8. Thanks and Sory

395 66 5
                                    

I thought, while we could try to be good, why not? Isn't life a reciprocal, where is what you plant then that you reap?

-Keenan Bharata
.
.
.

Salah satu hal yang Keenan hindari adalah mencampuri urusan orang lain

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Salah satu hal yang Keenan hindari adalah mencampuri urusan orang lain. Hal ini karena dirinya tidak ingin orang lain ikut campur dengan urusannya, maka ia juga demikian.

Bukankah katanya hidup adalah sebuah hubungan timbal balik? Apa yang kita lakukan maka itu yang kita dapatkan. Meski semua perkataan dan asumsi itu tidak valid dan tidak selalu benar, dimana tidak semua perlakuan baik akan mendapat balasan yang baik atau sebaliknya, tapi setidaknya Keenan memilih untuk percaya akan hal itu.

Karena dengan begitu ia bisa terus berusaha untuk selalu bersikap baik. Meski ia sendiri pun tidak bisa menjamin akan hal itu. Bukankah manusia memang tempatnya salah? Mereka tidak akan luput dari kesalahan, kan?. Karena Keenan manusia, maka dia percaya bahwa dia juga pasti telah membuat banyak kesalahan.

Membicarakan tentang mencampuri urusan orang lain, Keenan jadi teringat kejadian beberapa hari yang lalu. Lebih tepatnya saat ia ingin menyusul Fiola selepas dari Burjo Motekar.

Niatnya, Keenan ingin mengembalikan kacamata Fiola yang dititipkan oleh Aa' Burjo padanya. Namun saat ia sampai di kos-kosan Fiola, ia malah disuguhi dengan pemandangan tidak mengenakkan.

Keenan paling tidak bisa melihat sebuah kekerasan. Terlebih kepada perempuan dan anak-anak. Meski hal itu hanyalah sebuah tamparan, kekerasan tetaplah kekerasan. Siapapun pasti setuju bahwa kekerasan bukanlah suatu hal yang bisa dibenarkan kepada siapapun terutama kepada perempuan dan anak-anak.

Saat itu, tanpa sengaja ia melihat Fiola ditampar oleh seorang pria paruh baya. Keenan sudah hampir turun dari motornya untuk menghampiri pria itu. Namun, saat mendengar pria itu mendeklarasikan dirinya sebagai Ayah Fiola, Keenan mengurungkan langkahnya. Keenan bisa melihat Fiola yang seperti sangat terluka, bahkan saat perempuan itu berlari memasuki kosan, perempuan itu tidak menyadari kehadirannya.

Jika boleh jujur, rasanya Keenan ingin sekali memeluk atau setidaknya bertanya mengapa Ayah Fiola menampar perempuan itu begitu keras. Tapi Keenan segera sadar, bahwa itu bukanlah urusannya. Ia tidak memiliki wewenang apapun untuk mencampuri urusan seorang Ayah dan anaknya, toh Fiola juga sudah masuk ke dalam kosan. Setidaknya tidak ada kekerasan lain yang dilakukan pria itu.

Sebenarnya Keenan tidak habis pikir. Bagaimana bisa seorang Ayah menampar putrinya? Tapi sekali lagi, itu bukan urusan Keenan. Keenan tidak tahu masalah apa yang terjadi pada hubungan anak-ayah itu. Maka dari itu yang bisa ia lakukan hanyalah menunggu di depan kosan Fiola hingga pria yang mengaku sebagai Ayah Fiola itu pergi. Setidaknya Keenan bisa memastikan bahwa kekerasan itu tidak terjadi lagi.

Dear Keenan (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang