2️⃣5️⃣ Seminggu Menuju Lebaran Pt.2

47 19 0
                                    

Pagi itu keluarga paling kalem di komplek Cemara lagi sibuk bolak-balik masuk dan keluar rumah. Papi Yoongi yang kebetulan kantornya udah libur mulai hari ini, berinisiatif untuk mengecat ulang dinding luar rumah.

Papi menata tangga lipat yang baru diambil dari bagasi, lalu membuka tutup kaleng cat yang baru diambil dari gudang. Yongha bagian mempersiapkan kuas, rol, dan wadah cat.

Mami lagi duduk di kursi teras sambil menguncir rambut panjang Dahyun.

Yongha muncul dari dalam rumah dengan kedua tangannya yang dipenuhi alat cat.

"Papi, ini kuasnya. Aku bawa semua soalnya di gudang banyak kuas," kata Yongha sambil meletakkan satu kaleng penuh berisi kuas.

Papi melihat barang yang dibawa Yongha. "Kuas catnya cuma ini sama ini doang," Papi menunjuk ke dua kuas yang cukup besar.

"Terus yang lain ini kuas apa?" Tanya Yongha.

Mami dan Dahyun berjalan menghampiri Papi Yoongi dan Yongha.

"Eh, itu kan kuas lukisnya Mami," seru Mami seraya mengambil kuas-kuas yang tergeletak di halaman. "Kok bisa ada di gudang?"

Yongha hanya mengangkat kedua bahunya tanda tidak tahu.

"Aku yang beresin. Kamu tiap abis ngelukis selalu geletak sana geletek sini," sahut Papi.

Mami hanya terkekeh kemudian bangkit berdiri. "Yaudah aku mau lanjut bikin kue lagi di dapur. Ini Dedek jagain, ya?" Bilang Mami lalu menghilang di balik pintu.

"Dahyun mau ikut ngecat!" Seru Dahyun tak sabar.

Papi beranjak dari duduknya. "Ini kalo Dedek ikut ngecat, bakalan acak-adul semua nih temboknya," lirih Papi sambil memutar otak, "tunggu sini, Papi mau ambil sesuatu."

Yongha dan Dahyun duduk berdampingan di undakan. Sesekali tertawa karena candaan Yongha atau melihat kupu-kupu yang terbang melintas.

Papi kembali lagi ke halaman dengan membawa cat akrilik dan cat minyak yang isinya tinggal setengah. Tangan kirinya meletakkan sebuah kanvas ke atas paving.

"Mami mau ngelukis?" Tanya Yongha.

Papi menggeleng. "Enggak, ini buat Dahyun. Biar di ngecatnya di kanvas aja. Jadi nanti temboknya nggak berantakan."

Mendengar kalau dia mendapat sesuatu yang berbeda, Dahyun langsung berjingkrak kegirangan sambil berseru dan memutar badan. Lalu ia menghampiri kanvasnya.

"Papi! Dahyun boleh mulai gambar sekarang?"

"Boleh, dong!"

Dahyun langsung menyerbu cat beraneka warna itu dan membuka semua tutupnya. Sementara itu, Papi mulai mengecat tembok dengan warna abu muda sedangkan Yongha mengecat pilar dengan warna abu tua.

 Sementara itu, Papi mulai mengecat tembok dengan warna abu muda sedangkan Yongha mengecat pilar dengan warna abu tua

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🤼🤼🤼

"Uwon, awas bentar. Ini loyangnya masih panas," kata Bunda sambil meletakkan loyang besar ke atas meja makan. Lalu kembali memasukkan loyang lain ke dalam oven.

Mata Sungwon langsung berbinar melihat kue-kue kering yang mungil nan menggemaskan layaknya dirinya.

"Bunda, kuenya lucu-lucu!" Serunya senang.

"Gimana? Bagus, nggak?" Bunda meminta pendapat.

Sungwon mengangguk semangat. "Iya, bagus. Lucu banget! Uwon jadi nggak tega makannya," kata Sungwon.

Bunda terkekeh kemudian mengambil wadah kaca dari dalam lemari penyimpanan.

"Itu telur gabusnya masukin ke toples, ya? Pelan-pelan, kalo toplesnya jatuh terus pecah, nanti tangan kamu luka," kata Bunda mengingatkan.

"Siap, Bunda!"

Tanpa pikir panjang, Sungwon langsung meraup jajanan mungil berwarna putih itu dengan kedua tangannya lalu memasukkannya ke dalam toples.

Selesai dengan telur gabus, dia meminggirkan toples kaca dan menarik tempat yang cukup besar yang di atasnya terdapat banyak kue.

"Bunda, ini apa namanya?" Sungwon menunjuk ke kue berwarna oren.

"Bunda juga nggak tahu," kekehnya, "kue jeruk paling," jawabnya asal.

"Kalo ini?" Kali ini Sungwon menunjuk ke kue yang tadi baru di angkat.

"Kayaknya kue ulet deh."

Sungwon tertawa mendengar jawaban Bundanya.

"Sekarang Bunda lagi bikin apa?"

"Mau coba bikin putri salju. Kamu di situ aja, yang udah dingin masukin ke wadah.

🤼🤼🤼

"Nanti abis ngaji, Abang sama Echan langsung pulang, ya?"

Wawan dan Echan yang lagi benerin sarung sambil menghadap ke kaca jendela depan rumah cuma nganggukin kepala. Mereka fokus menatap pantulan diri dengan tangan yang berkali-kali membongkar ulang tatanan sarung.

"Kalian lagi ngapain, sih?" Mama Eunbi jalan keluar rumah.

"Benerin sarung, Ma," jawab Wawan.

"Iya, sarungnya kegedean," tambah Echan.

"Kalian pake sarung punya Papa, sih."

"Kan sarung punya Echan sama sarungnya Abang, Mama cuci semua," jawab Echan sambil memanyunkan bibirnya.

Mama menghela napas sambil berkacak pinggang. "Itu sarungnya harus dicuci semua biar nanti pas lebaran kelihatan kinclong."

"Masa harus dicuci semua? Itu juga ada yang belum pernah aku pake, tapi sama Mama ikutan dicuci," kata Wawan.

"Ya harua dicuci semua dong, Bang. Biar kinclong," ulang Mama.

"Lagian nanti pas lebaran, Wawan sama Echan nggak akan pake semua sarungnya," ujar Wawan.

Mama mengganti tumpuan kakinya, "Loh, ya nggak bisa gitu, dong. Pokoknya harus gonta-ganti sarung. Kan sayang kalo sarungnya nggak dipake semua," celoteh Mama.

Diam-diam Wawan menarik tangan Echan dan mengajaknya berangkat.

"Iya deh iyaa, Abang sama Echan berangkat dulu. Assalamu'alaikum!"

Sesampainya di masjid, ternyata anak-anak lain sudah hadir. Sebelum memulai ngaji sore itu; sekalian nungguin Ustad Ali, bocah-bocah itu rumpi dulu.

"Eh, Oyum! Jisung!" Panggil Wawan yang baru saja datang.

Dua bocah yang lagi kejar-kejaran itu langsung menghentikan aktivitas. "Iya, apa?"

Wawan duduk terlebih dahulu sambil menyenderkan punggung ke pilar masjid. "Mami kamu bikin kue kering, nggak, buat lebaran?"

Si kembar saling berpandangan. "Buat, kok. Kenapa?"

"Dijual, nggak?"

Doyum menggeleng; Jisung mengangguk. Keduanya kembali saling tatap. Lalu mereka meralat jawaban. Sekarang Doyum mengangguk; Jisung menggeleng.

"Nggak tahu, deh, Mas!" Seru Doyum kesal. Kemudian ia lanjut mengejar kembarannya.

"Kalian udah beli baju belum? Aku sama Bunda, Ayah, sama Dedek Lili, Dedek Rara, sama Dedek Io mau paku baju kembaran warna biru!" Pamer Junseo.

"Udah di rumah? Liatin dong," pinta Jinsung.

"Nanti aja ya pas lebaran," jawabnya.

Obrolan-obrolan khas lebaran mengalir dari mulut mereka sampai akhirnya Ustad Ali berjalan memasuki pelataran masjid. Terpaksa sesi rumpi sore itu harus dihentikan lebih dahulu.

[2] Ramadhan'20 : KETUPAT -1THE9- [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang