Langit cerah tanpa awan. Musim semi sebentar lagi datang. Kuncup-kuncup bunga sudah siap bermekaran.
Di halaman rumah, Hana semakin semangat menyirami tanaman. Ia selalu menyirami pohon loquat pemberian Rei sebagai tanda kelahirannya. Kini usianya sama seperti Hana, enam tahun. Tinggi pohonnya sudah melebih tinggi Hana. Hana ingin cepat-cepat pohon loquatnya berbuah, ia ingin memakan buah loquat yang manis, tapi mungkin butuh waktu sekitar empat sampai lima tahun lagi.
Watering can berbentuk kepala gajahnya Hana letakan di samping kakinya. Sementara ia berjongkok memandangi pohon loquatnya. Hana pernah bertanya mengapa Rei memilih pohon itu sebagai pohon tanda kelahirannya. Hingga saat ini, Hana masih mengingat jelas apa yang dikatakan Rei;
‘Jika pohonnya sudah berbuah, Hana bisa makan banyak-banyak buah loquat yang manis’.
Karena itu ia selalu menantikan hari dimana ia bisa memakan buah dari pohonnya. Setiap mengingatnya, ia semakin tidak sabar. Kadang saking tidak sabarnya dan terlalu membayangkan buah loquat yang manis, ia mencabut daunnya dan memakannya. Jelas rasanya tidak enak, Hana cepat-cepat membuang daunnya sebelum ketahuan Rei. Ia berjanji pada dirinya untuk tidak makan daun dari pohonnya lagi, namun, saat rasa tidak sabarnya kembali datang, Hana melakukannya lagi.
Kali ini, sesuatu mengganggu sebelum Hana memakan dua helai daun muda di tangannya. Hana lekas berdiri, menyembunyikan kedua tangannya di belakang dan membuang daunnya. Langkah kakinya melangkah agak cepat. Pagar rumah sudah diketuk berkali-kali. Ia ingin mencari tau siapa yang datang ke rumahnya pagi itu.
Angin tiba-tiba berhembus lebih kuat. Helaian rambutnya terbawa angin. Semilir aroma segar yang melebohi segarnya embun pagi menyapa hidungnya. Waktu seperti terhenti saat kedua mata mereka saling bertautan.
Hingga cukup lama.
“Hana..?”
“Um.” Hana mengangguk. “Cari siapa?”
Kerongkongannya seketika terasa sakit. Tidak ada kata yang dapat keluar dari sana. Ia seperti terimprint. Dari pertemuan pandang pertamanya, ada hal aneh merasuki diriya.
✿ ✿ ✿
Hana melepas sandalnya, tangannya masih penuh memegangi watering can yang masih ada airnya. “Ibuuu." lalu panggilnya dengan cepat.
“Ya?” Sahut Rei yang mendengar suara Hana memanggilnya dari genkan.
“Ada tamu.”
“Tamu?” Rei hanya bertanya pada dirinya. Ia tidak berpikir akan ada orang yang bertamu di waktu sepagi ini. Ia lekas mematikan kompor, menyusul Hana ke genkan mencari tau.
“Kakak ini mencari Ibu.” Hana menunjuk pria tinggi yang berdiri di sampingnya.
“Kau datang.” Rei menarik senyum, meski agak kaku.
Rambutnya masih berantakan, bahkan apron masih melekat di tubuhnya, ia sedang membuat sarapan saat Renji datang ke rumahnya.
“Maaf mengganggumu sepagi ini.”
“Hm. Masuklah.”
Hana yang berdiri di belakang Rei memperhatikan lekat-lekat pria tinggi yang baru saja dipersilakan masuk oleh ibunya. Hana tidak lepas dari corak berwarna hitam di leher pria itu. Ia tidak mengenalnya. Pria yang saat di pagar tadi memandanginya begitu lekat, lalu bicara terpatah-patah mengatakan mencari ibunya.
“Hana, cuci tanganmu. Habis mencabut daun loquatnya lagi kan?”
“Ak! Ketahuan! Ibu ahli jiwa ya?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Contradiction (Omegaverse) [COMPLETE]
FantasíaRenji dan Rei adalah pasangan Alpha dan Omega yang sudah menikah. Tapi pernikahan mereka tidak didasari oleh perasaan saling suka. . . . ❀ 𝕆ℝ𝕀𝔾𝕀ℕ𝔸𝕃 ℂℍ𝔸ℝ𝔸ℂ𝕋𝔼ℝ ❀ cerita 𝐎𝐦𝐞𝐠𝐚𝐯𝐞𝐫𝐬𝐞, 𝐁𝐋 𝐌𝐏𝐫𝐞𝐠 smut. 𝗪𝗔𝗥𝗡𝗜𝗡𝗚 𝟮𝟭+, menga...