1️⃣7️⃣ Pertandingan

51 18 1
                                    

"Mama! Echan sama Abang mau main bola di lapangan!" Teriak Echan dari teras rumah.

Mama Eunbi berjalan keluar sambil berkacak pinggang. "Kamu nggak lihat kalo sekarang lagi mendung? Lihat tuh langitnya!" Kata mama sambil menunjuk ke arah langit yang gelap.

"Nanti Echan bawa payung kok."

"Ya udah, bawa payung yang kecil aja, ya? Kamu sama abang masing-masing bawa satu," Mama masuk lagi lalu kembali sambil bawa dua payung kecil berwarna kuning dan hijau.

Echan cepat-cepat mengambil payung berwarna kuning dan menyerahkan payung hijau pada abangnya.

"Abang yang warna hijau aja, oke?"

"Terserah Echan aja."

"Kalo hujannya deres, cepet pulang loh," kata mama memperingatkan.

"Siap, Ma!"

Echan dan Wawan bergantian menyalami Mama Eunbi, lalu keduanya berjalan menuju lapangan bola karena teman-teman mereka udah nungguin di sana. Mereka janjian mau tanding bola siang ini jam dua.

Wawan dan Echan berjalan dengan santai sambil mainin payung layaknya lagi megang pedang. Berseru 'hiyat-hiyat' sambil akting di tengah jalan. Waktu mereka mau masuk ke lapangan, tiba-tiba dua bersaudara itu dihadang oleh bocil-bocil lain.

Anak-anak kecil di komplek Cemara berdiri di belakang pimpinan seorang bocah kurus yang mengklaim bahwa dirinya adalah bocil terganteng di antara anak lain di komplek ini.

Sambil menggendong Jepi dengan tangan kiri, tangan kanannya ia pakai untuk berkacak pinggang.

"Minggir! Kalian nggak boleh lewat!" Seru Doyum.

Wawan dan Echan kebingungan melihat tingkah laku teman-temannya. Mereka tetap berdiri sambil melongo menatap satu-persatu dari wajah bocil yang ada di hadapan keduanya.

"Kenapa nggak boleh lewat?" Tanya Wawan.

Jisung dan Jinsung maju selangkah dan berdiri di samping Doyum, kemudian menepuk bahu Doyum bebarengan.

Doyum maju selangkah.

"Kita ada...," dia berhenti sebentar, lalu menengok ke belakang. Jemarinya bergerak menghitung jumlah anak yang ada di belakangnya.

Ia menatap ke depan lalu melanjutkan, "Kita ada banyak, kalian ada sedikit," katanya, menyerah menghitung berapa jumlah gerombolannya dan menyimpulkan kalau jumlah mereka banyak.

Wawan dan Echan saling berpandangan. Sebuah senyuman misterius terbit di bibirnya.

Echan maju selangkah sambil membuka payungnya. "Kita bawa payung, kalian nggak. Nanti kalau hujan, kita bisa neduh, kalian nggak. Sukurin, nanti kehujanan, bwahahahaha!"

Doyum dan yang lain membentuk lingkaran sambil grusak-grusuk menyiapkan strategi penyerangan. Wawan mengambil alih posisi adiknya.

"Ini kita mau ngapain, sih? Katanya mau tanding bola?" Wawan mengingatkan tujuan mereka ke lapangan.

"Eh, iya! Kita kan tadi mau main bola, kenapa malah main orang miskin orang kaya?" Seru Junseo, membuat yang lain ikut-ikutan mengeroyok Doyum—yang punya ide untuk menghadang Wawan dan Echan.

Doyum menggaruk tengkuknya sambil menatap Jisung. "Ya... Udah, deh. Yuk main bola aja."

Akhirnya belasan bocah itu membubarkan diri dan mulai mengatur tim. Wawan, Junseo, Echan, Junho, Doyum, dan Jisung ada di tim pertama. Di tim kedua ada Taewoo, Yongha, Jinsung, Iyon, Eunsang, dan Daehwi. Sementara anak-anak yang lain jadi tim hore dan duduk di gardu kecil buatan Mas Jangjun dkk.

"Kita suit dulu," kata Taewoo memberi aba-aba.

Wawan dan Taewoo melangkah ke tengah lapangan lalu melakukan suit. Wawan mengeluarkan jempol, sedangkan Taewoo memberikan kertas. Suit diulang. Kali ini Wawan memberikan batu, sedang Taewoo memberikan jari telunjuk.

"Kita suitnya gimana? Batu-kertas-gunting apa suit biasa?" Tanya Wawan frustasi.

"Yang biasa aja deh," jawab Taewoo.

Akhirnya suit dilakukan untuk yang ketiga kalinya, menghasilkan tim Wawan yang menyerang lebih dulu.

"Doyum sama Jisung di sayap kanan dan kiri, ya? Junseo bek kanan, Junho jadi kiper, oke?" Wawan mengatur posisi timnya.

"Oke!" Seru timnya kompak. Meskipun mereka nggak paham dengan apa yang diucapkan Wawan, mereka mengangguk aja supaya bisa cepet-cepet main.

Suara sumpritan yang ditiup Sungwon menandakan pertandingan bola dimulai. Di pertandingan kali ini, Sungwon jadi wasitnya, beberapa anak lain rebutan jadi hakim garis.

Wawan mulai menendang bola ke adiknya, dilanjut dengan Echan mengoper bola ke Junseo. Junseo mulai menggiring bola dan memasuki area lawan. Sesekali mereka terjatuh ke genangan air bekas hujan semalam.

Sekarang bola berada dalam kuasa tim Taewoo. Yongha sedang menggiring bola melewati Jisung dan Junseo, kemudian bola melambung jauh sampai ke depan kaki Jinsung. Segera Jinsung mengoper bola pada Daehwi, Daehwi mengoper pada Eunsang. Bola kembali lagi ke jangkauan Jinsung. Tanpa aba-aba, Jinsung membidik gawang dan melepaskan tendangan.

"GOL!!"

Suara riuh gol teredam oleh gelegar petir yang menyambar. Karena terkejut dengan suara petir yang tiba-tiba itu, mereka semua berlarian menuju gerdu yang berada di samping lapangan. Berteduh di sana meskipun hujan masih belum turun.

"Mau hujan," gumam Jinsung.

"Pokoknya kita harus main lagi," seru Doyum.

"Iya, soalnya tim kita kebobolan, jadi kita harus main lagi supaya timnya Abang bisa menang," tambah Echan.

"Tapi ini mau hujan, Chan. Inget, nggak, apa kata mama?" Wawan mengingatkan adiknya.

"Kan kata mama kita disuruh pulang kalau hujannya deres. Ini belum hujan, kok, Bang," jawab Echan.

"Kalo gitu kita ambil payung dulu ya di rumah?" Ujar Doyum, lalu menarik Jisung untuk ikut pulang mengambil payung. Anak-anak lain mengikuti jejak si kembar.

Sesaat kemudian, mereka semua sudah berkumpul di lapangan. Ada yang membawa payung dan ada yang memakai jas hujan. Setelah berunding sebentar, mereka melanjutkan pertandingan.

Gerimis mulai turun seiring bola mulai bergulir di lapangan. Selain sibuk mengontrol bola, mereka juga sibuk memegang payung.

"Kak, Iyon nggak bisa lihat apa-apa!" Teriak Iyon sambil memegangi payungnya dengan dua tangan.

Jinsung menoleh sekilas. "Kan Kakak udah bilang, jangan bawa payung yang besar, soalnya berat banget. Kamu, sih," kata Jinsung.

Iyon sama sekali nggak mendengar ucapan Jinsung karena sibuk menahan payung besarnya yang hampir terbang.

Suasana di lapangan makin nggak kondusif. Meskipun udah nggak ada petir dan hujan juga cuma gerimis, tapi anginnya sangat kencang. Bahkan payung-payung kecil yang mereka bawa sukses kebalik sampai membuat mereka basah karena air hujan.

"Kita neduh dulu!" Teriak Taewoo.

Anak-anak langsung duduk saling berdempetan di gardu. Gardu kecil berkapasitas 6 orang dewasa itu kini dimuati belasan anak kecil yang duduk sambil berpelukan. Menunggu angin kencang reda sambil baca doa apapun yang mereka ingat seketika di kepala.

Kalau udah kayak gini, mereka berharap orangtua mereka cepet-cepet jemput ke lapangan.

Anginnya beneran nyeremin.

Di tengah-tengah suasana mencekam itu, suara tangisan dari si wasit utama membuat mereka makin gelisah.

[2] Ramadhan'20 : KETUPAT -1THE9- [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang