1. My Page

958 82 10
                                    

Friends are one of the best that you can have and one of the best that you can do

-Douglas Pagels
.
.
.

Tinggal di kontrakan selama hampir tiga tahun membuat Keenan mulai terbiasa dengan kebiasaan teman-temannya. Seperti pagi ini, saat Ia masih ingin tertidur lelap, tapi suara musik dangdut mengalun syahdu memenuhi kontrakan, sehingga mau tidak mau membuat Keenan harus membuka matanya.

 Seperti pagi ini, saat Ia masih ingin tertidur lelap, tapi suara musik dangdut mengalun syahdu memenuhi kontrakan, sehingga mau tidak mau membuat Keenan harus membuka matanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ini cendol dawet nggak bisa ditunda dulu, apa?" Keenan berjalan keluar dari kamarnya, rambutnya acak-acakan, matanya juga masih mengantuk.

Keenan ini tinggal bersama 4 orang teman. Dan semua teman-teman kontrakan memiliki keunikan masing-masing. Jika kemarin adalah Daniel, maka sekarang contohnya adalah Jati, orang yang setiap pagi selalu dangdutan. Katanya dangdutan di pagi hari itu bikin semangat.

Dulu waktu awal-awal tinggal di kontrakan, mereka sering ribut karena setiap pagi harus terbangun karena lagu dangdut yang di putar keras. Sudah seperti alarm pagi. Dulu Arka dan Daniel sering protes dan marah-marah karena merasa istirahat paginya terganggu. Lain halnya dengan Keenan yang biasa saja dan malah jadi mellow karena teringat kebiasaan Bapaknya yang juga suka memutar lagu dangdut dan campur sari di pagi hari. Biasanya jika sudah begitu, Keenan akan di suguhi pemandangan dimana Mamanya yang sibuk memasak sementara Bapaknya membaca koran atau merapikan rumput di halaman rumah. Tapi semua hanya tinggal kenangan.

"Kayak nggak kenal Mas Jati aja, Mas." Ucap Chandra yang kebetulan berada di ruang tengah dan mendengar keluhan Keenan. Chandra juga seperti Keenan yang sudah terbiasa dengan kebiasaan Jati yang suka dangdutan di pagi hari. Pasalnya biar bagaimanapun Chandra sudah tinggal bersama Jati sejak dia bayi, jadi dia sudah terbiasa.

Ya, Chandra ini adiknya Jati tapi tidak ada mirip-miripnya dengan Jati. Baik dari segi wajah maupun dari segi perilaku. Satu-satunya hal yang membuat mereka mirip adalah kemampuan mereka dalam bernyanyi. Mereka sama-sama hebat bahkan Keenan tidak meragukan lagi. karena Keenan sudah pernah menyaksikannya sendiri secara langsung.

"Jam berapa sih sekarang?"

"Jam setengah enam." Keenan mendelik, pantas saja matanya masih sangat mengantuk. Rupanya sekarang masih sangat pagi.

"Masih galau ya?" Keenan bertanya sembari melirik Jati yang masih sibuk menyapu halaman rumah sambil sesekali bernyanyi mengikuti alunan musik.

"Iya kayaknya."

Keenan mengangguk sembari ber-oh ria. Ia tahu, akhir-akhir ini Jati memang sedang galau parah. Bukan galau karena seorang kekasih, tapi galau karena salah satu idolanya—Didi Kempot, atau yang sering disebut dengan Lord Didi oleh Jati, baru saja berpulang seminggu yang lalu. Makanya tidak heran jika selama seminggu ini Jati selalu memutar lagu Pamer Bojo atau yang akrab disebut cendol dawet, katanya sih untuk mengenang.

Dear Keenan (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang