"Hanya diam yang membuat kita semakin terjatuh"
Mega Arabella"Berhenti!" Sentak seorang pria paruh baya berpenampilan layaknya orang kantoran kepada gadis yang berlarian menuju kamarnya.
Gadis yang telihat berantakan itu menghentikan langkahnya di tengah tangga, namun seperti enggan untuk menoleh "kenapa?"
"Habis dari mana kamu. Tawuran? Atau balapan?" pria itu menjawab, seraya meletakkan tabletnya yang sedari tadi dia gunakan untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Gadis itu bungkam. Bagaimana ayahnya tahu mengenai hal itu.
"Itu bukan urusan anda. Sejak kapan anda peduli kepada saya." Ucap gadis itu datar. Dan berlalu ke kamarnya.
"Mega! Papa belum selesai bicara" teriak Davin yang seolah tidak didengar oleh Mega.
"Kurang ajar! Sampai kapan anak itu seperti ini" Pria bertubuh tinggi itu, menggebrak meja yang ada di depannya sampai seangkir kopi yang terletak di sana tumpah.
Bersamaan dengan itu, seorang wanita yang ada di sebelahnya menenangkan pria itu dan berdiri menuju meja untuk membersihkan tumpahan kopi tadi.
" Mungkin Mega butuh waktu lagi untuk menerima kita sebagai orang tuanya lagi. Suatu saat, dia akan mengerti" ucap Nita. Mamanya Mega dengan nada halus. Wanita itu tahu. anaknya yang satu itu mungkin akan sulit menerima Davin sebagai ayahnya lagi mengingat kejadian beberapa tahun silam yang membuat gadis kecilnya itu hancur.
Semenjak kejadian itu, Mega sudah tidak mempedulikan keluarganya. Kejadian yang membuat Mega menjadi seperti sekarang. Dirinya memilih menjadi seorang yang dingin dengan sikapnya yang acuh terhadap segala hal. Kecuali dengan orang yang benar-benar membuatnya nyaman. Sampai sekarang, kediaman keluarga Skylar sudah tidak sehangat dulu. Mega tidak peduli. Dia kesal dengan semua kenyataan pahit yang menimpanya.
***
Ruangan bernuansa monoton itu, hanya diterangi cahaya temaram dari sinar bulan yang menembus kelambu putih transparan di sisi kanan ruangan. Gadis yang tengah berbaring di kasur berukuran king size itu, bagaikan mayat hidup.
Kata itu mungkin tepat mengingat dirinya yang seakan tidak mempunyai semangat lagi untuk melakukan hal lain. Pikirnya, apakah dia harus pergi dan bertualang keliling dunia saja agar hidupnya tidak seperti ini. Dia merasa seolah hatinya merasakan sakit, namun bersamaan dengan itu, mungkin dirinya merasa sedikit kesepian?.
Gadis itu menghela napas panjang, lalu mengambil ponselnya yang berada di atas kepalanya.
"Shit! Kenapa baru jam segini?" Mega, gadis itu mengumpati dirinya sendiri.
Sekarang belum tengah malam dan dirinya sudah pulang ke rumahnya?. Pasti otaknya itu sedang sedikit tidak waras. Biasanya, dirinya akan memilih pulang lewat tengah malam daripada harus mendengarkan ocehan ayahnya sendiri. Jahat memang. Tapi, siapa yang peduli dengan hal itu
Beberapa saat dirinya merenung, ponselnya berdering namun tidak menampilkan nama siapapun. Mega memnag sengaja tidak menyimpan nomor siapapun di dalam ponselnya. Itu tidak terlalu penting menurutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ravens [End]
Romance"Kehidupan adalah sebuah tantangan, yang berujung pada sebuah penyesalan" ~Mega Arabella :290919