungkin akan jadi hal aneh untuk Hana. Aku juga tidak berpikir untuk melakukannya.” Sontak Rei menoleh. “Ah, maaf. Sepertinya aku terus membawa-bawa Hana. Maaf kalau menyinggungmu.”

“Tidak. Aku tidak merasa begitu. Aku senang mendengar cerita soal Hana.”

Rei hanya tersenyum. Begitu juga Renji. Keduanya terus mengobrol dalam rasa canggung hingga akhirnya bisa mengobrol layaknya teman.

Waktu berlalu. Ternyata matahari semakin rendah. Entah mengapa waktu jadi terasa begitu cepat berjalan. Rasanya masih kurang untuk Renji. Ia masih ingin mendengar cerita mengenai putrinya. Rei mungkin tidak akan mengijinkan ia menemuinya, jadi Renji ingin mendengar lebih banyak cerita mengenai Hana.

“Semakin sore. Aku sudah harus menjemput Hana.”

“Hm.” Renji beranjak. “Rei, soal Hana-”

“Bulan depan Hana ulang tahun yang keenam. Kalau kau senggang, kau bisa datang lagi.”

“Akan aku usahakan.”

“Tidak perlu dipaksakan. Kalau kau tidak bisa datang, tahun ini aku akan mengirimkan fotonya padamu. Juga untuk mengganti lima tahun kemarin.”

“Aku akan datang. Aku ingin bertemu.”

“Hm. Kalau gitu aku pergi dulu.”

“Hati-hati. Terima kasih.”

“Ah ya. Satu lagi. Aku menamam pohon loquat sebagai tanda lahirnya Hana. Tidak apa kan kalau aku samakan seperti pohonmu? Aku hanya ingin ada sesuatu tentangmu yang berhubungan dengan Hana.”

Renji terseyum, “Hm. Terima kasih.” Dan semakin lebar.

Matanya masih memandangi kemana Rei melangkah meninggalkannya. Harinya terasa begitu panjang, juga terasa begitu cepat.

Renji tidak banyak mengetahui hal-hal yang terjadi dengan Rei dan Hana selama ini. Ia tidak menyangka, ia yang sudah berkelana jailuh, masih di diberi izin Rei untuk datang di hari ulang tahun Hana. Dan juga soal pohon loquat yang ditanam Rei. Ia tidak menyangka. Sampai tidak bisa membaca siapa Rei sebenarnya.

Matanya mendelik, dering ponselnya sama sekali tiak berhenti. Renji mengambilnya malas dan lekas mengarahkanya ke telinga.

"Ya? Kenapa Yuu?"

"Ren-chan! Aku menemukan mateku!"

"H-ha..??"

Renji bengong, rasanya, pria playboy seperti Yuusei agak mustahil menemukan matenya.





tanggal publish: 1 Juni 2020

Contradiction (Omegaverse) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang